[✓] PROLOG

83 14 5
                                    

Kisah ini perihal aku yang tak pernah mengharapkan lebih dari sekedar memiliki

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kisah ini perihal aku yang tak pernah mengharapkan lebih dari sekedar memiliki. Aku tak akan pernah rela mengalah untuk suatu hal yang semestinya menjadi milikku. Bukan karena diriku yang egois melainkan hal itu memang ku sangka takdirku.

Terkadang aku mudah menyerah untuk suatu hal yang bisa merenggut seutuhnya hal yang ku miliki itu. Tapi, takdir seolah mengatakan hal itu memang milikku dengan membuatnya menekankan diri bahwa sekeras apapun diriku melepaskan, maka dia akan kembali ke pangkuanku bagaimanapun caranya.

Apa kali ini salah? Bukan takdir yang memang bersekutu denganku, melainkan takdir lah yang berusaha menusukku dari belakang. Permainan takdir memang terkadang penuh drama, tapi kali ini permainan takdir terlewat melampaui batasnya.

Apa harus yang memaksa diriku untuk percaya bahwa hubungan ini memang takdir kami, kembali membantah lontarannya dan harus merenggut sesuatu yang terpaksa aku relakan demi dirinya?

Yang jelas, siapapun kamu, kamu tak akan pernah bisa menang jika yang kamu lawan adalah takdir.

***

Surai bergelombang berwarna hitam pekat saling berpangkuan, disebabkan guyuran air yang dijatuhkan dari sebuah ember yang saat ini sudah menggelinding menghantam dinding.

Seorang gadis pemilik Surai hitam itu mengerjab-ngerjab seraya terbatuk beberapa kali. Tubuhnya yang terbentang di lantai dingin nan kotor itu langsung tersentak kaget saat menyadari bahwa dirinya tengah dihadapkan oleh situasi yang jauh dari kata baik.

Ia terduduk, memutar netranya yang saat ini sudah menangkap lebih dari 10 orang berpakaian serba hitam. Lebih tepatnya orang-orang itu tengah mengenakan sebuah jubah.

"S-siapa kalian?" tanya gadis itu penuh ketakutan. "Teman Jaendral yang tadi dimana?" tambahnya mulai bergetar hebat.

"Dead," cetus salah satunya. Ia tak tahu siapa diantara 12 orang berjubah ini yang mengungkapkan kata tersebut. Dengan tubuhnya yang semakin bergetar hebat, ia berusaha mengingat-ingat kenapa dirinya bisa dihadapkan dengan situasi seperti ini.

"Kalian siapa?" tanyanya lagi, mulai bangkit seraya berputar berharap setidaknya salah satu dari mereka ada yang mau bersuara untuk memberikan dirinya jawaban.

Lagi-lagi tak menerima jawaban apapun, hingga seorang dari mereka yang entah keluar dari mana masuk ke dalam lingkaran yang dibuat orang-orang berjubah itu. Dirinya semakin ketakutan, mendapati orang itu semakin mempersempit jarak antara diri mereka.

"Hanna." sebuah suara parau, terlewat pelan berhasil menelisik masuk menyentuh gendang telinga gadis ini.

Dirinya tersentak kaget, pupil matanya mengecil ketakutan. Kedua tangannya meremas erat kedua sisi rok hitam yang menjulang setinggi lutut kakinya.

MARI AKHIRI INI (FUGACIOUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang