Aslinya, hubungan Saddam dan Audrey tergolong ke dalam kisah romansa yang flat. Mereka sama sibuknya. Audrey hampir setiap hari harus melakukan pemotretan, syuting dan segala sesuatu yang mengharuskannya mengumbar senyum di layar kaca. Sementara Saddam, laki-laki itu hampir setiap hari juga memiliki jadwal rapat penting dengan kolega yang bahkan terkadang jauh jaraknya.
Mereka bertemu bisa dihitung jari dalam satu bulan. Pertemuan itu pula tidak akan pernah berlangsung lama. Terakhir, Audrey datang ke kediaman Saddam saat laki-laki itu cedera. Dan itu hanya menghabiskan waktu tidak lebih dari sekedar menyuapi bubur dan memberikan minum.Terlalu singkat.
Audrey itu anggun. Wajar, toh, dia model ternama. Sangat masuk ke dalam selera Saddam yang menyukai perempuan kalem dan santai. Tapi, setelah menjalin hubungan, Saddam merasa mereka terlalu tawar. Maksudnya, tidak pernah ada perdebatan yang seru. Pertengkaran yang umum dalam kisah cinta manusia pun, tak pernah mereka alami. Ya, maksudnya ... mereka benar-benar tidak ada waktu untuk hubungan itu. Mereka seolah menggunakan kata "pacaran" untuk sekadar menjauh dari pertanyaan orang-orang tentang "kapan punya pasangan".
Sekarang menurut Saddam, antara dia dan Audrey hanyalah teman yang berdiri di bawah status berlandaskan rasa sepi. Seolah mereka hanya menunggu waktu untuk berakhir secara damai.
Mungkin kalau saja wartawan nantinya meneror mereka dengan pertanyaan, maka keduanya dengan kompak akan mengatakan "kami berakhir karena kesibukan". Kelar. Seperti hubungan aktor yang berakhir baik dengan alasan klasik.
Coba Saddam ceritakan. Dia sungguh mengingat bagaimana reaksi warganet saat tau bahwa supermodel yang pernah membawa crown Putri Indonesia di atas kepalanya terlibat hubungan percintaan dengan bos muda. Bos dari perusahaan yang memproduksi makanan makanan kesukaan mereka.
Saddam mengingat bagaimana saham perusahaan mereka anjlok kala itu. Mungkin ada di antara mereka yang segera membuang makanan produksi SF karena melihat berita tentang Audrey, yang kata penggemarnya sendiri adalah Aset Negara.
Sungguh, Saddam frustasi. Bukan karena ketidaksenangan para penggemar itu padanya, melainkan karena saham mereka yang runtuh akibat pemberitaan itu.
Di tahun itu, adalah masa-masa awal dia menjabat sebagai CEO dan malah segera didatangi oleh masalah berat.
Padahal, hubungan keduanya sudah terjalin tiga tahun lamanya. Dan selama itu, tidak pernah ada media yang berhasil mencari tahu hubungan mereka. Ya, mungkin karena mereka bahkan jarang bertemu. Tetapi waktu itu, hari di mana Saddam dinobatkan menjadi CEO, Audrey datang atas undangannya. Tentunya sebagai pasangan, mereka banyak berinteraksi. Pada acara itu Saddam tidak mengundang media mana pun, tapi yang namanya sekarang itu jamannya teknologi, orang-orang banyak membawa ponsel dan mengabadikan momen tersebut.
Dari tangan-tangan manusia itulah mulai terendus hubungan mereka. Paparazi jadi penasaran. Kalau Saddam tidak salah ingat, ada satu akun gosip di media sosial yang pertama kali memposting mengenai hubungan keduanya.
Lambe_demit atau apalah itu namanya. Yang jelas, dari sana lah semua komentar warganet terpecah belah membentuk dua kubu. Mendukung hubungan mereka atau mengkritik hingga menghina.
Untung saja banyak yang membantunya menghadapi serangan haters juga fans fanatik yang datang ke kantor. Tentu saja, salah satu sang pembantu itu adalah Irene.
Sekarang coba lihat perempuan itu sibuk dengan ponselnya.
Dia menggerakkan kamera ke kiri dan ke kanan sembari memotret kaki Saddam yang baru dipijit, saudara-saudaraaaa.
"Buat apa kaki saya kamu fotoin?"
"Kenang-kenangan, Pak. Bapak kan gak mungkin cedera mulu. Jadi, ini adalah momen langka. Nanti kita cetak, ya, Pak. Dipajang di dinding ruang tamu kayaknya bagus, deh."
Irene mengarahkan kamera ponselnya pada Saddam, tanpa disuruh, pria ini lantas berpose. "Selfie dulu, Pak. Kakinya harus keliatan, ya." Saddam menurut saja, mengangkat kakinya sedikit, supaya masuk di kamera. "Nah, cakep!"
Cekrek!
"Tumben Mbak Audrey gak ke sini?" tanya Irene yang tengah memeriksa hasil jepretannya.
"Sibuk, dong. Saya sama Audrey itu profesional banget, Ai." Alasan! Padahal kalau tidak sibuk pun mereka jarang berjumpa. Tapi, ya masa Saddam harus bilang ke Irene bahwa ia dan Audrey ini tidak saling cinta, sih? Malu lah!
"Mumpung sakit begini, kenapa gak minta jagain Mbak Audrey aja?"
"Saya mandiri, Ai. Gak butuh dijagain siapa pun."
"Kalau gitu saya gak harus datang ke sini tiap hari selama bapak cuti, kan? Bapak, kan, gak butuh dijaga."
"Eett et, mana bisa gitu! Ingat kerjaan kamu ya, Ai. Selain sekretaris kamu itu personal assistant, lho yaa. Tau kan artinya kalau jadi personal assistant? Itu artinya kamu mengurus urusan pribadi saya juga. Nggak bisa nolak lho ya!"
"Suka-suka bapak lah. Apalah daya seorang Upik abu ini." Irene bangkit, berdiri dan berjalan menuju dapur meninggalkan Saddam yang masih di sofa.
Di sini, bos sedari awal mengajari Irene agar tidak kaku saat berhadapan dengannya. Saddam pernah bersabda : selagi kamu di rumah saya, anggap aja rumah sendiri. Saya malas, ya, kalau berhadapan sama sekretaris yang kaku banget. Gak like sama yang kayak gitu, mah. Jadi, tidak heran kalau Irene terlihat bebas saja mau ke manapun di rumah ini.
"Jangan lupa bawain saya Es Teh!"
"Bapak sakit, gak boleh minum Es!" sahut perempuan itu agak keras.
"Ih, kamu kayak ibu-ibu, deh. Udah jelas yang sakit ini kaki, apa hubungannya sama es? Pokoknya saya mau es teh!"
"Oke, kalau gitu saya kasih bapak es satu baskom aja, gimana?"
"Ya nggak usah sebanyak itu juga, Ai. Nanti saya amandel, gimana?!"
"Gak apa-apa, Pak. Asal bukan saya yang amandel!"
Saddam tersenyum tipis. Berdebat dengan Irene adalah cara terbaik untuk meningkatkan mood. Maka, daripada berdebat sambil berteriak karena terhalang jarak, Saddam pun memilih mengikuti Irene ke dapur yang kini terlihat sibuk mencari sesuatu di dalam kulkas.
***
Irene memakan roti lapis selai nanasnya dengan khidmat. Sungguh, perutnya sedari tadi sudah keroncongan. Ia tidak sempat sarapan karena pagi-pagi buta sudah datang ke kediaman Saddam. Berniat sarapan di kantor, malah ia disuruh balik lagi sama Si Cicak Oasis satu ini.
Bos sendiri menyuruput Es Teh di dalam gelas jumbo.
"Ai, kita punya produk baru, kan, ya?"
Irene mengangguk. Kemudian meraih iPad di atas meja yang memang selalu ditenteng ke mana-mana. Dia terlihat mencari sesuatu. Saat menemukannya, layar iPad ditunjukkan kepada Saddam.
"Kopi Kapal Selam ada varian baru, Pak. Terakhir diinfoin lumayan banyak peminatnya. Mungkin karena model iklannya aktor Korea kali, ya. Jadi banyak yang suka."
Irene menggeser kursinya sedikit lebih dekat pada Saddam untuk mempermudahnya menjelaskan. "Yang ini juga lumayan banyak yang minat," tunjuknya pada produk minuman kotak bertuliskan Teh Harumwangi.