Jarak (2)

3.2K 396 22
                                    

••••

••••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

••••

Helaan nafas Bryan terdengar berat ketika ia pada akhirnya memutuskan untuk menyusul Laura yang tengah pergi bersama dengan Teressa. Saat ini mereka hanya berdua karena Bryan datang bersama Daffa dan wanita itu sudah pulang bersama Daffa beberapa menit yang lalu.

Hari sudah mulai menggelap. Keduanya masih berada di tempat yang sama tanpa percakapan apapun. Bryan hanya diam sambil sesekali menghela nafasnya dan menunduk untuk menghindari tatapan istrinya.

"Laura.."

Bryan berusaha memulai percakapan sekarang. Dia memberanikan diri untuk menatap wajah Laura yang terlihat sedikit pucat.

"Bisa enggak kita bahas lagi masalah beberapa hari yang lalu? Aku enggak mau kayak gini terus sayang," kata Bryan pelan.

Laura hanya mengangguk sebagai jawaban. Sebenarnya dia tidak tau apa lagi yang mau dijelaskan atau difahami dari kejadian beberapa hari yang lalu.

Tapi, dia pun tidak mau terjebak dalam situasi seperti ini untuk waktu yang lama.

"Kamu bener aku sama Asya memang putus secara baik-baik. Selama pacaran juga aku sama dia jarang bertengkar, jadi bener yang kamu bilang kalau sama dia aku banyak kenangan indahnya, tapi Laura perasaan yang aku punya untuk dia beneran udah enggak ada.."

Bryan menatap Laura dengan putus asa. Tidak tau lagi harus melakukan apa agar hubungan mereka membaik.

"Kemarin waktu lihat dia kebingungan tujuan aku cuman mau tolong dia karena keadaan memang udah malam, tapi waktu dia bilang anaknya ulang tahun aku jadi berpikir untuk kasih Bella sedikit hadiah makanya aku pergi ke toko mainan. Setelah mengantar Asya pulang aku sadar kalau apa yang aku lakuin salah dan karena itu aku enggak kepikiran apapun selain mau cepat pulang. Aku sampai lupa belikan apa yang kamu mau karena saat itu aku benar-benar cuman mau cepet pulang karena ngerasa apa yang aku lakuin tadi salah...."

Bryan menahan nafasnya sejenak.

"Aku salah. Harusnya meskipun aku memang enggak bisa lihat orang lain kesulitan atau meskipun aku suka sama anak-anak aku enggak ngelakuin itu. Harusnya aku lebih memikirkan perasaan kamu." Bryan mengatakannya dengan penuh rasa bersalah.

Apa yang dia lakukan hari itu memang keterlaluan. Apalagi dalam keadaan Laura yang tengah mengandung anaknya.

"Bryan kalau misalkan yang ngelakuin itu aku gimana? Kalau misalkan aku yang lagi kesulitan terus Raka bantuin aku kamu bakal marah enggak?" tanya Laura tiba-tiba.

Move On Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang