PENGGALAN 49

1.3K 81 1
                                    

Arthur bergegas memasuki istana pangeran, langkahnya amat terburu-buru hingga hampir saja tersandung saat menaiki anak tangga menuju kamarnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Arthur bergegas memasuki istana pangeran, langkahnya amat terburu-buru hingga hampir saja tersandung saat menaiki anak tangga menuju kamarnya.

"Apa yang terjadi?" Tanya Arthur begitu memasuki kamar.

Ada Aseelaia, Mexion, dan Eva di dalam kamar tersebut. Eva terlihat sedang menangis di sudut ranjang yang ditempati Grellia. Wanita itu sedang tak sadarkan diri namun secara fisik keadaannya baik-baik saja.

"Salam yang mulia," mereka bertiga langsung bangkit dan membungkuk memberi salam hormat.

"Apa yang terjadi padanya?" Tanya Arthur lagi. Kali ini tatapannya semakin tajam seakan memperingati mereka.

Aseelaia maju beberapa langkah. "Saya akan menceritakan semuanya yang mulia, tapi saya harap tidak di ruangan ini." Ujar wanita itu dengan penuh kesopanan.

"Apa maksudmu, Aseelaia?"

"Jika Putri sadar dan kita sedang membahas hal ini maka beliau pasti akan mengalami kerusakan mental lagi. Jadi saya harap anda mau mendengarkan saran saya kali ini." Kata Aseelaia masih dengan perkataan penuh artinya.

Arthur diam menatap lekat, "baiklah kita akan ke ruangan sebelah." Ujar Arthur, ia langsung berbalik badan menuju ruangan sebelah.

Mexion meminta agar Eva menjaga Grellia selama di kamar dan menyuruh seseorang untuk mengantarkan kudapan untuk mereka bertiga ke ruangan sebelah. Eva mengangguk dan akan meminta bantuan Jena mengantarkan kudapan untuk mereka.

Arthur, Aseelaia, dan Mexion memasuki ruangan sebelah kamar Grellia. Suasana sangat mencekam hingga membuat Aseelaia sedikit gugup dari biasanya. Perasaan Arthur saat ini jelas tidak dalam keadaan baik, menilik wajahnya yang terlihat sedang marah. Meraka duduk di sofa. Mexion dan Aseelaia di sisi kiri sedangkan Arthur di hadapan mereka.

"Jadi, apa sebenarnya terjadi?" Tanya Arthur, ia sama sekali takkan bersabar kali ini.

Aseelaia mengangguk. "Saya akan jelaskan semuanya. Semua yang dikatakan oleh wanita bernama Chloe di menara Marquiss Gracia tadi." Ujarnya sambil memperbaiki posisi duduknya.

Aseelaia mulai bercerita. Semua hal yang ia dengar dari Chloe disampaikan kepada Arthur dan Mexion. Mereka dengan saksama mendengarkan penjelasan Aseelaia yang jelas-jelas membuat mereka kaget. Kenyataan bahwa anak laki-laki Marquiss Gracia sebelumnya ternyata masih hidup keduanya hingga dewasa. Arthur sempat kaget lagi begitu mengetahui kenyataan tentang orang tua kandung Grellia. Wanita malang yang kehilangan kedua orang tua kandungnya dan di bunuh oleh orang tua angkatnya.

"Jadi Marquiss Gracia sekarang adalah anak kedua Marquiss Gracia sebelumnya?" Tanya Mexion begitu selesai Aseelaia menjelaskan.

Wanita itu mengangguk, "begitulah menurut Chloe, dan wanita itu. Dia terkena sihir bayangan di rantai yang mengikatnya jadi dia takkan bisa bebas dari menara tersebut." Ucap Aseelaia dengan nada lebih rendah.

          

"Sihir bayangan ya? Memang itu adalah sihir yang sangat merepotkan." Mexion berkomentar sambil mengusap jenggot putihnya.

"Lalu? Kenapa Grellia sampai seperti itu?" Tanya Arthur masih tak puas dengan penjelasan Aseelaia yang jelas-jelas sudah di sampaikan dengan rinci.

"Karena Chloe, yang mulia." Jawab Aseelaia. "Putri ingin membawa Chloe pergi dari menara itu namun wanita itu sudah menjelaskan kalau dirinya takkan pernah bisa pergi dari sana. Karena saat tadi keadaan kami terdesak karena mendadak kedatangan orang-orang ke menara tersebut. Mau tak mau kami harus meninggalkan Chloe disana tapi Putri sempat protes dan saya dengan berat hati harus membuat beliau tak sadarkan diri."

Arthur menghela nafas berat. Ini mungkin juga kesalahannya karena mengizinkan Grellia untuk pergi ke menara tersebut. Lihatlah keadaannya saat ini sungguh kasihan dan malang sekali.

"Saya ragu dengan keadaan mental Putri kedepannya yang mulia." Ujar Mexion setelah diam beberapa saat.

Aseelaia mengangguk. "Saya juga berpikir begitu, Putri mungkin akan mengurung diri selama beberapa saat untuk menenangkan pikirannya." Sambung wanita itu dengan nada penuh empati.

"Apakah ada yang kau ketahui soal orang-orang yang datang ke menara tadi, Aseelaia?" Tanya Arthur.

"Ada sedikit yang mulia, saya rasa salah satu dari mereka pernah bertemu dengan kita atau semacamnya, auranya terasa sedikit familiar." Jawab Aseelaia sambil berusaha mengingat kembali.

"Kau tahu siapa dia?"

"Tidak. Auranya memang terasa familiar tapi orangnya mendekati ke siapa saya belum bisa menebaknya." Wanita itu menggeleng.

Suara ketukan pintu membuat ketiga orang didalam sana terdiam. Mexion menyahut, ia tahu siapa yang datang. Jena masuk ke dalam ruangan dengan sopan, membawa sebuah nampan berisi beberapa kudapan kecil dan teh hitam.

"Bagiamana dengan, Grellia?" Tanya Arthur pada Jena.

"Putri masih belum sadarkan diri yang mulia. Tapi sepertinya beberapa saat lagi akan sadar." Jawab Jena dengan kepala tertunduk. Tangannya dengan lincah dan cekatan menuangkan teh ke dalam cangkir.

Begitu selesai menyiapkan kudapan untuk mereka Jena bergegas pamit undur diri. Kembali mereka tinggal bertiga di dalam ruangan

"Ngomong-ngomong sepertinya Lady Sherlly sedang sibuk belakang ini." Ujar Mexion setelah menyesap teh hitam dari cangkir.

"Sepertinya dia sedang sibuk dengan bisnis keluarga, terlebih Marquiss Maranda adalah salah satu pihak netral." Ujar Arthur. Ia meminum teh hitam tersebut hampir habis.

Aseelaia hanya diam, ia tampak sedang tenggelam dalam pikirannya sendiri. Matanya memang menatap ke arah pria di hadapannya namun pikirannya ntah melayang kemana-mana. Arthur masih membahas soal beberapa hal yang membuatnya masalah Grellia sedikit bisa dilupakan.

"Saya harap kedatangan utusan kerajaan Meliza bisa membuat ibunda ratu melihat betapa besarnya pengaruh anda di kerajaan ini." Ujar Mexion.

Arthur tersenyum miring, "wanita itu hanya akan selalu menjadikan Albert sebagai pewaris tahta walaupun aku bisa membuat kerajaan ini semakin makmur sekalipun." Kata Arthur. Ia terlihat sedikit tak suka pembahasan yang berhubungan dengan ratu kerajaan Cerelia.

Sampai sekarang Arthur masih tak paham dengan ibunya. Kenapa ia selalu di perlakukan berbeda dengan sang kakak. Bukan hanya soal posisi putra mahkota bahkan saat Arthur melakukan hal baik untuk kerajaan seperti menjadi pahlawan di medan perang hingga membawa kemenangan ratu tetap memperlakukannya dengan aneh, seakan menjaga jarak dan tak berharap banyak.

"Aku akan menemui Marquiss Gracia," Arthur berkata tanpa aba-aba.

Aseelaia dan Mexion terlihat kaget. "Kenapa anda tiba-tiba saja ingin bertemu dengan Marquiss Gracia yang mulia?" Tanya Aseelaia sedikit panik.

Arthur terkekeh. "Aku ingin melihat si penipu di kerajaan ini. Bisa-bisanya dia menyembunyikan hal sebanyak itu tanpa di ketahui oleh orang-orang." Jawab Arthur dengan senyum jahatnya.

"Saya rasa beliau telah membunuh semua orang yang berhubungan dengan masa lalunya atau menjadikan mereka bawahan yang patuh." Mexion berkata dengan tatapan tajam.

"Mungkin saja tapi yang jelas aku akan menemui pria itu dalam waktu singkat.". Ujar Arthur. Ia kembali menyesap teh hitam dari cangkir keramik.

Keadaan malam ini cukup mencekam dan meriah. Di istana pangeran dimana Arthur sedang berbincang hal serius dan rahasia sedangkan di kediaman Marquiss Gracia yang sedang sangat meriah dan ramai karena perayaan musim baru.

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Dia Putri Bayangan [Completed] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang