Aku di tahun 2021
"Iris! Iris! Iris!" Monica tak berhenti memanggil namaku. Ia mengabaikan sepasang mata yang menatapnya kesal karena terus ribut.
"Apasih? Ini tempat kerja, bukan rumah! Lo malah teriak-teriak manggil nama gue. Mana gak tutup pintu! Gimana kalau karyawan lain keganggu?" aku mengomel sambil menutup pintu ruangan. Lalu duduk di sofa berhadapan dengan Monica yang cengar-cengir.
"Nih." Monica menyodorkan undangan. "Undangan pernikahan dari Fadil."
"Fadil wakil ketua Mading angkatan kita dulu?" aku terperangah seraya mengambil undangan itu.
Monica mengangguk. "Lo tahu dia nikah sama siapa?"
Sembari membuka undangan berwarna abu-abu dengan hiasan sederhana namun elegan, aku menggeleng. Waktu memang cepat berlalu. Padahal rasanya baru kemarin aku wisuda.
"Itu loh sama sahabatnya, si Wina! Wah keren banget gak tuh! Mereka sahabatan bertahun-tahun lamanya, pacaran sana-sini, eh jodohnya ternyata sahabat sendiri. Bagus banget gak sih, Ris, buat jadi ide cerita naskah baru lo?" ucap Monica begitu antusias tanpa menyadari bahwa aku langsung membeku.
Perubahan ekspresi di wajahku terbaca oleh Monica. Mendengar ceritanya barusan mengingatkanku akan sosok Dafa dengan sahabatnya itu.
"Ris, gue gak maksud untuk—"
Buru-buru kuubah ekspresiku seperti semula. "Lo mau pergi sama siapa ke sana? Jefri?" aku mengalihkan topik, tak ingin membahas masa lalu.
"Sama Jefri dan lo. Lo harus ikut, ini acara penting banget, masa kita gak dateng ke pernikahan Fadil?"
Aku manggut-manggut. Hendak berdiri untuk melanjutkan pekerjaan, namun Monica mencegah.
"Lo masih mikirin mereka?"
"Siapa?"
"Andrea sama Dafa." Ucap Monica ragu-ragu.
Sejenak aku terdiam, ingin mengiyakan karena sampai saat ini aku belum juga bisa tak memedulikan hal itu, tapi aku mengatakan tidak kepada Monica.
"Gue mau kerja dulu, Mon. Kalau lo mau di sini dulu boleh kok. Tapi jangan bikin ribut."
.......
Aku di tahun 2015
Setelah dua hari aku istirahat di rumah Monica, aku kembali lagi ke kampus. Mulai menjalani rutinitas seperti biasanya dengan tetap memikirkan keadaan orangtuaku sekarang.
Aku tidak tahu kabar mereka bagaimana, sudah damaikah atau masih berdebat seperti biasanya? Meski aku kembali, tetapi aku berubah.
Stres berat membuatku menjadi Iris yang pendiam dan tak banyak bicara. Monica memahami hal itu. Dia jadi tak terlalu usil dan memaksaku untuk hal apapun.
"Kita mau ke mana sih, Mon?" tanyaku saat Monica terus menarikku untuk mengikutinya.
"Diem ah jangan banyak tanya!"
Aku mendesis tak terima, "Malah marahin gue lo."
Monica tak bericara lagi, ia hanya menarikku yang pasrah ini.
"Ngapain ke taman?" Aku mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru taman belakang kampus yang tak nampak seorangpun di sana.
"Tumben sepi banget, biasanya suka ada orang di sini. Mau apa sih ajak ke sini? Lo mau curhat?"
"Kalau lo mau tahu, lihat ke sana."
Monica menunjuk arah belakangku. Di sana tiba-tiba ada sosok Dafa yang berdiri dengan seutas senyum dan melangkah menuju ke arahku. Di tangannya ada buket bunga besar, mawar merah yang di tengah-tengahnya ada coklat.
KAMU SEDANG MEMBACA
LABIRIN [COMPLETED]
Teen FictionTentang kisah seorang gadis bernama Iris Felicia yang dihadapkan dengan kehidupan menyakitkan selepas kejadian 4 tahun lalu yang menimpa keluarganya. Hidup Iris semakin rumit. Dia terkekang, tak bebas melangkah sesuai keinginannya. Gadis itu terbel...