Bagian 12

165K 2.4K 99
                                    

Pening. Kepalaku sangat pening. Aku harap apa yang aku alami hari ini tidak benar-benar terjadi. Bagaimana bisa? Aku hamil? Tetapi dengan siapa? Shawn atau Justin?. Sepertinya aku harus menghindari Justin. Ya. Aku harus menghindarinya.

Malam hari aku bertanya kepada Shawn. Bagaimana jika aku keluar dari perusahaan Justin? Dan Shawn mengiyakannya. Aku tidak bisa harus membohongi Shawn terus menerus dengan perselingkuhanku dengan Justin.
"Apa ada masalah dikantor mu, dear?." aku tersenyum. "Tidak big papa. Tidak ada masalah apapun. Sepertinya aku harus mulai menjadi istri yang baik dengan mengurus semua kebutuhan rumah tangga kita." Alasan yang bagus.

"Baiklah. Maka kau harus membuat surat pengunduran dirimu sekarang." Aku hanya menganggukkan kepalaku.

Sial. Justin mengirimiku sebuah email.
Dari : Justin McCaliste
Perihal : don't u dare
Tanggal : 23 Mei 2015
Hei, darlin' . Bagaimana keadaanmu? Jaga baik-baik dirimu. Jangan sampai aku mendengar hal yang buruk menimpa calon istriku dan bayiku. Oh, dan jangan kau coba-coba untuk mengundurkan diri dari perusahaan.
Love xx
Mr. McCaliste yang jatuh cinta yang sebentar lagi akan menjadi seorang ayah super.

Apa? Bagaimana bisa? Bagaimana bisa ia tahu jika aku akan mengundurkan diri dari perusahaan?. Apakah Justin memasang kamera pengawas dirumahku? Aku mengedarkan pandanganku ke penjuru rumah ini. Nihil. Tidak ada satupun kamera pengawas dirumah ini. Apa ia menyewa seorang cenayang? Di jaman modern seperti ini? Kupikir tidak.

"Hei sayang. Ada apa hmmm? Mana suratmu?" Shawn tiba-tiba saja datang dan langsung memeluk tubuhku erat dari belakang. Nyaman.
"Nothing. Aku masih lelah karena peristiwa pingsanku hari ini dikantor. Mungkin aku akan membuatnya nanti" ucapku dengan manja. Entahlah. Aku ingin bermanja dengan Shawn. Seperti ada ribuan kupu-kupu terbang diperutku.
"Baiklah. Kau mau tidur?" aku hanya menganggukkan kepalaku. Tanpa aku sadari Shawn menggendongku ala brydal style. Hal tersebut membuatku menjerit kecil. Dasar. Suami nakal.

Kuputuskan hari ini aku tidak masuk kekantor. Aku bolos. Aku masih belum bisa tenang karena email Justin semalam. Bahkan aku belum membalasnya. Ah biarlah. Aku ingin menjaga jarak terlebih dahulu dengannya. Aku tidak ingin hubungan terlarang ini berlanjut. Aku tidak bisa menyakiti tiga orang sekaligus. Shawn, Justin dan Ashley. Oh untuk Ashley aku sangat menyesal. Aku sungguh tidak bermaksud untuk menyakitinya. Aku juga wanita. Tentu saja aku bisa merasakan kepedihannya waktu itu.

Suara bel pintu membuatku terlonjak kaget dan terbangun dari lamunanku. Aku segera keluar dari perpustakaan mini ini dan berjalan pelan menuju pintu depan. Aku harus ingat jika kini aku tengah mengandung. Anak pertamaku.

Tubuhku menegang. Sial. Kenapa ia harus kemari? Sepagi ini?
"Selamat pagi, darlin'." aku hanya bisa terdiam. Masih menatapnya yang kini tengah berdiri tegap di depan pintu rumahku dengan setelan jas Armani nya dan harum aftershave nya yang memenuhi hidungku. Dia tampak tampan hari ini. Tunggu. Apa aku baru saja memujinya? Uhhh.

"Kau tidak mempersilahkan aku untuk masuk darlin'?" aku masih saja diam. Rasanya tubuhku penuh dengan kawat hingga membuatnya sakit jika aku memaksa untuk bergerak. Dengan sekuat tenaga aku berusaha untuk tersenyum.

"Masuklah". Dengan langkah tegapnya Justin melewatiku yang masih berdiri disamping pintu. Seketika harum mint dan kayu pinus tercium. Apakah dia menuangkan sepuluh botol parfum mahalnya hari ini? Ini sungguh berlebihan. Tidak seperti Justin yang biasa aku kenal.

"Duduk dan tunggulah disini. Aku akan membuatkanmu minum". Tanpa menunggu jawabannya aku langsung melangkah menuju dapur. Aku akan membuatkannya kopi. Itu minuman kesukaannya. Dengan satu blok gula.

Pikiranku kini jauh menerawang saat dimana aku pergi ke Venezuela bersamanm Justin. Bisa-bisanya ia membujukku untuk berlibur bersamanya dengan alasan menghadiri grand opening perusahaan rekannya disana. Yang ada aku malah mengalami pertengkaran hebat dengan istrinya yang membuatku malu. Semua penghuni di lantai hotel saat itu keluar dari kamar mereka masing-masing untuk melihat ada keributan apa disana.

Ada lengan yang menyusup di pingganggku dan membelai perutku pelan. Bukan Shawn. Lengan Shawn tidak seperti ini. Lengan ini yang telah membuatku berselingkuh dari Shawn. Lengan yang telah menuntunku saat aku kesakitan.

"Sungguh. Hal yang anda lakukan sangatlah tidak sopan Tuan." Kudengar ia menggeram marah. Apa aku salah mengatakan sesuatu? Tidak. Ia memang mempunnyai tangan yang lancang. Aku berusaha untuk melepaskan pelukannya yang erat. Susah.

"Kumohon. Biarkanlah seperti ini. Aku masih merindukanmu". Akhirnya aku menyerah. Memang susah untuk berbicara kasar kepada Justin. Kini kepalanya berada dilekukan leherku. Aku merasakan hembusan napasnya yang hangat dan halus disana. Sejenak tubuhku menegang seperti dialiri aliran listrik bertegangan tinggi. Aku mencoba untuk mengendalikan anggota tubuhku yang masih saja bereaksi karena sentuhannya.

"Justin, kumohon. Aku tidak bisa bernapas." Bohong. Tentu saja aku berbohong. Aku mencoba untuk menghindari pelukan Justin dengan cara halus. Dan akhirnya ia melepaskan pelukan mautnya. Dengan cepat ia membalikkan tubuhku hingga kini berhadapan dengannya yang sudah menanggalkan jas nya. Kini hanya menyisakan kemeja putih pas tubuh. Otot dadanya benar-benar seksi.

"Ada apa denganmu? Apa kau memang mencoba untuk keluar dari perusahaan?" aku bingung harus menjawabnya. Jika aku jujur, aku takut ia akan mengancam keselamatan Shawn. Aku tidak ingin Shawn terlibat dalam masalah yang sudah kubuat ini.

"Tidak. Aku hanya merasa untuk menjauh darimu sementara"
"Apa? Kenapa?"

Sial. Aku harus menjawab apa. Otakku berpikir keras untuk menjawab pertanyaan Justin. Aku harus bisa memberikannya alasan yang logis dan tidak akan bisa mengancam keselamatanku dan Shawn.

"Kurasa bayi kita sedang tidak ingin bertemu dengan ayahnya"
"Bagaimana bisa? Hei bayi kecilku, apa kau tidak ingin bertemu dengaan ayah super tampanmu ini?" ucapannya membuatku tersenyum geli. Bisa-bisanya ia berbicara dengan perutku yang masih rata ini. Andai saja jika aku belum menikah dan aku mengandung anak Justin, aku akan dengan senang hati menerima lamarannya. Tetapi, Tuhan menempatkanku di situasi yang berbeda. Aku sudah memiliki suami.

"Entahlah. Tapi aku sedang malas bertemu denganmu. Mungkin beberapa hari lagi bayi kecil ini akan mau bertemu dengan ayahnya yang tampan ini" sedikit berbohong tentu tidak apa-apa bukan? Baru kali ini aku melakukan sebuah little white lie.

"Baiklah. Ayah akan mengunjungimu jika kau sudah ingin menemui ayah tampanmu ini. Ibumu akan menghubungiku, bayi kecilku" tangan besarnya megelus lembut perut datar. Aku sungguh tidak tega melihatnya seperti ini. Tetapi ini juga demi kebaikan kita bersama. Justin harus kembali dengan Ashley. Aku merasa sangat bodoh dan menyesal membuat rumah tangga mereka hancur begitu saja.

"Kurasa kau harus pulang, ayah. Bayi kecil ini bosan melihatmu terus" bayi kecil apanya? Sial. Aku ingin menertawakan aktingku saat ini.

********

Haiiiii. Aku upadate lagi niiii. Maaf yaa udah nunggu lama. Jangan lupa vomment dan follow yaa. Kecup basah haha

AFFAIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang