BAB 4

179 5 0
                                    

Raka

Sejak tadi aku terus memikirkan Nayla. Jujur saja aku takut Nayla diganggu lagi sama laki-laki berwajah playboy tadi. Aku sangat, sangat, sangat tidak menyukainya, baik gayanya yang sok keren, wajahnya yang sok tampan, cara jalannya yang sok berwibawa, atau apapun itu. Apalagi kata-katanya tadi selagi janur kuning belum melengkung semuanya masih bisa terjadi. Apa itu maksudnya? Laki-laki itu sungguh membuatku marah.

Satu hal yang membuat amarahku berkurang, saat aku mengatakan Nayla pacarku, Nayla tidak terganggu sama sekali, malah wajahnya terlihat lega karena sudah diselamatkan dari playboy itu.

"Raka, lagi melamunin Mawar ya?"

Aku mengangkat kepalaku dengan malas. Astaga, aku bergidik ngeri melihat pose mbak Mawar, duduk diujung mejaku sambil menyilangkan kakinya dengan tatapan  menggoda kearahku. Sumpah aku tidak tertarik sekali memandang pahanya yang sengaja dipertontonkan di depanku. Maaf, bukannya sok suci, tapi seleraku tidak seperti ini. Tahukan maksudku?

Lenyaplah dari hadapanku!

Tidak ada gunanya disini, lebih baik  kabur. Aku menatap mbak Mawar dengan senyum manis sesaat, lalu berdiri sambil mengusap perut " ke toilet dulu ya mbak," kataku sambil memasang wajah kebelet. Sebenarnya tidak suka berbohong, kecuali kondisi mendesak seperti ini.

Mbak Mawar menatapku dengan kecewa, bibirnya mengerucut, "Tapi..."

"Mbak mau ikut? Nggak kan?" Potongku dengan cepat, mendengar pertanyaanku mbak Mawar langsung terkekeh geli. Apa yang lucu?

"Itu kode kan supaya Mawar ikut Raka?" Tanya mbak Mawar sambil berdiri mensejajarkan tubuhnya denganku dengan jarak yang sangat dekat. Tangannya menyelipkan beberapa helai rambut kebalik telinganya sambil menggerakan kepala dengan pelan, lalu menoleh kearahku dengan tatapan menggoda yang sukses membuatku bergidik lagi. "Kita mau..."

"Bye," ucapku dengan cepat, lalu berlari tanpa menghiraukan panggilan mbak Mawar.

Ini sungguh memalukan, ini sungguh menyebalkan, dan ini sungguh menjijikkan. Bagaimana bisa Adraka Drian Wijaya terus menerus digoda oleh tante-tante? Jadi tontonan gratis lagi. Lihat saja rekan kerjaku yang lain menatapku sambil terkekeh geli.

Aku menoleh kebelakang takut mbak Mawar nekat menyusulku. Aku menghembuskan napas lega, akhirnya bisa terbebas juga dari mbak Mawar yang super maniak brondong itu.

Aku tidak habis pikir kenapa harus  aku yang jadi korban, padahal masih banyak laki-laki lain di kantor ini. Laki-laki single, tampan, dan muda. Aku mengusap wajahku dengan frustasi, sungguh tidak terima dengan kenyataan pahit ini.

Saat melewati kantin aku melihat Bono sedang asyik makan disana. Aku segera berjalan ke arahnya, daripada  nongkrong di toilet lebih baik nongkrong di kantin bersama Bono.

"Bono," panggilku dengan suara keras.

Bono yang sedang mengunyah langsung menoleh kearahku, "kerjaan kamu sudah kelar?" tanya Bono setelah menelan makanannya.

Aku mengangguk kearah Bono, lalu memesan kopi.

"Gimana hubungan kamu sama Nayla?" tanya Bono dari tempat duduknya. Aku mendelik mendengar pertanyaannya, sedikit terkejut karena belum  mengarang jawaban untuk pertanyaan seperti itu.

Aku menghampiri meja Bono dan duduk disebelahnya, setelah segelas kopi panas berada ditanganku. Kayaknya aku harus jujur sama Bono.

Aku menarik napas, lalu menghembuskannya perlahan, "sebenarnya Nayla itu bukan pacarku, tapi aku sudah lama suka sama dia." Jawabku dan sukses membuat Bono menganga lebar.

Cinta PertamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang