08 | Pertemuan Pertama

203 17 0
                                    

Dava kira setelah ia pergi dari rumah orangtuanya, hatinya akan jauh lebih membaik. Tetapi nyatanya, ucapan nesya berhasil menetap dan enggan hilang dari pikirannya.

Ucapan bagaimana wanita itu memintanya untuk bisa segera berumah tangga disaat dava sendiri masih enggan untuk menjalaninya

Apakah ia trauma? Tidak. Dava tidak memiliki trauma apapun tentang cinta. Justru ia begitu malas berhubungan dengan yang namanya cinta. Ia saat ini hanya ingin fokus dengan karirnya, karir yang susah payah ia bangun tanpa campur tangan dhanu di dalamnya.

Dava tidak ingin seperti rama. Pria itu terlalu naif menurutnya, rama tidak seberani dava. Rama yang menurut dava bodoh akan segalanya, kakaknya itu mau saja dijadikan sebagai boneka

Dava mendecih, ia butuh pelampiasan untuk emosinya hari ini. Kemudian dengan sengaja ia memegang setir mobilnya begitu erat hingga buku-buku jarinya memutih serta menginjak gas mobilnya dengan kuat.

Mobil yang dikendarainya melaju cukup cepat, dava terus menggas mobilnya tanpa memperdulikan elias yang saat itu tepat berada disampingnya. Wajah asisten dava itu sudah pucat pasi, merasakan bagaimana dava membawa mobilnya seperti orang kesetanan. Sekarang ia menjadi menyesal karena menolak tawaran tristan untuk membantunya dikantor saja

Elias menghembuskan napasnya lega ketika ia dan dava akan melewati pertigaan di depan sana. Itu artinya dava akan mengurangi kecepatan mobilnya. Namun siapa sangka, ketika tiba dipertigaan itu dava membelokkan mobilnya ke arah kiri dengan kecepatan mobil yang masih sama hingga ketika seorang remaja menyebrang jalan tanpa aba-aba, semua terjadi begitu saja

Elias memekik menyerukan kata awas pada dava. Namun, semuanya terlambat. Mobil dava sudah menghantam remaja itu hingga terpental cukup jauh. Orang-orang disana juga mulai melihat ke arah mereka. Dava keluar dari mobil dengan tergesa, berlari untuk menghampiri seorang remaja yang sudah tergelatak tak sadarkan diri.

Dan sekarang, sudah lewat dua jam dari kejadian, seorang remaja yang tak sengaja dava tabrak masih belum juga menunjukan tanda-tanda bahwa ia akan sadar

Dava menatap anak itu lekat. Tatapan angkuhnya tak lepas dari sosok remaja yang masih betah memejamkan mata itu. Sedangkan di sampingnya ada sosok elias yang tampak tengah berbincang dengan seseorang lewat telepon

"Semuanya udah gue siapin dari pagi. Lo tinggal eksekusi aja."

"......"

"Gak bisa. Kita harus temenin dia sampe siuman dulu. Gue gak mau bos dav masuk penjara karena dituduh gak bertanggung jawab."

"......"

"Ya sebisa lo aja. Lo kan sering handle kalau ada masalah gini."

"......"

"Oke. Tapi gak janji. Udahlah lo atur-atur aja gimana baiknya. Gue tutup telpon dulu, bye!" Elias menutup telponnya secara sepihak membuat orang disebarang sana tak berhenti mengumpati namanya. Ia kemudian berbalik, berjalan mendekati dava

"Kenapa el, tristan gak terima." Dava menoleh, mengalihkan perhatiannya pada elias

"Iya bos dav. Katanya mendadak, dia belum persiapan apa-apa."

Dava mengehela napasnya lelah, "udalah biarin aja. Mau deal atau engga saya juga udah gak peduli." Katanya kemudian menatap lagi ke arah remaja itu

"Dokter bilang apa bos dav?" Tanya elias penasaran, karena saat dokter selesai menangi remaja itu, ia tengah pergi membeli minuman untuk dava yang tampak masih syok

"Katanya cuman luka ringan. Dokter belum bisa memastikan ada luka yang serius atau tidak, soalnya harus melakukan beberapa tes terlebih dahulu." Ujarnya yang masih setia menatap lurus ke arah remaja itu

RiyundraWhere stories live. Discover now