|38|

742 43 1
                                    

Langit memasukki area pekarangan rumahnya dengan tergesa-gesa, sebelah tangannya sibuk menenteng paper bag berwarna cokelat dengan ukuran sedang itu, sedangkan sebelah tangannya lagi sibuk menekan bel rumah yang berada tepat disamping pintu.

Jam ditangannya yang menunjukkan pukul setengah dua belas malam membuat Langit mengehela nafasnya, dirinya pulang sangat larut, padahal Langit sudah berjanji pada Embuni kalau dirinya akan pulang tepat pukul sepuluh malam paling lambat.

Ceklek

Langit mendongakkan wajahnya, dan mendapatkan Embuni yang tengah berdiri didepan pintu sembari menyuruh si sulung untuk segera masuk.

"Kok lama banget? Katanya cuma sebentar, janji pulang paling lambat jam sepuluh, kok jam segini baru pulang?" Tanya ibu dua anak itu.

Langit tak menghiraukan pertanyaan yang dilontakan Bunda untuk sesaat, kedua tangannya sibuk meletakkan paper bag yang sedaritadi dibawanya diatas meja, punggungnya remaja itu sandarkan pada sofa karena merasa sedikit pegal.

"Tadi ketemu Papah dulu sebentar Nda, makanya agak lamaan, maaf ya." Ucapnya.

Embuni yang mengerti hanya mengangguk tipis, dirinya segera berjalan menuju si sulung, dan ikut mendudukan bokongnya tepat disamping Langit, atensinya lalu tertuju pada paper bag yang sedaritadi dibawa oleh si sulung Aldinata tersebut.

"Itu isinya apa? Dari papah?" Tanya Embuni.

Langit yang ingat akan hal itu segera bangkit dan memgambil alih paper bag cokelatnya. "Bukan apa-apa Nda, ini punya Jonathan, dia nitipin materi buat besok ke Langit." Jelas anak itu.

Bunda hanya mengangguk sebagai respon, ibu dua anak itu lantas segera bangkit dari duduknya dan hendak berjalan kembali menuju kamar miliknya.

"Yaudah, tidur sana udah larut, besok kamu sekolah, bagun pagi-pagi, bantu Nda nyiapin bekal buat kamu sama Kasa, kamu tau sendiri kan, bi hanum lagi ambil cutinya." Ucap Embuni.

"Iya, nanti Langit langsung turun kebawah kalau udah bangun." Jawab Langit.

Embuni tersenyum tipis, namun sebelum dirinya berbalik dan berjalan menuju kamarnya, Embuni kembali menghampiri Langit, dirinya lupa hendak mengatakan ini dengan si sulung.

"Ah iya Lang, besok Bunda mau ketemu sama Papahmu...bahas soal Kasa, sama...masalah Bunda dan Papah, Langit nggak masalahkan kalau Bunda sama Papah...milih buat-

"Langit...nggak masalah." Langit yang mengerti arah pembicaraan sang Bunda, segera memotong ucapan Embuni.

"Tapi Angkasa juga berhak tau kan Nda, Langit gak masalah kalau Bunda sama Papah milih itu, masalahnya di Kasa, gimanapun dia bagian dari Aldinata, Bunda harus kasih tahu itu." Lanjut Langit.

Embuni terdiam untuk sesaat, wanita dewasa itu seperti sedang menimbang-nimbang sesuatu, sampai akhirnya mengangguk pelan.

"Iya...Bunda bakal kasih tahu Kasa nanti, sekarang biar anak itu fokus dulu sama pengobatannya, setelah stabil, Bunda, Papah, Kamu juga, kita omongin bareng-bareng, kasih tahu ke Kasa, buat sekarang Bunda mau Kasa jangan tahu dulu soal itu." Balas Embuni.

Langit hanya diam, tidak merespon apapun, pandangannya menatap kosong lantai dibawah sana, yang diucapkan Bunda memang benar adanya, biarlah Kasa fokus dulu dengan pengobatannya, setelah kondisi anak itu stabil, maka semuanya akan diungkapkan.

"Yaudah, cuma itu yang mau Bunda omongin ke kamu, besok Bunda mungkin bakal pulang larut, jadi kamu awasin terus Kasanya, kalau ada apa-apa langsung bilang Bunda." Ucap Embuni, dan lantas segera pergi menuju kamarnya setelah mendapatkan anggukkan dari si sulung.

ANGKASA || JJHWhere stories live. Discover now