Bahan makanan telah memenuhi meja, uap yang menguar dari balik pot berisi kuah pun tercium dan juga terlihat menggugah selera. Potongan daging segar bercampur dengan beragam jenis sayuran, sangat cocok untuk dinikmati di hari yang bercuaca mendung dan juga sedikit dingin ini. Tak mengherankan apabila restoran bergaya tradisional tiongkok ini hampir di setiap meja yang ada telah dipenuhi pelanggan. Baik itu ditemani kolega ataupun keluarga yang sedang bercengkerama ria.
Namun, pada sudut ruangan yang ada, justru terlihat keberadaan dari tiga orang sedang berdiam diri. Mulut dan tangan sibuk mengambil ataupun mengunyah pelan, nikmati rasa sedikit pedas dan berminyak memenuhi mulut.
Katakan saja pertemuan singkat dengan hakim muda bernama Dao Yang tadi penyebabnya. Kala ingin bertanya mengenai akhir dari pertemuan itu sekalipun, ia yang merupakan teman terdekat saja tidak berani bertanya langsung. Malah dibuat bertukar pandang dengan Ding Xiang yang jelas saja tidak tahu harus bagaimana menghadapi Manajer Weiyin yang sedikit tertunduk ini.
Beruntung saja suatu kecelakaan kecil di bagian dapur terjadi, dapati seorang pelayan tak sengaja menjatuhkan tempat sendok untuk kemudian meminta maaf kepada semua pelanggan atas ketidaknyamanan yang ada. Setidaknya dengan kejadian kecil ini, Manajer Weiyin yang tertunduk akhirnya mengangkat wajah. Yang mana dijadikan Ren Cheng sebagai kesempatan untuk berucap, "Makanlah dulu yang benar, untuk urusan nanti pikirkan nanti setelah makan. Jangan sakiti tubuhmu hanya dikarenakan masalah Xiao Lan."
"Xiao Lan ... apa mungkin menurut kalian bukan Xiao Lan pelakunya?" tanya Xu Wei meragu, diminumnya seteguk teh untuk menenangkan diri lebih lagi sebelum akhirnya lanjut berucap, "Aku bersedia bekerja sama dengan Dao Yang, karena itu ... selain kalian berdua, aku tidak lagi bisa percaya dengan siapa pun di Weiyin."
"Dao Yang adalah orang yang patut untuk dipercayai, pengalaman yang dimiliki dalam hal-hal menangkap pelaku tidaklah bisa dibandingkan dengan kita yang hanya bisa bersikap curiga saja. Maka dari itu ..." Ren Cheng mengangkat cangkir tehnya, diarahkan kepada Xu Wei untuk mengajak bersulang. "aku sungguh lega sekarang kau akhirnya menerima ajakan kerja sama Dao Yang ini."
Xu Wei yang tersenyum tentu menerima ajakan bersulang ini, dan sekarang ia yakin apabila keputusannya dengan bekerja sama dengan Dao Yang memanglah keputusan paling tepat dan benar. Hanya saja, Xu Wei tidak tahu akan bagaimana reaksi ayahnya kelak begitu tahu perihal ini. Tidak apa jika hanya marah-marah, tapi akan bagaimana jika tidak sempat marah dikarenakan kesehatan runtuh duluan? Dan Xu Wei, dengan sangat meminta pada Ren Cheng untuk membantunya menjelaskan kepada sang ayah nanti.
Serta merta Ren Cheng mengangguk menyetujui, termasuk pula berucap, "Kau adalah putrinya, tapi bagaimana bisa kau tidak paham? Dari semenjak Xiao Lan tertangkap, itu jelas saja kau telah diberikan kepercayaan penuh oleh Paman Xu." Bisa dikatakan, urusan pembuatan ulang dan pemasaran wewangian ini adalah babak akhir perjalanan Xu Wei sebagai seorang Manajer. Begitu semua terurus dengan benar nanti, kenaikan jabatan sebagai direktur Weiyin pun tidak lagi terhindarkan. "Mungkinkah sekarang aku harus mulai memanggilmu dengan sebutan ...."
"Tidak perlu!" cegah Xu Wei menghentikan, akan sangat begitu menggelikan apabila kata 'Direktur Xu' keluar dari mulut Ren Cheng yang memang betul memasang wajah penuh ejekan sekarang. "Melihat dirimu yang tak serius ini hanya akan membuat jabatan itu tidaklah berarti apa-apa."
Sama sekali Ren Cheng tak merasa tersinggung, dan malah dialihkannya pandangan kepada Ding Xiang yang duduk di sampingnya untuk kemudian berucap, "Lihatlah atasanmu ini, begitulah galak di saat temannya sedang memberikan dukungan." Yang bahkan Ren Cheng berdecak-decak, seakan tak menyangka ia bisa dan mampulah berteman selama ini dengan Xu Wei.
Pun sebelum Ding Xiang mampu membalas, dilihatnya Xu Wei siap menyumpalkan sayuran hijau yang belum matang ke dalam mulut Ren Cheng. Tentu Ren Cheng seketika mengelak, bahkan membangunkan diri dari duduk hanya untuk kemudian beradu mulut layaknya anak kecil sedang bertengkar. Lantas bagaimana bisa Ding Xiang tak tertawa, bukan? Sungguh tak menyangka apabila dua orang yang berargumen tak mau kalah ini adalah atasannya.
Namun, begitu mereka duduk kembali. Xu Wei tak segan-segan kembali memasang mode penuh keseriusan, dan hal itu serta merta diikuti oleh Ren Cheng yang tahu akan hal apa yang siap untuk dibahas, atau bahkan yang ingin dikompromikan Xu Wei hingga terasa seakan ramainya kehadiran orang lain di restoran ini semacam kosong sudah menyisakan mereka bertiga saja.
Katakan saja untuk menyusun rencana dalam menangkap si pelaku yang bersembunyi, dan Dao Yang rupanya telah membahas garis besarnya kepada Xu Wei dipertemuan singkat tadi di pabrik. Dan sekarang Xu Wei perlu menjelaskan akan seperti apa rencana tersebut dalam versinya yang lebih panjang, dan pastinya membutuhkan bantuan Ren Cheng dan juga Ding Xiang untuk ikut serta. Kembali pula Xu Wei tegaskan, terutama pada Ding Xiang untuk tidak boleh membicarakan perihal ini kepada siapa pun, termasuk teman atau rekan kerja terdekat sekalipun tidaklah boleh.
Lantas, apa yang bisa Ding Xiang lakukan selain menyetujui, bukan? Memberikan anggukan sembari hati merasa tak enak, teruntuk teman dari rekan kerjanya yang selama ini sering membantunya itu. Yang tidak bisa Ding Xiang ucapkan sekarang lewat mulutnya pun diucapkan sudah di dalam hati, baik meminta maaf ataupun sekadar menyebutkan nama temannya itu untuk mengurangi rasa bersalah.
*****
Apa yang tersaji di meja tak lagi sebanyak sebelumnya, beberapa piring kosong pun telah diangkat oleh pelayan. Teh yang tersaji, baik dalam teko ataupun yang ada dalam cangkir tak lagi menguarkan uap. Yang mana seketika itu pula ditukarkan oleh pelayan dengan yang baru, dan mungkin saja jenis teh yang ada tak lagi sama. Berkat Ren Cheng yang memesan untuk digantikan, merasa jenis teh bunga akan lebih baik dalam merilekskan pikiran ketimbang teh sebelumnya yang merupakan teh hijau.
Sementara di luar sana, bisa dilihat dengan jelas melalui kaca jendela yang ada jikalau hujan telah mengguyur kota dan sekaligus mengusir para pedagang jalanan yang setelahnya sepikan aktivitas di luar sana. Pun perhatian Xu Wei akhirnya kembali tertuju pada Ren Cheng, dan tidak terlihat pula akan keberadaan Ding Xiang di sekitar.
"Kau ...." ucap Xu Wei memulai pembicaraan setelah beberapa saat lalu selesai membahas mengenai si pelaku Weiyin. Hanya saja, raut wajah yang dihadirkan Xu Wei sedikit meragu, dan bahkan beberapa kali akan mengedarkan pandangan ke sekitar semacam memastikan lebih jauh lagi apabila ucapan yang hendak diucapkan ini janganlah sampai terdengar oleh seorang tertentu. Tidak heran apabila Ren Cheng sampai dibuat mengucapkan, "Apa yang sedang kau lakukan?" Seraya dibuat ikut pula edarkan pandangan ke sekitar, terutama arah dari bagian belakang restoran yang terdapat tulisan toilet.
Begitu Xu Wei akhirnya merasa aman, barulah ia mengatakan beberapa kata yang mana kata tersebut hanyalah berupa nama dari dua orang saja, yaitu Ren Cheng, pria yang duduk dihadapannya ini, dengan Ding Xiang yang diketahui masih di toilet. Meskipun setelahnya Xu Wei terdiam, atau lebih tepatnya tak ingin berucap lebih jauh lagi dikarenakan dari reaksi Ren Cheng sekalipun ia telah menebak apabila pria ini telah paham arah pembicaraan akan mengarah ke mana. Apalagi saat di mana Xu Wei menambahkan, "Di pabrik kulihat kau memegang tangannya."
Segala hal pun menjadi jelas bagi Ren Cheng, sampai pria ini palingkan sudah pandangan ke luar jendela. "Aku tahu batasanku, dan semua tidak seperti apa yang kau kira."
"Aku tidak pernah melarangmu untuk tidak memiliki hubungan apa-apa dengan Ding Xiang, karena aku adalah temanmu bukan seseorang yang mengharapkan ingin bersamamu," ucap Xu Wei, menjelaskan. Biar kata sebenarnya tidak perlu sampai sejauh ini. "Ding Xiang gadis itu, aku akan sangat senang dan merestui hubungan kalian. Namun, hubungan itu tidak seharusnya dinodai oleh suatu permainan ataupun sandiwara, melainkan harus ketulusan sepenuhnya."
"Katakan saja intinya, tidak perlu kau berbelit-belit begini."
"Jika kau ada rasa, bahkan jika itu hanya secuil saja pada Ding Xiang ... kuharapkan yang terbaik untukmu, dan akan sangat mendukung. Akan tetapi, jika sekiranya kau tidak memiliki perasaan apa-apa padanya, mohon kau jangan berikan harapan dan selalu jaga batasan agar dia tak salah paham atas kebaikan dan perhatianmu ini. Terutama berhentilah mempergunakannya untuk pertunjukanmu di depan Jia Hou dan Yun Bei, mau sampai kapan pula kau terus-terusan memainkan pertunjukan di saat Jia Hou sendiri kemungkinan besar telah sadar."
"Aku tahu kapan harus berhenti, jadi kau tidak perlu khawatir akan hal itu." Yang sebenarnya ia sendiri tidaklah tahu kapan harus berhenti, tapi Ren Cheng tidak akan menunjukkan adanya ketidaktahuan itu. Terlebih untuk membuat Xu Wei jangan menggali lebih jauh lagi, Ren Cheng dengan sangat menarik batas obrolan dengan kemudian berucap, "Kau sendiri bagaimana dengan Dao Yang? Apakah rasa sukamu padanya hilang sudah hanya dikarenakan Xiao Lan?"
Tentu Xu Wei tidaklah bodoh untuk paham atas pengalihan topik ini, tapi daripada melihat Ren Cheng marah dan kesal, mungkin memang lebih baik menuruti saja arah obrolannya. Karena Xu Wei tahu dengan baik, bagaimana jeleknya perangai Ren Cheng begitu kemarahan meledak. Semacam Ren Cheng bukanlah Ren Cheng yang dikenal, akan tidak baik apabila hal tersebut dilihat oleh banyak pasang mata. Karena itulah, Xu Wei yang tadinya tidak ada minat untuk menambah teh ke dalam cangkir kosongnya mau tak mau mulai menuangkan hingga penuh sembari berucap, "Aku hanya kesal pada Dao Yang, dan kesal bukan berarti rasa sukaku hilang. Lagian bagaimana mungkin aku tidak kesal, setiap kali Dao Yang selalu membela Xiao Lan. Di saat dia tahu aku sangatlah tak menyukai si biang onar itu."
"Yang kulihat kau bukanlah kesal, melainkan cemburu," balas cepat Ren Cheng dengan nada mengejek, tapi di balik senyuman yang terpancar dapat dilihat akan bagaimana ia sedikit lega atas penerimaan Xu Wei dalam mengubah topik pembicaraan. Yang mana jadikan Ren Cheng tak ingin pula terlalu mengejek, atau Xu Wei akan kembali ke topik sebelumnya yang sangat tidak ingin dibahas kembali. "Apa kau ingin kubantu? Mungkin memesan restoran mewah yang bersifat pribadi akan menjadi pilihan terbaik di kencan pertama kalian."
Tak serta merta Xu Wei menjawab, ia malah teringat akan bagaimana Dao Yang memiliki satu utang yang berlum tertepati, yaitu mentraktirnya makan. Tepatnya traktiran makan yang sangat Xu Wei inginkan sebagai kencan pertama mereka, tapi karena banyak hal yang terjadi, Xu Wei hampir saja melupakan hal tersebut. Pun dalam hati Xu Wei hanya bisa mempertanyakan, apakah harus menerima bantuan Ren Cheng ini? Mengingat Ren Cheng memang cukup handal dalam memilih dan mengubah suasana restoran mewah sebagaimana kencan romantis.
Hanya saja, ingatan akan bagaimana Xu Wei yang kesal pada Dao Yang, dan bahkan sampai sekarang rasa kesal itu masihlah belum hilang sepenuhnya, berakhir jadikan Xu Wei hilangkan dan menolak tawaran Ren Cheng melalui satu gelengan belaka. "Kurasa aku masih butuh waktu akan hal itu. Nanti saja, apabila kubutuhkan pasti akan meminta bantuanmu."
Ren Cheng tak menjawab ataupun mengangguk menyetujui, tapi melalu sorot pandangan yang tertuju terus-terusan pada Xu Wei, telah cukup setidaknya bagi wanita ini tahu apa respons balik Ren Cheng. Jadikan suara dentingan dari pertemuan dua cangkir teh sebagai pengesahan, dan senyuman dari keduanya sebagai cap resmi sebelum akhirnya Ren Cheng mengusap pergi noda sisa makanan dari sudut mulut Xu Wei yang kembali menghabiskan sisa makanan di mangkuk.
Dengan lembut, dan dengan penuh kehati-hatian, Ren Cheng lakukan sampai siapa pun di sekitar yang memerhatikan bisa saja curiga akan hubungan murni persahabatan mereka ini. Salah satu pemerhati tak lain adalah ia yang baru saja selesai dari toilet, siap untuk kembali menuju meja bergabung dengan dua atasannya.
Namun, menyaksikan bagaimana kedekatan di antara dua atasannya, bagaimana bisa ia tetap melaju untuk bergabung, bukan? Mana tahu ia siap sudah untuk berbalik menjauh. Akan tetapi, entah kenapa seakan sepasang tungkainya sulit untuk digerakkan, dan dengan lambat ia mulai merasakan ada rasa yang aneh menjalar dan memenuhi dadanya yang berdebar. Terasa nyeri dan kemudian sakit bahkan sedikit sesak. Tanpa diminta sekalipun, ia mulai merasa tak suka terhadap kedekatan di antara kedua atasannya itu.
Keinginan untuk berbalik pergi diurungkan, dan dengan langkah sedikit dipercepat, ia kembali menempati kursinya tepat di sebelah Ren Cheng. Bertindak seakan semua baik-baik saja, padahal jauh di dalam hati ia terus mempertanyakan akan jenis perasaan dan sikap macam apa yang barusan merasukinya? Terasa semacam air mata pun siap untuk hadir.
Apa aku baru saja cemburu?Yang segera ditepiskan oleh Ding Xiang melalui gelengan demi gelengan atas apa yang barusan diucapkan hatinya.