Tigapuluh delapan

8.5K 824 46
                                    

Happy reading~
.
.
.
.

Di dunia ini sudah sepatutnya kita harus mensyukuri hal-hal yang sudah di takdir kan oleh Tuhan untuk kita, salah satunya memiliki keluarga yang lengkap dan utuh.

Bagi Helnan tidak ada hal yang membahagiakan selain bertemu dengan keluarganya. Bertemu dengan sosok Papa yang begitu Helnan banggakan, Papanya sangat tampan, apalagi badannya juga besar. Seperti kata Helnan Papanya adalah superhero yang selalu kuat mengangkat apapun, yang selalu melindunginya dari bahaya di luaran sana, Helnan ingin bisa seperti Papanya di masa depan nanti. Begitupula dengan para Abangnya, mereka begitu menyayangi Helnan siap menjadi tameng untuk adiknya selalu menuruti apapun keinginan Helnan, di jaga dengan begitu penuh kasih sayang. Semuanya terasa melimpah, kasih sayang yang teramat berlebihan dari keluarganya dan orang sekitarnya membuat Helnan terasa mempunyai segalanya.

Di balik itu pula ada sosok seorang ibu yang lebih dulu menggenggam tangan hangat nan kecil milik putranya, senyum hangat dan tatapan lembutnya mampu membuat jiwa Helnan yang kosong terasa utuh dan sempurna. Rinjani sosok Mama yang teramat berharga untuk Helnan, yang rela melakukan apapun untuknya, berkerja keras untuk menghidupinya di tengah peliknya kehidupan duniawi di luaran sana.

Menjadi bungsu dan paling kecil di keluarga Gutama, berarti Helnan harus siap untuk mendapat larangan dan perintah  setiap harinya. Apalagi setelah ia di vonis mengidap penyakit kanker darah Helnan di pandang bak anak kecil di umurnya yang sudah cukup dewasa. Di perlakukan layaknya barang yang mudah rapuh dengan kondisi tubuhnya yang tidak bisa di katakan sehat lagi, Helnan selalu di jaga ketat oleh keluarganya tidak boleh ini dan itu, harus begini. Lalu apakah Helnan merasa terbebani dan merasa berlebihan dengan semuanya? Jawabannya tidak! Helnan tidak pernah merasa ini berlebihan ia tahu semua yang di lakukan oleh keluarganya karena mereka menyayanginya mereka peduli padanya.

Mari kita kembali kepada anak yang tengah duduk goleran tepat di depan pintu utama mansion.

"Helnan mau sekolah mau sekolah." Rengekan kecil dengan bibir melengkung itu sedari tadi duduk lesehan di depan pintu dengan kaki yang di hentakan.

"Nanti ya sayang, Adek belum boleh sekolah." Rinjani ikut berjongkok di depan anaknya.

"Kenapa? Elnan udah lama ijin sekolah, Elnan bosan di rumah terus."

"Iya, tapi kan Adek harus banyak istirahat dulu kata dokter." Seperti biasa Rinjani akan selalu membujuk anaknya jika sedang tantrum seperti ini.

Sudah hampir setengah jam anaknya itu merengek ingin ke sekolah, melihat Abangnya yang berangkat tadi pagi membuat Helnan berusaha mengejar sampai di depan gerbang sebelum di tahan oleh para bodyguard yang berjaga.

"Helnan sudah sehat, nih lihat Helnan bisa lompat lompat." Sahutnya yang langsung di peragakan.

"Jangan nanti pusing." Pekik Rinjani tidak habis pikir.

"Enggak ih! Elnan mau sekolah please boleh ya Mama?" Helnan memeluk erat tubuh Rinjani, sudah di pastikan anaknya itu menangis terbukti dari bajunya di bagian perut yang basah.

"Kenapa nangis? Adek enggak mau nurut sama Mama." Tanya Rinjani memegang pundak anaknya sehingga tampaklah mata yang memerah dengan air mata yang beleberan di pipinya.

Bukan tanpa alasan Rinjani melarang anaknya untuk pergi ke sekolah, suaminya sudah memutuskan untuk sementara Helnan tidak boleh melakukan aktivitas yang dapat menguras daya tahan tubuhnya, Damar tidak mau mengambil resiko lagi tentang kesehatan putranya oleh karena itu Helnan harus fokus dengan pengobatannya untuk saat ini.

Entah bagaimana reaksi anaknya jika tahu keputusan orang tuanya jika untuk sementara waktu ini Helnan harus meninggalkan sekolahnya dulu.

"Enggak hiks... Adek nurut sama Mama." Katanya segegukan.

Dia Helnan | Lee Haechan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang