Suami.
[N] mengerjapkan mata berkali-kali, meyakini dia telah salah dengar.
Mimpi jadi pasangan Abyss!Aether adalah hal yang paling terakhir ia duga. Ataukah ini benar-benar mimpi? Semuanya tampak terlalu nyata.
"Oke ...," [N] menghela napas, "baiklah. Kalau begitu, aku lanjut tidur aja." [N] mengiyakan perkataannya sendiri, setuju bahwa solusi dari mimpi aneh itu adalah tidur. Kalau dia tidur, maka dia takkan melihat atau mengalami apa-apa.
Memang tidur adalah solusi segalanya, yah.
Baru saja dia berniat ingin menjatuhkan tubuhnya ke atas kasur, lengan [N] langsung ditarik oleh Aether.
SEEETT
Gantung.
Badan [N] jadi tergantung di tengah-tengah, tertahan oleh tangan Aether yang mencengkeramnya dengan erat. Tatapan sang pangeran begitu tajam, mencega [N] dari surga peristirahatan.
"Setiap kali aku bertanya, kau selalu ingin tidur. Apakah kau mencoba menghindari pertanyaanku?"
Namun [N] tak menjawab, tidak peduli. Sekali lagi, dia mencoba merebahkan tubuhnya, tetapi genggaman sang pangeran Abyss terlalu kuat. Mau tak mau, [N] pun ikut melawan dengan kekuatan.
TAK
Percobaan pertama [N] ingin melepaskan pegangan Aether di lengannya, tetapi sia-sia. Percobaan kedua, [N] menarik lengannya sekuat mungkin agar terlepas dari Aether, tetapi tetap saja, dia kalah kuat dari pemuda itu.
Yang tersisa hanyalah cara ketiga.
"Baiklah. Kamu ngotot, aku juga bakalan ngotot."
Tiba-tiba tangan bebas [N] menarik kerah sang pangeran, mencengkeramnya, dan menariknya tanpa peringatan.
BUKKK
Keduanya jatuh bersamaan ke atas kasur.
Punggung [N] menerima rasa empuk tiada tara, sisi-sisi badannya bagai dipeluk awan lembut yang nyaman. Akhirnya, setelah pertengkaran kecil itu, [N] berhasil mendapatkan kasurnya kembali. Kemenangan kembali padanya.
Namun ....
Apa ini?
Dia merasa tergelitik di area leher.
Kedua mata [N] kembali terbuka, menyadari beban berat yang menindihnya dari depan.
Kepala dengan rambut pirang yang panjang tertekan pada samping kanan leher [N], membuat helaian rambut itu menggelitiknya. Hidung Aether tepat berada di pundak sang gadis, kedua mata sang pangeran tertutup dengan kening mengerut. Perutnya menindih perut [N], membuat [N] sulit agak bernapas.
Dengan cepat Aether bangkit, meluruskan kedua tangannya dan tatapan mereka pun bertemu. [N] terkurung di antara lengan si pangeran, pundak kanan dan kirinya ditahan oleh telapak tangan Aether. Sedikit keras—tidak, mungkin agak terlalu keras ... [N] jadi sempat merasakan sakit dari tekanan Pangeran Abyss.
Dan tentu saja, reaksi Aether bukanlah kabar baik.
"Apa yang kau lakukan!?"
Ia terlihat marah.
Sungguh marah.
Wajahnya merah padam, maniknya mengecil, dan nada suaranya meninggi.
"Kau sudah berkali-kali meremehkanku! Apa kau tidak punya—"
Mendadak, omelan itu berhenti.
"ARGH!"
Digantikan erangan kesakitan yang nyaring.
Semuanya terjadi dalam sekejap.
Aether tiba-tiba saja pucat dan berkeringat dingin. Ia kembali terjatuh ke atas tubuh [N] sembari memegangi kepalanya. Ia setengah berteriak, samar-samar urat nadi di lehernya mulai nampak. Rahang sang pangeran mengeras. Matanya tertutup rapat dan kerutan-kerutan di wajah begitu tajam.
"AARRGGHH!!!"
Aether nampak sangat kesakitan, terus menerus mengeluarkan rintihan perih yang menusuk setiap telinga. [N] dapat merasakan tubuh Aether menegang, sangat kaku, dengan cepat kulit putih sang pangeran menjadi semakin putih, hampir seputih salju. Warna kemerah-merahan di bibir Aether pun perlahan menghilang. Dan dari jarak sedekat itu, si gadis tua menerima sebuah tetesan basah di pipi.
Keluar dari kedua telinga Aether serta hidungnya.
Darah.
Bahkan sebelum [N] sempat bereaksi, pintu kamar didobrak.
BRAAAKKK
"Yang Mulia!?"
Dua pengawal, pengawal yang [N] lihat sebelum masuk ke kamar ini, terdengar panik menerobos masuk. Masing-masing dari mereka tak terlihat wajahnya, hanya dari pakaian unik mereka yang membuat [N] mengenalinya. Para Abyss Lector.
Mereka melihat [N]—melihat Aether yang mengerang begitu perih, tak perlu ditanya lagi, mereka langsung menarik sang pangeran dari [N] kemudian menodongkan senjata tepat ke hadapan wajah sang gadis.
Salah satu segera menggendong Aether, membuat portal, dan masuk ke dalamnya. Sedangkan yang lain tak bergerak, seluruh fokus pada [N], termasuk senjata mengkilapnya yang mengancam nyawa [N] lagi.
Apa yang terjadi?
Ayolah.
Yang diinginkan [N] hanyalah sebuah mimpi nyaman tanpa ada gangguan.
Kenapa mimpi ini lebih berat dari kelihatannya?
Dan ... ada apa dengan Aether?
Kenapa tiba-tiba ...?
Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, [N] merasakan rasa takut.
Rasa takut!
Meski hanya sekilas. Meski hanya sedetik jantungnya hampir melompat keluar.
Apakah karena pertama kali ia menonton orang yang kesakitan sampai segitunya?
Apa yang terjadi? Kenapa ...?
Tanpa disadari, [N] yang sudah lama tak bisa berekspresi, mengernyitkan dahinya.
...
..
.
"Kau meracuniku dengan sihir."
Dingin.
Begitu dingin.
"Apa kau punya kata-kata terakhir?"
Sudah dua jam berlalu, [N] tetap terkurung di dalam kamar ber-tirai emas tersebut. Dia tak bisa ke mana-mana, terutama satu pengawal terus-menerus memblokade pintu dan menatap setiap gerakannya.
Selama dua jam tadi, [N] berniat untuk tidur kembali, tetapi entah mengapa—dia tak bisa. Tak bisa tertidur. Kepalanya dipenuhi memori Aether yang kesakitan.
Sampai di titik ini.
Barusan saja—tiba-tiba pintu dibuka, dua jam telah berlalu. Aether, dengan kemeja yang masih sama, masuk dengan beberapa anggota Abyss. Wajahnya masih sedikit pucat, tetapi ia telah nampak baikan sekarang, dilihat bagaimana sang pangeran masih mampu berjalan cepat dan tegas.