Kapal Tua

14 4 0
                                    

Malam ini aku ikut Bapak menangkap ikan. Kapal terus bergerak manjauhi daratan dan nanti akan berhenti di tengah laut.

“Ibu kamu kok sekarang aneh ya? Apa masih marah sama Bapak.”

Aku terdiam. Haruskah aku menjawabnya. Bapak sendiri yang sering cari masalah dengan Ibu. Ibu pernah menyuruh Bapak untuk mengganti kapalnya karena sudah tua, tapi Bapak bersih keras jika kapalnya masih layak dipakai. Minggu lalu, Bapak sudah dilarang pergi melaut karena cuaca buruk, tapi Bapak yang keras kepala tetap saja pergi melaut. Beruntung Bapak bisa pulang dengan selamat. Tapi sepertinya Ibu masih marah sampai sekarang.

“Ibu kamu enggak pernah jawab tiap ditanya, diajak ngobrol juga diam aja. Kalau lihat Bapak juga serem matanya. Takut, Bapak.”

Kapal perlahan berhenti bergerak. Bapak pun pergi ke belakang kapal, mengambil jalanya. Aneh, lampu di kapal perlahan meredup dan tiba-tiba lampu padam begitu saja. Untung saja aku membawa senter. Aku mencoba memeriksa lampunya. Ternyata bola lampunya longgar dari dudukannya. Akhirnya lampu menyala kembali. Tapi, saat itulah muncul wajah seram Bapak yang tersenyum lebar di depanku. Aku terdiam ketakutan. Napasku pun ikut tidak beraturan seperti detak jantungku sekarang. Apa yang harus kulakukan.

Aku mundur perlahan seiring Bapak yang terus berjalan ke arahku. Aku terpojok, satu-satunya cara menghindari Bapak adalah melompat ke laut.

“AKKKHHH…” Bapak menerkamku tiba-tiba dan mencekikku.

“Kamu mau cari Bapakmu ya? Ini! Aku bapakmu!” teriak Bapak sambil terkekeh.

“Ka-ka-mu bukan Bapak! Dimana Bapakku, se-se-tan?” balasku kesusahan.

Aku harus segera melepaskan cekikannya sebelum aku kehabisan napas. Aku pun ikut mencekik leher Bapak, sambil menusuknya dengan kukuku sebisanya. Cekikan di leherku perlahan melonggar. Sekuat tenaga aku mengangkat tubuh Bapak dan melemparnya ke laut.

Akhirnya aku bisa bernapas lega. Aku selamat. Ku lihat Bapak tidak muncul ke permukaan. Mugkinkah dia tenggelam. Aku bersyukur jika memang itu yang terjadi. Ku lihat permukaan air yang tenang, sepertinya dia memang tenggelam.

“AKKKHHH…”

Seseorang menarik kepalaku hingga aku terjatuh ke laut. Dia terus mencekikku dan membawaku jauh dari permukaan. Aku tidak bisa bernapas. Perlahan semuanya menjadi gelap.

Aku terbangun. Keringat mengucur di sekujur tubuhku. Jantungku yang berdetak tidak karuan akhirnya perlahan lebih tenang. Aku bangkit dari tempat tidurku dan berjalan keluar kamar. Tidak ada orang di rumah. Aku juga tidak melihat Ibu.

Hari sepertinya juga masih gelap. Aku mimpi buruk lagi. Mimpi yang sama setiap malam beberapa hari ini. Aku berjalan ke tepi pantai. Kulihat kapal Bapak masih tertambat di pinggir pantai. Aneh. Ini bahkan belum menjelang pagi, jika Bapak pergi melaut seharusnya Bapak dan kapalnya masih berada di laut. Tanpa pikir panjang, aku pulang ke rumah. Kuambil minyak tanah dan korek api. Akan kubakar kapal tua itu.

Keesokan paginya mayat Bapak ditemukan penduduk sekitar di pinggir pantai. Keadaannya sangat mengenaskan. Tubuhnya sebagian membusuk, sepertinya karena sudah berhari-hari di air. Sore harinya, Bapak pun dimakamkan di samping makam Ibu.

_________

Cermin by dithdithxx

Diaboli CuniculumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang