Ranjang besar di kamar paviliun nampak begitu kacau berantakan seolah baru saja terjadi pertempuran sengit di atasnya sepanjang malam ini dan ya kenyataannya memang begitu.
"Berapa skorku sekarang, Hinata?" Naruto menarik selimut untuk menutupi kaki telanjang wanita itu.
"Enam." Jawab Hinata sambil menatap pria itu.
"Jangan bercanda." Ucap Naruto sambil mendengkus pelan. Wanita itu bilang ingin menilainya dengan benar.
"Kau terkadang sangat menyebalkan." Hinata membelai helaian pirang pria itu dengan lembut.
"Harus berapa skor yang kumiliki sampai kau mau menikah denganku?" Naruto akan berusaha untuk tidak jadi menyebalkan di mata wanita itu.
"Sembilan atau sepuluh." Jawab Hinata tanpa keraguan.
"Apa ada hal yang sangat kau sukai?" Tanya Naruto dengan keseriusan. Dia menyangga kepalanya di atas bantal dan menatap wanita itu.
"Daripada menanyakan apa yang kusukai, sebaiknya menanyakan apa yang tidak kusukai." Hinata rasa pria ini sempurna, dia suka semua yang ada di diri pria ini tapi ada beberapa hal yang membuatnya ragu, salah satunya adalah soal mantan kekasih yang selalu coba pria itu tutupi darinya.
"Beritahu aku apa yang tidak kau sukai." Pinta Naruto.
"Berbohong dan tidak terbuka." Hinata tak menyampaikannya secara tersirat kali ini agar pria itu tahu.
Naruto menatap wanita itu dan tersenyum tipis "aku akan mengingatnya." Dia lalu menarik kembali tengkuk Hinata, beranjak naik ke atas tubuh indah milik wanita itu dan mengecup bibirnya lagi.
Hinata memejamkan matanya dan membalas pangutan di bibir. Seperti apa kata Sui waktu itu, dirinya akan buktikan bahwa hanya dirinya yang pantas bersama Naruto, bukan mantan kekasihnya itu, entah apapun alasan mereka berpisah dulu.
Naruto meraih leher jenjang wanita itu mengusapnya lembut selagi melumat bibir manisnya. Sejak mabuk berat malam itu, Hinata entah kenapa menjadi begitu hangat kepadanya. Apa mungkin karena dirinya merawat wanita itu dengan baik saat mabuk? Lalu ini adalah ucapan terima kasih?
Ah, entahlah namun yang pasti sikap Hinata sejak saat itu telah membantu Naruto memuluskan rencana untuk mereka bisa segera bersama.
Mungkin karena sama terbuainya, atau Hinata mulai percaya kepdanya seutuhnya
Nyaris tiap malam mereka habiskan bersama di atas ranjang. Meski Hinata sangat berhati-hati soal ini, namun Naruto memiliki lebih banyak kesadaran daripada Hinata saat melakukannya, jadi dia sering kali menghiraukan peringatan wanita itu untuk menggunakan pengaman. Walau Hinata akan protes begitu menyadarinya.
Di tengah sibuknya dua manusia di atas ranjang itu, ketukan di pintu kamar paviliun menginterupsi.
Hinata menahan dada pria itu dan menyudahi ciuman panjang di antara mereka.
Naruto menangkup wajah cantik wanita itu, mengecup bibir dan pipinya untuk mengakhiri. "Terima kasih untuk semalam." Dia kemudian membawa wanita itu untuk bangkit dari ranjang.
Hinata hanya tersenyum tipis seraya merapikan gaun tidurnya yang berantakan kemudian mengambil kimono tidurnya yang jatuh ke atas karpet sebelum melangkah membuka pintu.
Kepala pelayan membawakan sebuah gelas dan mangkuk berisi makanan dan minuman dengan warna hijau pekat.
Hinata menerima tray itu "terima kasih." Dia sebetulnya mulai keheranan sebab dua minggu terakhir kepala pelayan selalu mengirim ini ke kamarnya sebelum sarapan.
"Aku tidak meminta kepala pelayan membuat jus dan sup tiap pagi, tapi dia selalu mengantarnya ke sini." Ucap Hinata seraya meletakannya di atas nakas.
Naruto membuka jendela kamar lebar-lebar dan menenggak sebotol air di atas meja. "Aku yang memintanya."
Hinata menoleh "oh ya, kenapa?"
"Kau makan terlalu sedikit setiap hari, aku khawatir kau sakit." Naruto sangat prihatin melihat porsi makan Hinata yang hanya separuh porsi normal manusia kebanyakan.
Hinata mengulum senyum tipis di bibirnya. "Aku harus diet agar bisa menerima pemotretan brand pakaian renang di musim panas."
Naruto nyaris menyemburkan air dalam botol saat mendengar gumaman wanita itu.
"Sui bilang beberapa brand sudah menghubungi." Hinata menenggak sedikit jus alpukat di dalam gelas.
"Jangan berani menandatangani kontrak dengan brand pakaian renang atau olaharaga manapun, atau kubuat kau jadi pengangguran selama musim panas." Ucap Naruto memperingati.
"Kau kejam!" Protes Hinata.
...
"Kau ingin berita ini disebarkan?"
"Ya, buat headline yang bagus di artikelmu."
"Tentu saja, ini berita yang menarik!"
"Kapan beritanya bisa naik?"
"Hari ini juga."
"Akan kukirim uangnya sekarang juga."
Dua orang pria sibuk bicara melalui telepon, mengenai berita yang diminta tangan kanan Tuan Uzumaki untuk segera naik ke publik.
Beberapa portal berita dan bisnis telah menerima kabar ini. Bahkan nampaknya mereka akan mau menaikan berita ini meski tanpa bayaran sekalipun.
Namun Tuan Uzumaki mau berita ini jadi headline utama. Dan memberi sedikit uang untuk itu, bukan masalah besar.
Tentu saja portal berita akan dengan senang hati menyebarkan kabar bahagia apalagi nama Hyuuga Hinata sedang naik belakangan ini setelah jadi brand ambassador tas nomor satu di Eropa. Dia adalah model Jepang pertama yang berhasil menduduki posisi itu.
Di tambah lagi perusahaan Uzumaki baru saja melakukan projek pembangunan infrastruktur besar-besaran di beberapa titik bersamaan dengan bocornya nominal donasi fundraising musim dingin ke media dan nama Hinata serta Uzumaki ada di jajaran donatur.
Mereka akan jadi buah bibir dimana-mana.
...
Sui setengah berlari memasuki gedung agensi sore itu, dia dipanggil pimpinan agensi setelah berita soal Hinata tiba-tiba naik ke publik. Selama ini dirinya membantu Hinata menutupi berita ini meski tahu Hinata menjalin hubungan dengan Uzumaki Naruto sejak lama.
Begitu dia melangkah masuk ke ruang meeting yang sudah ditetapkan, semua mata direksi menatap ke arahnya.
"Aku bisa jelaskan semuanya." Ucap Sui dengan napas nyaris terputus.
"Duduklah, Sui." Pimpinan agensi duduk di meja terujung ruang meeting.
Sui berdehem pelan dengan jantung berdebar ketakutan. Sepertinya dirinya akan disidang habis-habisan oleh direksi akibat ulah modelnya sendiri.
Begitu Sui duduk, pimpinan agensi mengucapkan satu kalimat pertanyaan yang membuat Sui terperangah.
"Kenapa tidak menaikkan berita ini sejak musim gugur?"
"M-maaf?" Sui rasa dirinya salah dengar atau kehilangan kewarasan karena ketakutan.
"Kau belum memeriksa portal berita?" Tim marketing memberikan tabletnya kepada Sui.