police and agent | 24 |

253 35 0
                                    

Jam 9 malam.

Gelisah adalah satu kata yang mendeskripsikan bagaimana perasaan Rajendra sekarang setelah mengetahui bahwa Tyas belum sampai di rumah. Didalam kamar Rajendra tidak bisa berdiam diri, dia terus mondar-mandir didekat jendela sambil sesekali melihat ke luar barang kali dia mendapati Tyas pulang. Tetapi sudah dua jam lebih Rajendra berada disana dan Tyas belum menampakkan batang hidungnya.

Segala cara sudah Rajendra lakukan, salah satunya adalah mengirim pesan dan menelpon Tyas tetapi tak ada satu pun yang mendapat balasan. Terakhir kali saat di coba untuk di telepon lagi nomor Tyas sudah tidak aktif membuat rasa khawatir didalam hati Rajendra kian menjadi-jadi.

Tak bisa berdiam diri dan terus menunggu, Rajendra menyambar jaketnya dan berniat mencari Tyas. Akan tetapi belum sempat Rajendra menyentuh ganggang pintu, dia merasakan sebuah cairan kental menetes dari hidungnya. Di sekanya cairan kental itu menggunakan tangan dan Rajendra mendapati bahwa cairan itu adalah darah.

Rajendra mimisan lagi.

“Sial!” dengus Rajendra segera berlari ke kamar mandi untuk menghilangkan jejak darah itu dan menghentikan mimisannya.

Kedua tangan Rajendra berpegang pada sisi wastafel. Ditatapnya wajah pucat itu lamat-lamat hingga perlahan rasa nyeri menjalar ke bagian kepala dan terasa menusuk-nusuk. Rajendra sangat nelangsa melihat kondisinya sendiri dan bagaimana bisa dia membiarkan Tyas menjalani hidup dengan orang penyakitan seperti dirinya. Hidup Tyas masih panjang dan Rajendra tidak boleh menghalangi orang-orang untuk masuk ke dalam hidup Tyas.

Rajendra membiarkan darah terus keluar dari hidungnya lantas tangannya bergerak pelan meraba rambutnya sendiri dan disanalah Rajendra sangat terpukul saat mendapati banyak helai rambutnya yang mulai rontok. Kerontokan rambut seperti ini sudah terjadi beberapa bulan belakangan ini, tetapi tidak separah sekarang dimana kulit kepalanya samar-samar mulai terlihat.

“Sorry karena lo harus ketemu sama orang kayak gue, Yas. Sekarang gue nggak sekuat dulu, gue lemah.”

Rajendra menundukkan kepalanya, dia menangis. Didunia ini tidak ada yang ingin diberi penyakit, semua orang pasti mendambakan kesehatan. Tetapi Rajendra bisa apa kalau memang semua yang terjadi ini adalah garis takdirnya.

“Arghhh! Lemah! Lo lemah, Rajendra.”

BRAK!

Cermin yang ada dihadapan Rajendra pecah setelah di hantam dengan tangannya sendiri hingga serpihan-serpihan kecil itu melukai punggung tangannya. Namun rasa sakit ini tidak sebanding dengan rasa sakit di hati Rajendra semenjak dokter memvonisnya menderita penyakit leukimia.

ZASSST!

Suara petir yang beradu dengan hujan kembali menyadarkan Rajendra bahwa ada yang lebih penting sekarang dimana dia harus bisa menemukan Tyas. Melupakan rasa sakitnya, Rajendra menyambar jaket dan berjalan tergesa-gesa sambil memegangi kepalanya yang masih berdenyut nyeri. Diruang tamu Rajendra melihat Raihan dan Haikal yang sedang bermain kartu, sedangkan Jenan fokus membaca buku.

“Mau kemana, Jen?” tanya Haikal menatap Rajendra yang baru saja mencapai tangga terakhir.

“Lo tahu Tyas pergi kemana?” Alih-alih menjawab Rajendra malah menodongkan pertanyaan.

Raihan menyahut. “Ke rumah temennya.”

“Siapa?”

“Beb—siapa ya nama temennya? Beb—bebek kalau nggak salah, Jen.” Sudah pasti jawaban sableng ini berasal dari Haikal yang mana dia langsung mendapat lemparan bantal dari Raihan.

“Bebby, dongo!” ralat Raihan sekaligus menyemprot Haikal.

Haikal hanya cengengesan tanpa dosa.

Rajendra mengerut keningnya. Bebby? Rajendra tidak asing dengan nama itu.

Police And Agent |Jhonny Suh Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang