Deg, deg, deg!
Bunyi detak jantung terus menghiasi indra pendengaran Chou Tzuyu. Diiringi dengan bunyi denting jam, kedua suara itu seolah membentuk irama di telinga sang empu.
Sudah 1 jam berlalu. Dan yang dilakukan oleh si gadis berperawakan jangkung itu hanyalah berbaring di kasur seraya menatap langit-langit putih kamarnya.
Siang nanti dirinya akan menjadi sibuk sekali. Di jam makan siang, ia akan menemani mamanya menemui rekan-rekan bisnisnya. Kemudian dilanjut mencari gaun yang akan dikenakan di acara makan malam bersama keluarga besarnya.
Dari pukul 3 sore hingga 4 sore Tzuyu akan berlatih memanah untuk kompetisi panahan yang akan segera dilaksanakan sekolahnya. Lalu, menghadiri kelas minum teh. Sebelum istirahat dan bersiap-siap pergi ke acara makan malam bersama keluarganya. Jangan lupakan, ia pun perlu menampilkan sebuah lagu menggunakan keahlian pianonya.
Selalu saja seperti ini. Dari hari Senin hingga akhir pekan, jadwalnya selalu padat. Entah itu karena jadwal lesnya, atau kegiatan-kegiatan kelas atas lainnya. Tzuyu kadang-kadang berharap ia bisa menjadi bagian keluarga dari Kim Dahyun atau pun Son Chaeyoung. Maka, ia tak perlu menghadiri jadwal-jadwal membosankan miliknya. Kecuali jadwal memanah tentu saja.
Tiba-tiba saja, dua manik mata indah Tzuyu menangkap beberapa foto yang ditempel di dinding kamarnya. Foto-foto itu berisikan dirinya dan kakak kelasnya. Siapa lagi jika bukan Park Jihyo. Gadis yang akhir-akhir ini mengusik pikirannya.
Si pemilik lesung pipi terkekeh pelan. Dihampirinya kumpulan foto-foto tersebut. Satu pertanyaan langsung muncul di benaknya. Apa, ya, yang sedang dilakukan Kak Jihyo di akhir pekan ini?
Kriingg!
Ponselnya berdering. Semula, ia merasa malas untuk mengangkat telepon itu. Namun, semua itu langsung sirna saat ia melihat nama sang penelepon. Kak Jihyo.
Lagi-lagi sengatan yang diakibatkan panah tak kasat mata, menyerangnya. Gugup bercampur senang menghinggapinya. Itu bukan panggilan video, tapi tetap saja Tzuyu merapikan sedikit penampilannya.
"Halo?" Sapa Tzuyu begitu menerima panggilan suara tersebut.
"Halo, Chou Tzuyu. Kuharap aku tidak mengganggu waktu liburmu," balas suara di seberang sana.
"Tidak, kok! Aku justru senang kakak menelepon. Uhm, ada apa?" ucap Tzuyu dengan intonasi yang cepat. Terdengar suara kekehan pelan dari Jihyo. Mungkin, merasa lucu atas intonasi suara milik adik kelasnya.
"Baguslah kalau begitu. Er, aku hanya ingin memberitahumu. Kalau penampilan band milikku rupanya diselenggarakan di acara penyambutan kompetisi memanah sekolah kita. Kemarin malam Sana memberitahukan hal ini. Jadi, aku pikir, kenapa tidak memberitahukanmu juga soal hal tersebut," jelas Jihyo.
"Ah, begitu, ya. Syukurlah. Jadi kita berdua bisa sama-sama menyaksikan penampilan masing-masing, benar, kan?"
"Benar."
Suasana sunyi tiba-tiba datang ke permukaan. Tzuyu maupun Jihyo sama-sama diam. Ada banyak hal yang bisa dilontarkan oleh Tzuyu. Namun, lidahnya rasanya kelu untuk sekadar mengucapkan sepatah-dua patah kata. Rasa gugup benar-benar menggerogotinya sekarang!
Suara kekehan pelan lagi-lagi terdengar dari seberang sana. "Maaf, ya... aku meneleponmu hanya karena hal tersebut. Tapi, aku sendiri merasa lebih senang memberitahukanmu melalui panggilan telepon dibanding pesan teks," ujar Jihyo merasa bersalah.
"Bukan masalah!" Tzuyu kembali merespon dengan cepat.
"Er, apa kakak sibuk?" tanya Tzuyu. Sedari tadi, pertanyaan itulah yang ingin sekali ia lemparkan kepada kakak kelasnya. Sambil menunggu jawaban, Tzuyu berjalan menghampiri kursi meja belajarnya dan duduk di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝚂𝚑𝚘𝚝 𝚃𝚑𝚛𝚞 𝚃𝚑𝚎 𝙷𝚎𝚊𝚛𝚝 || 𝙹𝚒𝚃𝚣𝚞
Fanfiction[ᴘᴇɴᴀʜᴀɴᴀɴ ᴜᴘᴅᴀᴛᴇ ᴜɴᴛᴜᴋ ᴘʀᴏsᴇs ʀᴇᴠɪsɪ] ᴄʜᴏᴜ ᴛᴢᴜʏᴜ ᴀᴅᴀʟᴀʜ ᴋᴜᴄɪ ᴇᴍᴀs ᴅᴀʀɪ sᴇɢᴀʟᴀ ᴋᴇᴍᴇɴᴀɴɢᴀɴ ᴘᴇʀᴛᴀɴᴅɪɴɢᴀɴ ʏᴀɴɢ ᴋʟᴜʙ ᴍᴇᴍᴀɴᴀʜɴʏᴀ ɪᴋᴜᴛɪ. sᴜᴀᴛᴜ ʜᴀʀɪ, ᴋᴀʟᴀ ᴄʜᴏᴜ ᴛᴢᴜʏᴜ ᴛᴇɴɢᴀʜ ᴀsʏɪᴋ ғᴏᴋᴜs ʙᴇʀᴋᴜᴛᴀᴛ ᴅᴇɴɢᴀɴ ʙᴜsᴜʀ ᴅᴀɴ ᴀɴᴀᴋ ᴘᴀɴᴀʜɴʏᴀ, ᴀᴛᴇɴsɪɴʏᴀ ᴅɪʀᴇʙᴜᴛ sᴇᴘᴇɴᴜʜɴʏᴀ ᴏ...