Bab 52. Jujur Dari Sekarang

35 2 0
                                    

Rico panik bukan main waktu dia melihat Ana, ibu Raga pingsan dan tergeletak ketika dia hendak meninggalkan apartemennya.

Karena tak ingin terjadi apa-apa, akhirnya dia langsung membawa Ana menuju rumah sakit yang tidak jauh dari apartemen mereka.

"Bapak suaminya?" tanya seorang dokter pada Rico.

Rico tergagap, hendak menjawab iya tapi takut kalau akan membuat Ana tidak nyaman.

"Saya—temannya," jawab Rico.

"Teman Anda mengalami anemia, kami akan melakukan beberapa serangkaian tes agar tepat menanganinya," ujar dokter tersebut. "Dan kami meminta izin Anda sebagai wali dari ibu Ana," lanjutnya.

Rico tak ada pilihan lain selain mengiyakannya daripada terjadi apa-apa pada Ana dan dirinya yang disalahkan.

Dan selama tes, Rico dengan sabar menunggu hasilnya. Ia sudah seperti menunggu istri yang tengah berjuang di ruang bersalin saat ini. Gugup dan takut, padahal dia tak harus memiliki ketakutan seperti itu.

"Apa aku hubungi, Raga aja ya?" tanya Rico sambil memandang layar gawainya. "Tapi aku gak punya nomornya, apa hubungi Savira dulu?"

Namun dia ragu, tadi ia sempat melihat Raga meninggalkan apartemen ibunya dengan wajah yang sangat masam dan muram.

"Ah enggak deh," putusnya.

Rico kembali menunggu dan ketika dokter muncul dia mengatakan pada Rico kalau Ana mengalami anemia aplastik, dan dia diminta untuk melakukan tes darah dan biopsy sumsum tulang belakang. Pasalnya anemia aplastik mungkin saja terjadi karena kekebalan tubuh yang keliru mengenali sumsum tulang sebagai ancaman.

Penderita anemia aplastik memiliki jumlah sel darah yang lebih sedikit pada sumsumnya.

"Jadi—ini harus melakukan tes lagi, Dok?" tanya Rico.

Dia sama sekali tidak tahu apa itu aplastik, yang ia tahu hanyalah anemia itu kekurangan darah, titik. Namun dia ikut saja apa kata dokter, agar Ana dapat segera diatasi dan bisa sembuh.

"Benar, harus dilakukan tes lagi."

"Kalau begitu saya akan tanyakan dulu dengan Ana dulu, Dok," kata Rico.

Dia masuk ke ruang perawatan, dia melihat wajah Ana masih pucat seperti terakhir kali. Ana sudah menjalani beberapa tes dan harus menjalani satu tes lagi agar dokter bisa menanganinya dengan benar.

"Jadi—Anda harus menjalani tes lagi dan konsultasi dengan dokter tadi. Kalau tidak Anda akan terus sering pingsan seperti tadi," ucap Rico pelan.

"Maaf karena merepotkan Anda," balas Ana ragu. Dia cukup malu karena harus berhadapan dengan Rico dengan kondisi seperti ini.

"Oh—bukan masalah! Lagipula Anda sudah menolong saya beberapa waktu yang lalu."

"Jadi bagaimana?" lanjut Rico, bertanya.

"Baiklah, saya akan menjalani tesnya."

"Lalu—itu. Anak Anda bagaimana? Bukankah sebaiknya kita—"

"Jangan!" cegah Ana cepat, wajahnya terkejut. Lalu ketika dia melihat wajah Rico tersentak dia langsung menampakkan rasa bersalahnya. "Maksud saya—saya tak mau anak saya khawatir."

"Oh baiklah kalau begitu. Saya akan menemani Anda sampai tes selesai."

Ana diam. Ia bersyukur ada yang peduli dengannya saat ini. namun di sisi lain, dia merasa tak enak pada Rico karena sudah merepotkannya selama ini.

"Saya tidak tahu bagaimana saya harus membalas kebaikan Anda."

Rico tersenyum kemudian menggaruk kepalanya yang tak gatal.

Satu DasawarsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang