1.3 Hanya Ada Cala dan Lakhsya

2.6K 102 6
                                    

"Lebih cepat lagi!"

Tidak hentinya Handri meneriaki supir pribadinya yang saat ini duduk dibalik kursi kemudi. Suasana tegang juga kalut penuh sesak dalam mobil tersebut. Sementara dua lengan Handri tidak lepas mendekap tubuh Anita yang terkulai di pangkuannya.

Sejak pertama kali berteriak histeris sampai semua orang tidak luput dari bentakannya, Handri tidak sekalipun melepaskan tubuh sang istri. Didekapnya erat, seolah sedikit saja dirinya melepaskan maka Anita bisa saja lenyap dari genggamannya.

Tidak akan Handri biarkan! Dirinya bahkan sabar menunggu hingga bertahun-tahun lamanya untuk dapat mewujudkan cintanya.

"Tolong bertahan... jangan tinggalkan aku..." gumam Handri berkali-kali. Bibirnya terus menggumam sementara sesekali dikecupnya pelipis Anita yang ternoda darah.

"Lebih cepat lagi!" Handri kembali berseru. Terutama saat menyadari kain handuk yang digunakannya untuk menahan dan menekan luka di kepala Anita semakin basah dan berubah warna memerah.

Apapun yang terjadi, istrinya ini harus selamat. Handri akan memastikan hal tersebut!

Ponsel miliknya yang entah dirinya lemapar atau terselip dimana terus berdering. Supir pribadinya bahkan tidak luput dari panggilan tersebut. Tidak ada orang yang berani menelpon disaat-saat genting seperti sekarang ini selain Hambalang Tahir. Pemegang kekuasaan tertinggi dari klan Tahir tersebut tidak hentinya terus menekan dan mendesak Handri.

"Tuan, asisten Tuan Besar terus saja memaksa untuk—"

"Jangan katakan apapun atau saya akan benar-benar menendang kamu keluar!" Handri tidak sedikitpun melepaskan dekapan Anita. "Saat ini, istri saya adalah yang terpenting!"

"Ba—baik Tuan..."

Mobil memanuver cepat. Dengan kecepatan penuh, hanya dalam beberapa menit kemudian mobil tersebut berhenti dibagian drop in UGD salah satu rumah sakit terbesar di Bontang. Handri yang kalap meneriaki semua orang hingga brankar dari pintu UGD didorong keluar.

"Selamatkan istri saya!"

Para petugas medis menerima Anita yang sudah kehilangan begitu banyak darah. Kepala wanita tersebut terbentur sangat keras hingga darah terus saja mengalir dari sana. Kemeja yang Handri kenakan bahkan sudah bermandikan darah sang istri sekarang ini.

"Tuan, tolong tenang dulu. Biarkan tim medis yang menangani pasien."

Diingatkan demikian, justru semakin menyulut kemarahan Handri. Di dorongnya seorang perawat yang begitu berani menahannya untuk turut mengiringi brankar Anita yang di dorong masuk bangsal penanganan.

"Jangan berani mengatur saya, sialan!" Handri menunjuk dengan kaku, "sampai sesuatu terjadi pada istri saya maka bersiap kalian semua kehilangan kepala!"

Diancam demikian oleh salah satu pewaris paling berkuasa di kota tersebut tentu membuat perawat tersebut gemetar ketakutan. "Tu—tuan tolong ampuni saya!"

"Lihat saja akan saya hancurkan rumah sakit ini kalau sampai sesuatu terjadi pada istri saya!"

Handri menendang pintu ganda UGD dan melangkah lebar untuk masuk. Dirinya perlu untuk menyaksikan dengan mata dan kepalanya sendiri bagaimana para dokter bodoh itu berjuang menyelamatkan Anita. Karena sedikit saja dirinya mendapati adanya kesalahan maka kepala para orang yang ada di dalam sana benar-benar menjadi taruhannya.

Kain bebatan di kepala Anita dilepaskan dan tampaklah luka memanjang dibagian kening hingga pelipis. Dilihat dari jarak sejauh ini saja, Handri sudah bisa mengira bahwa luka tersebut cukup dalam dan paling tidak bituh beberapa jahitan nantinya.

Si Lumpuh Kesayangan Nona Cala [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang