BAB 22 - KEBENARAN

25 2 0
                                    

"SEPERTINYA kali ini kamu menuruti kata saya untuk menjauh dari kekasihmu itu." kata Azka pada Lula.

Azka selalu mengawasi apapun yang dilakukan Lula. Ia bisa melihat betapa menderitanya cewek itu karna tidak bisa bersama kekasihnya.

Lula yang sejak tadi menatap lurus ke depan pun menoleh pada Azka yang duduk di sebelahnya. "Kalau dengan menjauh, Fabian bisa terhindar dari bahaya, gue akan terus menjauh."

Sorot mata Lula menunjukkan kesedihan. Bagaimana tidak, ia rela menukar sisa hidupnya untuk kembali ke masa lalu agar bisa bersama Fabian, tapi saat ini ia harus menjauh dari cowok itu.

Ya, sejak Lula menjauh, Fabian tidak pernah berada dalam bahaya lagi. Fabian harus selamat sampai kontrak Lula selesai, ia akan memastikan hal itu.

Lula melirik jam di tangannya, 5 menit lagi kelas akan dimulai. Lula bangun dari duduknya, sudah waktunya ia kembali ke kelas.

Sedari tadi, Lula bersembunyi di atap gedung kampus. Ia sengaja berdiam di sana agar tidak perlu bertemu Fabian.

Lula berhenti di lantai dua ketika melihat Karin mengikuti Rani yang sedang berjalan sendirian. Rani yang sibuk dengan ponselnya itu tidak menyadari kalau dia sedang diikuti.

Karin mau apa dari Rani?

Bukan iseng, hanya penasaran, Lula membututi mereka dari belakang.

Karin mempercepat langkah ketika sampai di tangga di ujung lorong. Tangannya terdorong ke depan. Hampir saja menyentuh punggung Rani, tapi Lula berhasil menarik tangan itu menjauh.

Setelah memastikan Rani sudah jauh, Lula melepaskan tangan Karin.

"Lo gila ya? Lo mau dorong Karin?" tanya Lula to the point. Ia tidak menyangka Karin senekat itu.

"Apapun yang gue lakuin, nggak ada urusannya sama lo!" jawab Karin kesal karna Lula baru saja mengacaukan rencananya.

"Tapi ini salah! Kalau Rani sampai terluka, Ale bisa benci sama lo!"

"Nggak masalah, asalkan gue bisa nyingkirin Rani dari hidup Ale! Dan lo, jangan ikut campur!"

Karin ingin menyusul Rani, tapi sekali lagi Lula menghalanginya.

"Gue harus ikut campur. Gue nggak akan biarin lo nyakitin Rani ataupun Ale!"

"Minggir!" teriak Karin karna Lula berdiri di tengah sehingga ia tidak bisa melewati tangga itu.

"Nggak. Sebelum lo janji, lo nggak akan betindak bodoh lagi."

"Gue bilang minggir, ya minggir!" Karin emosi sampai tidak sadar tangannya mendorong tubuh Lula. Membuat cewek itu oleng ke belakang, ke arah tangga.

Karin terkejut, ia berusaha meraih tangan Lula, tapi terlambat.

BUK! Lula jatuh ke lantai bawah.

Lula merasakan sakit di sekujur tubuhnya. Ia masih melihat dengan samar-samar ketika Karin berlari menjauh, lalu Lula merasa matanya semakin berat dan ia tidak ingat apa-apa lagi.

Lula pingsan.

Lula terbangun di ruang kesehatan kampus. Ada Fabian, Jeni, Ale dan Rani yang sedang menungguinya. Mereka tampak lega melihat Lula membuka matanya.

"Akhirnya lo bangun juga, La. Kita semua cemas dari tadi." kata Jeni.

"Sayang, kamu gagapa kan?" tanya Fabian yang sejak tadi tidak bisa menyembunyikan kekhawatirannya.

"Aku gapapa, cuma sedikit pusing aja." jawab Lula sambil menyentuh kepalanya yang masih terasa sakit.

"Kok bisa sih lo jatuh dari tangga?" tanya Ale ingin tahu.

99 DAYS (tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang