Little Meredith and Papa Soul
"Amarah bukanlah suatu penyelesaian masalah."
~☾☼~
Lima tahun sejak kejadian itu, Anahita perlahan melupakan semua kesedihannya. Meredith tumbuh menjadi anak perempuan yang ceria. Anahita membesarkannya, merawatnya, selalu mengajarinya tentang kesabaran.
Meski masih berusia sepuluh tahun, Meredith seringkali marah-marah karena masalah sepele. Di hutan itu dia berteman dengan para hewan seperti burung merpati dan harimau. Saat harimau itu berlari lambat ketika mengejar seekor burung gagak, Meredith memarahi si harimau. Sudah terlanjur burung gagak itu terbang jauh dari pandangan.
Anahita tertawa melihat putrinya yang marah-marah. Harimau itu dibuat terduduk di tempat, sembari mendengus kasar, terlihat masa bodoh. Memangnya ada harimau yang mengejar burung gagak, heh? Mungkin begitu maksud dengusan harimau.
Saat itu juga, kedatangan seseorang mengejutkan Anahita yang duduk santai di tepi sungai. Wajah yang tak asing lagi, tetapi sedikit berbeda dari lima tahun lalu.
Marco datang mengunjungi Anahita karena dia termasuk bagian dari Klan Murphy. Kemudian Marco menyapa Meredith dengan riang. Untuk sesaat, Meredith tidak mengenal atau lebih tepatnya lupa siapa itu Marco.
Setelah mengobrol dengan Marco, Meredith bisa mengingat siapa pria itu, yang tak lain adalah kakaknya. Orang yang pernah mengajaknya bermain lari-larian di lembah waktu itu.
Kemudian Marco membungkuk—memberi hormat kepada Anahita. "Maaf, Ibu Anahita. Aku tidak mengunjungi Ibu selama lima tahun ini."
Anahita tersenyum, menggeleng pelan. "Kamu sudah dewasa sekali, Nak."
Marco mengangguk. Kemudian Marco mengeluarkan sesuatu dari karung—sebuah guci kecil. Marco memberikan guci itu kepada Anahita. "Di dalam guci ini, ada abu Ayahanda..."
Seketika bbir Anahita bergetar pelan. Kedua tangannya pun menerima guci itu. Lantas setetes air matanya jatuh.
Kamu kembali ke tempat semula, Yang Mulia. Tubuhmu dilahap api, tetapi boleh jadi wajahmu tersenyum saat itu... Karena api bukanlah musuhmu. Api adalah jati dirimu. Anahita membatin
"Kenapa kamu memberikannya kepadaku, Nak?" Anahita bertanya, seraya mendekap guci itu.
"Karena Ibu Anahita yang paling dekat dengan Ayahanda. Ayahanda juga memberiku perintah terakhir untuk memberikan abunya kepada istri tercintanya... yaitu Ibu Anahita. Soal eksekusi Raja Ian II, sebenarnya itu atas keputusan ketiga istrinya di istana. Termasuk ibu kandungku," ungkap Marco, kemudian dia mengusap ujung matanya.
Anahita menepuk pelan pundak Marco. Untuk sesaat, Anahita melihat kilas balik Marco selama lima tahun terakhir. Di penglihatannya itu, Marco selalu murung di istana. Bahkan saat dipasangkan mahkota di hari penobatannya lima tahun lalu, wajah Marco sembab dan lusuh. Raja Nebbia seperti boneka para menteri. Pun saat Marco menikah, dia sama sekali tidak mengulas senyumnya. Satu pun Marco tidak berani menyuarakan pendapatnya kepada para menteri dan ibu kandungnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SORROW [Vol. 1]
FantasySemakin besar kekuatan, semakin besar pula risikonya. Hutan berkabut Omichlis membawa perubahan besar dalam hidup Eric, seorang Raja Nebbia yang pesimis akan takhtanya sendiri. Omichlis adalah tempat di mana Eric menemukan berbagai macam sifat seseo...