HAPPY melangkahkan kaki langsingnya dengan santai di sepanjang jalan komplek. Tak seperti biasanya, suasana pada malam hari ini terasa begitu panas, sehingga dia memilih untuk pergi seorang diri ke minimarket terdekat untuk membeli es krim.
Bunyi lonceng kecil langsung terdengar ketika Happy membuka pintu kaca sebuah minimarket. Dia melihat ke sekelilingnya. Kemudian, matanya langsung tertuju pada sebuah box es besar di sudut ruangan. Happy tersenyum lebar. Bak anak anjing yang sedang kelaparan, dia pun langsung berlari menuju box itu.
"Wah..." gumamnya sambil menggeser penutup pada box. Gadis itu menempelkan telunjuknya ke dagu, memilih rasa-rasa es krim yang ada di dalam sana.
"Happy?"
Happy pun menoleh dan matanya langsung terheran saat menemukan Gavin. Laki-laki itu sedang tersenyum ramah padanya.
"Hai," sapa Gavin sambil tersenyum lebar. Memamerkan barisan giginya yang putih dan rapi. Happy yakin jika setiap gadis yang melihat senyum itu pasti sudah akan jatuh meleleh.
Happy terdiam sejenak sebelum akhirnya membalas sapaan rekan kerjanya itu dengan senyum. "Eh, Vin."
Happy kini termangu menatap laki-laki itu yang saat ini hanya mengenakan T-shirt berwarna merah yang dipadu padankan dengan celana jeans hitam. Akan tetapi, benaknya mulai penuh dengan berbagai macam pertanyaan-pertanyaan aneh. Ada apa dengan sikap Gavin hari ini? Kenapa laki-laki itu bersikap ramah kepadanya? Bukankah biasanya laki-laki itu akan selalu bersikap cuek dengan semua orang? Lalu, untuk apa Gavin berkeliaran di komplek perumahannya? Pertanyaan-pertanyaan itu terus menjejali kepala dan memaksanya untuk menemukan jawaban—yang sialnya tak satu pun Happy bisa menjawabnya.
"Kamu mau beli es krim?" tanya Gavin sambil melongok ke box es krim itu.
Happy mengangguk, lalu tersenyum kikuk. Happy menjadi canggung sendiri. Kenapa laki-laki itu terkesan begitu aneh? Apalagi, Gavin yang memanggil Happy dengan sebutan 'kamu'. Entahlah, Happy pun mengambil beberapa bungkus es krim.
"Aku duluan, ya." Happy segera pergi ke kasir. Setelah itu, berniat meninggalkan minimarket secepatnya. Ya, mungkin itu adalah jalan terbaik!
"Semuanya 30.000 rupiah, Mbak Happy," kata seorang wanita penjaga kasir setelah menghitung semuanya dengan alat khusus.
Happy mengangguk singkat, lalu segera mencari uang dari saku celana jeans-nya. Mendadak, Happy kelabakan. Kenapa sakunya kosong?
"Kenapa, Mbak?" tanya wanita penjaga kasir itu mencurigai sikap aneh Happy.
"Eh, aku lagi cari uangku. Sebentar, ya," jawab Happy terbata-bata. Sial, nasibnya kali ini begitu jelek. Sudah bertemu dengan Gavin yang bersikap aneh, sekarang dia malah mempermalukan dirinya sendiri di minimarket pula!
"Maaf, Mbak. Tapi, bisa enggak, ya, aku hitung belanjaan Mas ini dulu?"
"Hah?" Happy pun menoleh ke belakang dan... Astaga! Gavin tepat di belakangnya. Laki-laki itu sedang membawa belanjaannya. "Oh, i-iya," jawabnya kemudian dengan muka merah padam. Dia sungguh merutuk semua ini.
"Biar aku yang bayar semua belanjaan Happy, Mbak," ujar Gavin pada wanita penjaga kasir.
Happy langsung menatap laki-laki di belakangnya itu. Dia menggeleng cepat sambil melambaikan tangan di depan dada. "Eh, enggak usah, Vin. Aku bisa ambil uang di rumah. Rumah aku enggak jauh dari sini, kok."
"Enggak apa-apa. Sekali-kali aku traktir kamu," balas Gavin dengan senyum lembutnya.
Wanita penjaga kasir itu pun menghitung semua belanjaan milik Gavin. "Mas Gavin, saya boleh minta fotonya sama Mbak Happy enggak?" pintanya dengan memberikan belanjaan milik sang idola.
YOU ARE READING
Pengagum Rahasia
Mystery / Thriller[18+] THRILLER - ADULT ROMANCE "Kenapa kamu mengkhianatiku, Py? Dia enggak pantes buat kamu. Jauhi dia! Atau kalian berdua akan kubunuh!" BöserWolf Bagaimana jika setiap aktivitasmu diawasi oleh seseorang yang tak dikenal? Adalah Happy Lovinta, seor...