EPILOG

674 67 34
                                    

"Kita gak bisa terus lari dari kesalahan. Ada saatnya lo harus bertanggung jawab atas apa yang udah lo perbuat. Lelaki sejati gak pernah ngehindar dari masalah."

- Abyan Yanuar Alexander -

***

Hari di mana Arion dan Abyan akan melakukan penembakan, seseorang merasakan pusing di kepalanya. Dia terbangun dari tidur yang panjang, serta tubuhnya terasa lemas.

"Aw," ringis seseorang itu karena merasakan tubuhnya yang seperti remuk.

"Eh? Udah sadar? Jangan banyak gerak dulu, Den. Sebentar," ucap seseorang yang lain, seorang pria tua yang sedari tadi duduk tak jauh dari sana.

Bapak tua itu mengambilkan minum untuk si lelaki yang baru bangun dari tidurnya yang panjang itu. Setelah mengambilkan minum, si bapak segera menyerahkannya dan membantu si lelaki untuk duduk di tepi kasur karena memang si lelaki yang ingin bangun.

"Pelan-pelan minumnya, Den," kata si bapak tersebut ketika lelaki yang baru saja sadar itu meminum air pemberiannya.

Setelah selesai, barulah si lelaki menyerahkan gelas itu ke si bapak dan bertanya, "Saya di mana, Pak? Dan ... bapak siapa?"

"Kamu di rumah saya, Den. Maaf, ya, rumah saya gubuk. Nama saya Cipto, Aden bisa panggil saya Pak Cipto. Oh, iya, Den. Nama Aden siapa? Dan, kenapa Aden bisa hanyut di sungai?"

"Saya? Hanyut?"

"Iya. Saya nemuin Aden di tepi sungai kemarin. Tapi saya rasa Aden gak lupa ingatan, 'kan? Soalnya saya gak nemuin luka benturan di kepala Aden," jelas Pak Cipto selaku penolong lelaki itu.

Irham menggelengkan kepala. "Saya Irham. Saya gak lupa ingatan, kok. Tapi, saya heran aja kenapa saya bisa ada di sini. Saya kira ... saya udah mati," ucap lelaki yang mengenalkan dirinya sebagai Irham kepada Pak Cipto. "Emm, sebelumnya terima kasih banyak, ya, Pak? Udah nolong saya."

"Sama-sama. Jadi, kenapa Den Irham bisa hanyut di sungai? Aden main di sungai?"

"Nggak, Pak. Saya jatuh dari jurang. Habis itu saya pingsan dan gak tahu lagi apa yang terjadi sampai saya ngira kalau saya udah gak di dunia lagi," jelas Irham.

Pak Cipto hanya mengangguk-angguk mengerti. Dia paham, karena sungai tersebut memang berada tidak jauh dari jurang yang cukup curam. Bahkan pohon di atas jalan itu kalau terjadi badai suka jatuh ke jurang tersebut, dan kebetulan Pak Cipto tinggal tidak jauh dari sungai.

Yang jelas, cukup jauh dari vila milik Abyan karena vila milik lelaki itu berada di pertengahan atau bisa dikatakan permukaan datar, sedangkan si bapak berada di kaki puncak. Jadi, di daerah yang tengah Irham tempati sekarang adalah kaki puncak.

"Tapi ada luka parah gak, Den? Siapa tahu punggung Den Irham sakit? Soalnya saya gak bisa lihat luka Aden detail ke semua tubuh Aden karena takutnya lancang. Jadi saya cuma bersihin luka Den Irham yang ada di area muka, tangan, dan kaki aja. Dan itu pun luka lebam di muka Den Irham belum bisa hilang."

"Gak ada, kok, Pak. Gak ada yang luka. Tapi, badan saya kerasa agak remuk aja dikit."

"Alhamdulillah kalau begitu."

Irham mengangguk. Kemudian, dia memanggil, "Pak?"

"Iya, Den?"

"Bapak tahu vila yang ada di dekat sini, 'kan?" tanya Irham, karena dia yakin bahwa gubuk Pak Cipto pastinya tidak jauh-jauh dari area puncak.

"Oh, vila yang tingkatannya tinggi-tinggi itu? Yang ada 13 vila kalo gak salah. Biasanya disewa sama anak-anak liburan."

"Iya, yang itu."

13 ANAK REMAJATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang