2

73 3 1
                                    

"Mana ni bocah? Lama banget. Dandan apa lagi dah dia?" gerutu seorang cewek yang sedang berdiri di depan pagar rumahnya seraya menengok gang rumahnya, "Nah itu tuh si Sarah geblek!" serunya saat melihat seorang cewek yang tengah mengendarai motor dari ujung gang.

"Lama banget sih lo! Kebiasaan! Janjian jam 1, eh datengnya jam 2," omelnya seraya memakai helm doraemonnya.

"Iya, sorry, sorry. Tadi motor gue masih dipake bokap dulu, Far."

"Alibi," cibir Farla seraya menaiki motor tersebut, "Yuk gas."

"Eh bentar dulu dong, Tong. Gue mau pamitan dulu sama nyokap lo."

"Mama dah tidur. Lo kelamaan datengnya."

"Gimana kabar lo, Far?" tanya Sarah seraya mengemudikan motornya.

"Gue demen film fantasi. Tapi hidup gue penuh drama. Tinggal gilanya doang nih," jawab Farla sambil menyorongkan kepalanya ke Sarah, "Lo gimana? Masih nganggur juga?"

"Lagi mental breakdance gue."

"Gue sih sibuk ngurusin bisnis."

"Ha? Bisnis apaan? Lo punya bisnis apa lagi selain undangan pernikahan?"

"Noh si Cio kan nama panjangnya Cio Bisnismen,"

"Buset, ada-ada aja. Dasar babu!"

"Lo babi!" balas Farla.

Tin! Tin! Tin! Suara klakson mobil berbunyi saat menyalip motor Sarah dengan kecepatan tinggi.

"Yoi, duluan dah!" jawab Farla asal pada mobil tersebut.

"Padahal ni jalan juga masih lebar kali. Kurang minggir apa coba gue. Lagian sepi juga," sewot Sarah.

"Mungkin dia kebelet pup."

"Ya gitu tuh kalo nggak bawa batu," jawab Sarah menimpali lelucon Farah.

Mereka pun tertawa bersamaan hingga terdiam karena harus berhenti di lampu merah. Baru sedetik mereka berhenti, klakson motor di belakangnya berbunyi nyaring. Mau tak mau mereka pun menoleh ke si pemilik motor karena menurut mereka, mereka tidak mengerem mendadak sehingga tidak membahayakan pengemudi di belakangnya.

Farla melihat lampu sen kiri pemilik tersebut menyala, "Belok kiri ikuti isyarat lampu tuh bacanya, Pak," kata Farla seraya menunjuk tulisan di plang tiang lampu lalu lintas. "Kalo tetap mau nerobos, lewat sana tuh," lanjutnya seraya menunjuk jalan kosong di sebelah kanannya, kemudian melengos menghadap depan.

Tin! Tin! Tin! Bunyi klakson motor dan mobil bersahutan saat lampu lalu lintas berwarna kuning.

"Ini bukan cerdas cermat woi!" seru Farla.

"Ni orang-orang kagak sabaran banget dah. Emang pada kebelet pup semua nih," timpal Sarah seraya mengemudikan motornya saat lampu hijau.

"Kenapa nggak berangkat tahun kemarin aja kalo buru-buru," sewot Farla.

"Ini kita mau ke mana sih?" tanya Sarah.

"Lha, kan lo yang ngajak gue jalan. Gue kira lo udah punya tujuan."

"Ya gue cuma butuh keluar aja. Stres gue di rumah mulu."

"Ke tempat biasa aja,"

"Di mana?"

"Cari yang murah ajalah."

"Ke kafe jati?"

"Jangan dah. Banyak jamet di sana."

"Di kafe frasa?"

"Gas."

Mereka turun di kafe frasa yang bernuansa klasik warna putih. Di sebelah kafe tersebut terdapat pujasera, tempat stan makanan berat, seperti bakso, seblak, dan pecel. Mereka memilih untuk duduk di luar setelah memesan minuman di dalam.

"Ada cerita apa lagi nih tentang tetangga lo?" tanya Sarah menahan tawa. Pasalnya, hampir setiap hang out, cerita Farla tentang kelakuan ajaib para tetangganya selalu menemani. Sudah menjadi asupan bagi Sarah. Ia selalu tertawa mendengar cerita kelakuan para tetangga Farla ini, walaupun bagi Farla sangat menyebalkan, "Bikin ulah apa lagi mereka ini?" tanyanya seraya bertopang dagu, siap mendengar cerita Farla.

"Makasih," ucap Farla saat pelayan mengantarkan pesanan mereka, "Lo tahu, anak tetangga gue itu kan 1 tahun lebih muda dari gue, namanya Dina. Dia baru lulus dan langsung dapet kerjaan di perusahaan garment deket rumah gue. Nah, ada ini satu tetangga bandingin gue sama si Dina ini. Padahal anaknya juga udah resign di perusahaan yang sama dan sekarang lagi nganggur. Anaknya, si mbak Aika juga cerita sama gue gimana parahnya lingkungan kerja di sana sampai banyak karyawan yang keluar masuk.

"Kenapa nggak ngelamar di Ekas saja, Mbak Farla? Gajinya besar lho. Mbak Dina saja betah kerja di sana. Kan adem di bagian kantornya," ujar Farla seraya menirukan tetangganya.

Sarah menyesap kopi susunya seraya menahan tawa. Sementara Farla menyeruput matcha frappenya dengan emosi. Ia begitu kesal membayangkan wajah tetangganya itu saat berkata demikian.

"Terus, terus?" tanya Sarah antusias.

"Gue jawab, kalo mama saya lagi sakit parah seperti mamanya Dina ya mungkin saya akan melamar kerja di sana. Sama halnya dengan mbak Aika. Semisal Tante sakit keras, mungkin Mbak Dina akan melakukan hal yang sama."

"Wah gila lo, Far," jawab Sarah memandang takjub. Inilah salah satu alasan mengapa dia betah berteman dengan Farla. Menurutnya, sahabatnya yang satu ini unik, lucu, dan bar-bar.

"Sebel gue sama orang modelan gitu."

"Yaudah diemin aja."

"Awalnya gue diemin ya. Lama-lama gak tahan juga gue. Apa sih gunanya hidup mereka kalo hobinya cuma ganggu hidup orang lain aja."

"Ya mungkin mereka dilahirkan untuk ganggu hidup lo aja, mengusik kesabaran lo yang setipis tisu," jawab Sarah kalem.

"Hahhhh.. bener juga lo. Gue tuker tambah tetangga deh sama tetangga lo."

"Kagak mau gue punya tetangga modelan tetangga lo," sergah Sarah cepat.

"Lo udah ada jadwal interview?" tanya Farla.

"Belum ada. Gue juga udah malas ngelamar-ngelamar," jawab Sarah lesu, "Lulusan sarjana banyak, yang ngelamar kerja juga banyak, tapi yang diterima cuma 1-2."

"Hm, bener banget lagi," jawab Farla seraya memutar sedotannya, "Apa kita perlu cari Sugar Daddy yang CEO?"

Tawa Sarah menyembur, "Mana mau sama modelan rata kek kita. Cantik kagak, seksi pun kagak."

"Dahlah, jadi TKW aja kita," jawab Farla.

"Lo kenapa nggak mesen kopi atau cappucino gitu? Di Cafe ini kopi gula arennya best seller lho. Lo malah pesen matcha frappe," tanya Sarah memandang Farla yang menyesap minumannya.

"Kagak. Hidup gue aja dah pahit, masa' iya gue harus minum kopi yang pahit juga."

"Haishh, iya deh si paling pahit."

Gantian Farla yang ketawa, "Lo kan tahu gue suka Cappucino. Tapi nggak semua cafe menurut gue enak cappucinonya."

"Iya, sih. Eh si Sasa lagi bahagia banget ya sekarang," ujar Sarah yang tengah menonton status Wa teman mereka.

"Iya, dapet kerjaan yang sesuai passionnya dengan gaji gedhe dan dapet pasangan yang bucin banget," timpal Farla.

"Ya mungkin ini saatnya dia bahagia kali. Dia kan D3, jadi lulus duluan dari kita dan dapet kerjanya juga duluan. Lagian dia kan udah nganggur lama dan punya masalah besar sama mantannya dulu."

"Kalo orang lagi bahagia gitu kali, ya, bikin status WA banyak banget sampe titik-titik gitu," kata Farla yang mengintip status Wa Sasa di ponsel Sarah.

"Sarah pun tertawa, "Lo kan bisa lihat sendiri di HP lo."

"Gue nggak liat status WA orang-orang, termasuk lo."

"Lah, kenapa?"

"Takut punya penyakit hati, kayak barusan ini."

"Ah bilang aja insecured karena nggak sesukses mereka," goda Sarah.

"BETOL!!!!"

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: May 01, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

JoblessWhere stories live. Discover now