6

1.1K 162 6
                                    

SARANGHAE







"JIKA AKU KEHILANGAN CHAENG, AKU BERSUMPAH! KAU AKAN KEHILANGAN AKU JUGA! AKU BERSUMPAH PADAMU APPA!!" Teriak Jisoo memenuhi rumah. Ia memukul lantai saking kesalnya. Kenapa appanya tidak mengerti tentang dirinya. Sahabatnya butuh pertolongan sekarang. Chaeng butuh dirinya.

Ibu tiri Jisoo mematung mendengar teriakan Jisoo yang menggema. Kata kata itu terdengar jelas dan tidak main main.

Dari arah belakang, Irene dan kedua temannya ikut mematung mendengar penurutan Jisoo. Disana ada Lisa dan juga Jennie sedang menyaksikan betapa rapuhnya seorang kim Jisoo.

Jennie sampai mematung, ia juga terkejut melihat ada Jisoo di rumah itu. Bagaimana Jisoo dan Irene ternyata bersaudara. Yang membuat Jennie tercengang lagi, mendengar teriakan Jisoo yang menggema di seluruh rumah. Ia bisa melihat kerapuhan gadis itu. Bagaimana cara gadis itu menangis. Kesedihannya. Jennie seakan bisa merasakannya juga apa yang di alami Jisoo. Dadanya terasa nyeri melihat ketidakberdayaan gadis yang kini menangis meraung didepannya.

"Chaeng ku mohon bertahanlah.." Lirih Jisoo dalam hati. Iapun bangkit dan berjalan kekamarnya, mengunci pintu, lalu menghancurkan seluruh isi kamarnya. Jisoo melempar kaca rias dengan botol kosmetik miliknya hingga pecah berserakan. Menghancurkan seluruh isi meja rias itu dengan sekali sentakan.

Pikirannya kalang kabut. Ia tidak tahu harus apa. Bagaimana caranya agar bisa mendapat uang dalam waktu dekat. Ia terduduk di lantai dan bersender di kasur, menangis sejadi jadinya.

Irene dan lainnya terkejut mendengar suara di balik kamar gadis itu. Mereka tergesa gesa berlari kearah kamar Jisoo guna melihat apa yang terjadi. Saat Jennie memutar knop pintu dengan tidak sabaran, namun pintu terkunci.

"Jisoo!! Buka pintunya Kim Jisoo!!" Irene berteriak keras seraya mengedor pintu dengan kasar.

"Jisoo buka pintunya! Kau mendengarku child, buka pintunya!" Jisoo menoleh terkejut. Ia mengenal suara itu. Suara pujaan hatinya.

"Jisoo jangan buat kami kawatir buka pintunya Kim Jisoo!" Suara Irene kembali menggema.

"Apa Jisoo mau membuka pintu?" Tanya sang Ibu Irene terdengar kawatir. Ketiganya menggeleng lemah.

Keadaan kamar menjadi sunyi membuat mereka semakin kawatir jika terjadi sesuatu pada gadis itu.

"Jisoo. Dengar eomma Jisoo, buka pintunya nak." Jisoo menatap pintu dengan tajam. Suara yang paling ia benci itu. "Jisoo, kau baik baik saja didalam? Jisoo. Eomma yakin kau mendengar kami. Buka pintunya. Mari kita bicara baik baik, sayang."

Tidak ada suara sahutan di dalam kamar Jisoo. Mereka hanya saling pandang dan mendesah.

"Jen, Lis, sepertinya kedatangan kalian tidak tepat." Mereka mengangguk mengerti atas ucapan Irene.

"Tidak apa apa. Kita tunggu dibawah. Mungkin Jisoo membutuhkan waktu sendiri." Kata Lisa mencoba memahami.

"Kalau begitu eomma temui appa dulu." Katanya, Irene mengangguk.

"Ayo kita kebawah." Kata Irene. Mereka pun kembali ke ke bawah, lantai satu.

Jisoo menatap ponselnya. Ia tahu harus kemana, mungkin seseorang bisa membantunya. Jisoo menghentikan tangisannya. Membersihkan wajahnya dari basah air mata. Gadis itu memutuskan untuk membersihkan diri.

Setelah beberapa menit, Jisoo keluar dari kamar mandi. Gadis itu segera mengganti pakaiannya dan berdandan sederhana.

Jisoo berdecak ketika melihat matanya membengkak sebab tangisannya. Tangannya sungguh perih karena baku hantam dengan benda benda di kamarnya. Keadaan kamarnya kini sangat berantakan. Barang berserakan dimana mana setelah tindakan brutal gadis itu.

SARANGHAETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang