“Dila, kenapa baru dateng?”
Dila tersenyum, lalu memberikan paper bag yang dibawanya pada Deon.
“Apa ini?”
“Dari mama.”
Deon tersenyum saat melihat isi paper bag itu, beberapa kotak makan yang ia yakini berisi masakan Dinar.
“Makasih, yuk, masuk!” Deon menggandeng tangan Dila, tetapi, Dila bergeming.
Deon menoleh. “Ayo, Dila.”
Dila sedikit menoleh ke belakang hingga Deon mengikuti arah pandangnya. Deon menatap heran pada Rina yang ternyata berdiri di belakang Dila, dia lalu beralih menatap Dila dengan tatapan penuh tanya.
Dila menatap Deon. “Gue mau ngomong.”
Deon mengangguk. “Mau ke dapur?”
Dila mengangguk, lalu menoleh sebentar ke arah Rina dan berbalik mengikuti Deon ke arah dapur.
“Kenapa dia bisa sama lo, Dil?” tanya Deon sambil memindahkan makanan dari tempat makan ke piring.
“Dia kan pacar lo, Yon. Nggak apa-apa, dong, dia datang ke sini.”
Deon menghentikan aktivitasnya, dia lalu beralih menatap Dila dengan tatapan tajam.
“Harus berapa kali lagi gue jelasin sampai lo percaya sama gue, Dil? Dia bukan siapa-siapa buat gue,” desah Deon dengan berat.
Dila menghela napas, dia beralih ke sisi Deon dan mengambil alih kotak makan dari tangan Deon.
“Gue nggak tau mana yang bener. Gue cuma berusaha denger cerita dari dua pihak, lo sama Rina.”
Deon memegang tangan Dila dan menatapnya. “Dan sampai kapanpun, harus cerita gue yang lo denger dan harus lo percaya juga!”
“Jangan egois, Deon!”
“Gue nggak egois! Dia yang seenaknya ngakuin gue sebagai pacar di depan lo, di depan semua orang. Dia yang bicara seenaknya dengan bawa-bawa nama gue, Dila.”
Dila menatap Deon dengan kesal. “Salah siapa yang nggak mau perhatiin orang-orang di sekitarnya? Salah siapa yang pura-pura nggak denger apa yang orang lain omongin sampai terjadi salah paham kayak gini? Salah siapa yang—”
Ucapan Dila berhenti karena Deon meletakkan telunjuknya di bibir Dila, Deon memojokkan Dila hingga punggung gadis itu menempel pada lemari es di belakangnya.
Deon menelisik wajah Dila dengan tatapannya. “Sampai kapanpun, cuma Nadila yang berhak ada di hati gue. Cuma kamu, Dila.”
Dila menatap Deon dengan mata berembun, dia lalu menepis tangan Deon yang berada di depan wajahnya.
“Kalau gitu stop! Berhenti bertingkah seolah lo adalah orang yang jadi korban kesalahpahaman Rina di sini. Kalian jadi kayak gini juga karena kesalahan lo sendiri, Yon.”
Deon berdecak dan memutar bola matanya dengan malas. “Nyatanya emang begitu, Dila. Rina itu yang ngada-ada, bukan gue yang bohong.”
“Deon!” bentak Dila. “Rina itu cewek, gue juga cewek. Gue tau apa yang dia rasain, dan itu karena lo, Yon!”
“Lo ceritain rasa sakit orang lain, tapi lo lupa kalau orang di depan lo ini juga lagi nangung sakit? Bahkan lo sendiri juga sakit ngakuin kalau gue sama Rina ada hubungan. Iya, kan?” desis Deon.
Dila menggeleng. Meski air mata tidak lagi bisa membohongi Deon, dia tetap kekeh untuk membujuk pemuda di depannya itu.
Deon menghela napas kasar. “Apa mau lo?”
Dila menghapus air matanya dan menunduk. “Hargai Rina, Yon. Kamu nggak mau kehilangan orang yang kamu sayangi lagi, 'kan?”
Deon sedikit tersentak dengan lirihan suara Dila, tetapi, dia tetap mengontrol dirinya agar tidak emosi berlebihan di depan Dila.
“Berapa harganya?” sinis Deon.
Dila langsung menatapnya dan memukul dada Deon. “Jangan bercanda, Yon! Aku serius.”
Deon terkekeh kecil, “Yang kamu minta itu keterlaluan, Dil.”
“Sadar nggak, sih? Kamu korbanin dua perasaan di sini. Perasaanku sama perasaan kamu sendiri, dan itu cuma demi ... cewek yang bahkan nggak kita kenal?”
Dila mengangguk. “Aku janji itu permintaan terakhirku, Yon.”
Deon menangkap wajah Dila dengan kedua tangannya. “Dila, andai kamu ucap seribu permintaan pun aku sanggupi. Tapi jangan permintaan kayak gini, Dil.”
“Jangan kayak gini, Dil,” pinta Deon dengan suara lirih.
Dila menatap Deon. “Rina gadis baik, Yon. Dia pasti bisa bikin kamu happy kayak dulu lagi, kok.”
Deon kembali berdecak, dia menjauh dari Dila dan menguyur rambutnya dengan frustasi. “Dia nggak bisa lebih dari kamu, Dila!”
Dila kembali mengusap bagian bawah matanya. “Denger baik-baik, Yon.”
“Di antara kita, nggak ada apa-apa selain sebatas mantan dan teman kelas. Yang ada cuma kamu ... sama Rina, itu kenyataannya.”
Deon bergeming mendengar penuturan Dila, dia bahkan tidak menoleh sedikit pun ke arah gadis itu.
“Maaf kalau aku maksa, tapi nggak ada salahnya kamu terima Rina sebagai pacar kamu, cewek yang pasti bisa bahagiain kamu dengan rasa sayangnya yang besar buat kamu.”
Dila menegakkan posisi berdirinya. Sadar akan ucapan dan nada bicaranya yang sudah berubah banyak sejak tadi, dia mengambil napas panjang-panjang.
“Sorry, Yon. Gue pamit, permisi." Dila langsung keluar dari dapur begitu selesai dengan ucapannya.
Dion mengeram, dia membanting satu tempat makan yang untungnya berbahan plastik. Setelahnya, dia keluar dengan langkah cepat sampai berpas-pasan dengan Rina yang ternyata masih di ambang pintu masuk rumahnya. Bahkan, Dila sepertinya habis berbincang dengan gadis itu, karena saat ini, Dila baru sampai di teras rumahnya untuk pergi.
“Kak Deon?” lirih Rina.
Dila yang mendengar nama Deon disebut langsung memperlambat langkahnya, tanpa menoleh, dia berusaha mendengar apa yang mereka berdua ucapkan.
Deon menatap punggung Dila yang perlahan menjauh. “Lo mau jadi pacar gue, 'kan?”
Langkah Dila langsung berhenti saat itu juga, matanya kembali berembun dengan tangan yang saling bertaut untuk menetralisir gejolak perasaannya. Sementara Rina yang mendengar itu mengabaikan tatapan Deon yang bahkan tidak tertuju padanya. Gadis itu benar-benar hanya menatap Deon dengan mata penuh binar harapan dan mengangguk-angguk dengan semangat.
Deon tetap menatap punggung Dila, tanpa peduli pada tatapan menunggu dari Rina. “Oke, mulai sekarang ... lo pacar gue!”
Dila langsung membekap mulutnya, dia lalu berjalan cepat untuk keluar dari pelataran rumah Deon.
Dika, Jaka, Reksa, dan Ian yang baru sampai langsung dibuat terkejut oleh Dila yang berlari menjauh dari rumah Deon. Terlebih Dika, dia langsung turun dari motor dan berlari mengejar Dila yang belum terlalu jauh saat itu.
Jaka, Ian, dan Reksa yang masih kebingungan itu melangkah mendekat pada Deon dan Rina. Sesekali Jaka menoleh untuk melihat Dila dan Dika yang nyatanya sudah tidak terlihat dari jarak pandangnya sekarang ini.
Rina menatap Deon dengan mata berkaca-kaca, dia lalu memegang lengan Deon. “Makasih, Kak. Aku sayang sama Kakak.”
Jaka menggeleng melihat adegan itu, dia hanya menatap Deon dengan tatapan nanar lalu pasrah masuk ke dalam rumah Deon bersama sang pemilik rumah dan temannya yang lain.
*****
See you next chapter
KAMU SEDANG MEMBACA
Mantan, Pacar, Sahabat!
Teen FictionMantan, Pacar, Sahabat! Blurb .... Menjalin hubungan hanya dalam waktu 5 jam, setelah itu, status diantara mereka berubah menjadi seorang 'mantan'. Dila bagi Deon adalah, Tante. Mantan terunik dia bilang, tapi Deon bagi Dila adalah ... musuh, ancam...