Pagi hari yang sungguh cerah, angin berembus dengan pelan menambah sensasi asri di sekitar kediaman selatan. Juga suara kicauan burung semakin membuat nuansa begitu damai. Di dalam kamar super mewah, Camellia masih terlihat bergelung dengan selimut tebalnya. Padahal matahari sudah sedari tadi menampakkan diri dari ufuk timur. Namun nampaknya, Camellia masih enggan untuk bangkit dari tempat tidurnya yang nyaman.
Tok, tok, tok. Suara ketukan pintu yang pelan dan melandai. Tak lama suara Canute terdengar dari luar pintu, "Yang Mulia, sudah saatnya Anda bangun untuk sarapan." Katanya dengan suara nyaring.
Camellia mendengus, ia malas sekali walau hanya sekedar melepas selimutnya. Rasanya sudah nyaman dan biar saja seperti ini sampai beberapa jam lagi. Jika ia sudah bosan maka ia akan bangun dengan sendirinya.
Hanya sampai beberapa detik ketukan pintu itu diam, lalu terdengar lagi membuat Camellia merasa risih.
Tok, tok, tok. "Yang Mulia—"
"Iya-iya! Bawel." Kesal Camellia membuat ucapan Canute terpotong. Setelah teriakan kesalnya itu, barulah hening tak mendengar ketukan risih itu lagi.
Camellia merasa damai, tapi keinginan untuk melanjutkan tidurnya sudah hilang entah kemana. Merasa kesal kerena tak bisa tidur kembali, Camellia lantas mendudukkan diri sembari menghempaskan selimutnya ke sisi kiri. Rambutnya acak-acakan karena ia biarkan tergerai ketika tidur, wajahnya masih loyo namun mimiknya bersemangat.
"Sarapan, membuatkan teh, camilan, makan siang, makan malam, tidur. Bangun, sarapan, membuatkan teh, camilan, makan siang, makan malam, tidur. Begitu seterusnyaaa~" gumam Camellia merasa lelah sendiri memikirkan kegiatannya yang membosankan, ingin melakukan sesuatu untuk mengisi waktu luangnya namun ia tidak tahu harus melakukan apa.
Berpedang? Hanya hari-hari tertentu saja Aarazka berlatih pedang. Ia tidak ingin berlatih tanpa kehadiran Aarazka, karena memang tujuannya adalah mendekati Aarazka. Bukan mempelajari bagaimana cara berpedang.
"Membosankan, kehidupan yang membosankan. Andai ada ponsel, jajan, televisi, pasti tidak akan semembosankan ini." Gumam Camellia meratapi kehidupan, kakinya ia turunkan ke bawah dengan posisi duduk di sisi ranjang.
"Omong-omong, aku penasaran sekali dengan rupa protagonis laki-laki dan wanita di dunia novel ini."
Jika diingat-ingat, protagonis perempuan akan datang ke kekaisaran dengan dalih berkunjung. Untuk mendekati Aarazka maka Lady Dazzle akan sering berkunjung. Tapi kenapa selama seminggu belakangan ini ia tak pernah mendengar perihal kedatangan Lady Dazzle? Apakah lusa depan? Atau bahkan besok? Yah, bisa saja. Tinggal menunggu waktunya saja.
Lalu, untuk si protagonis laki-laki. Kalau tidak salah, namanya..ah Camellia lupa. Intinya dia mantan Duke dan sekarang di penjara seumur hidup. Alasannya karena kasus pelecehan terhadap Lady Dazzle. Dan ia dikurung di penjara bawah tanah kekaisaran.
"..."
"..."
Enam detik kemudian,
"Itu artinya protagonis laki-laki ada di kekaisaran ini?! Di penjara bawah tanah?!" Pekik Camellia baru ingat, ck! Kenapa tidak dari kemarin saja ia mengingat fakta tersebut, ia penasaran sekali dengan rupa male lead. Di novel katanya sangat tampan, tentu saja tampan karena seorang pemeran utama. Tapi Camellia sangat penasaran! Apakah lebih tampan dari Aarazka? Maka dengan ini, ia memutuskan untuk ke ruang bawah tanah dan melihat langsung si pemeran utama laki-laki.
***
Di sinilah Camellia sekarang berada, di pintu utama penjara bawah tanah kekaisaran Karmel. Nuansanya sangat-sangat jauh berbeda dengan kediaman selatan, dingin, basah, gelap, dan usang, sangat menggambarkan kondisi penjara yang ia masuki saat ini.
"Yang Mulia, sebaiknya kita kembali saja. Tempat ini sangat kotor untuk Anda masuki." Sudah entah keberapa kalinya Canute merengek memohon agar Camellia kembali. Tapi Camellia tetap keras kepala, ia sudah sangat penasaran dan kebetulan sudah tiba maka mau tak mau harus segera menuntaskan keinginan. Sangat tanggung jika harus di batalkan.
Camellia semakin melangkah masuk, banyak bilik-bilik kamar yang sangat tertutup, hanya ada beberapa lubang kotak saja yang sepertinya akses jalannya masuk udara. Tidak seperti penjara pagar di tahun 2000-an, ini lebih seperti kubus.
Camellia juga sudah meminta salah seorang prajurit untuk mengarahkannya ke penjara Duke Zenas, selaku protagonis laki-laki. Camellia terus mengikuti langkah prajurit di depannya yang semakin masuk ke dalam. Berbicara soal nama Duke itu, Camellia baru mengingatnya saat pengawal yang ia suruh menyebutkan marga si pemeran laki-laki.
Di ujung ruangan, adalah khusus penjara untuk tahanan seumur hidup. Letaknya agak terpencil dan tersudut, juga sangat gelap. Camellia bahkan harus menggunakan penerangan dari obor untuk membantunya melihat wajah male lead nanti.
"Ini adalah ruang tahanan untuk mantan Duke Zenas, Yang Mulia Permaisuri." Tukas prajurit setelah tangannya menunjuk sebuah ruangan yang agaknya sedikit terbuka, dalam artian banyak lubang-lubang persegi di sekitar ruangannya. Sepertinya disengaja agar banyak udara yang masuk, karena memang lokasi ruangan ini sangat pengab akan pasokan udara.
Canute menatap cemas pada permaisuri yang sudah berjalan mendekati ruangan, ia juga sedikit mengintip ke dalam.
"Siapa?"
Camellia tersentak, bahkan ia harus melangkah mundur dengan spontan karena mendengar suara dari dalam ruangan. Dengan kembali berhati-hati, Camellia kembali mendekat untuk melihat.
"Duke Zenas?" Panggil Camellia dengan pelan, namun suaranya terdengar dengan sangat jelas karena nuansa di sekitarnya sangat tenang.
Hening beberapa detik hingga ia mendengar suara derap langkah dari dalam ruangan penjara itu, dengan cepat Camellia menarik tubuhnya dari dekat dinding ruangan itu dan memilih melihat dari jarak satu setengah langkah saja. Ia haya waspada, bagaimana jika nanti ada sebuah tangan yang akan menarik pakaiannya?
"Kaukah itu, Camell?" Tanya Duke Zenas dengan nada sedih yang lebih mengarah ke..rindu?
"Lancang sekali." Ucap Canute dengan marah, menyebut nama permaisuri dengan gamblangnya adalah sebuah penghinaan.
Camellia sedikit terkejut, apakah si protagonis laki-laki mengenalnya? Melihat Canute yang sudah maju untuk memukul Duke Zenas, dengan cepat Camellia menahannya.
"Tunggu sebentar Canute, aku ingin menanyakan sesuatu." Bisiknya di telinga Canute. Membuat kepala pelayan permaisuri itu hanya mengangguk pasrah. Padahal ia sudah sangat ingin memukul orang yang telah dengan berani menghina permaisurinya.
"Camell, kau benar-benar menikah dengan si tiran kejam itu? Apakah sekarang kau telah menjadi seorang permaisuri?" Tanya Duke Zenas dari dalam sana, suaranya terdengar getir dan seperti erangan berharap agar Camellia menyanggah semua ucapannya.
Tapi Camellia masih sangat bingung, mengapa ia bisa mengenal Camellia? Padahal di novel sama sekali tidak diceritakan tentang kehidupan Camellia secara detail. Dan tidak diceritakan pula bahwa Camellia dan Duke Zenas saling mengenal.
"Camell, kau harus berhati-hati. Helga akan terus memantaumu dan menargetkan dirimu." Ucap Duke Zenas lagi setelah keterdiaman Camellia.
***
Nama yg aku pilih buat semua pemerannya ga terlalu aneh kan?😇 Soalnya aku dapet insp dari gugel nih, wkwk
Tbc
30 Juli 2023
KAMU SEDANG MEMBACA
I Became A Empress
Teen FictionCamellia terjebak dalam dunia asing yang membingungkan, tepat saat membuka mata hal yang tak terduga menghampirinya. Katanya ia adalah seorang permaisuri? Hei, ia hanyalah seolah mahasiswi biasa dengan kehidupan datar tak bergairah. Bagaimana bisa...