48

1K 87 24
                                    


Aku berbaring di ranjang. Semenjak kejadian mengerikan dengan Rido dan kemunculan satu dewa kematian lain yang tanpa ba-bi-bu langsung menempatkannya ke jalur kematian cukup membuatku sangat ketakutan, membuatku lemas dan tak berani keluar rumah untuk beberapa saat.

Waktu itu Subaru mengantarkanku pulang dari Kafe Poirot dan pria itu sangat sabar, sama sekali tidak mengusikku untuk memberitahu sebenarnya apa yang terjadi padaku. Namun aku menerima pesan dari Conan yang menanyakan keadaanku dan menanyakan soal Rido. Ai tentu sudah memberitahu dia bahwa aku menyebutkan nama pemuda yang bersamaku sebagai Rido, tapi hanya Subaru yang tahu siapa Rido sebenarnya.

Rido mengatakan ingin bertemu dengan sniper yang menembaknya namun dia telah berjanji tidak akan melukai diriku dan teman-temanku sebagai ganti karena aku telah menyelamatkannya dari kematian dadakan yang dirancang dewa kematian itu untuk kami berdua. Sejujurnya kejadian itu terjadi karena kebodohan Rido yang menggunakan kekuatannya untuk membuat orang lain menemui kematiannya lebih awal dari jadwal yang tentunya pasti mengusik dewa kematian disekitar. Niatnya mungkin untuk mengancam diriku namun malah berakhir keburukan bagi kami berdua.

Aku masih berbaring diranjang, mendesah dengan berat hati. Memang aku sendiri juga bermasalah karena tanpa kalung perception filter itu, dewa kematian lain akan lebih mudah menemukanku dan memang sialnya saat itu aku bersama Rido. Tetapi aku kira berhubung aku memiliki perjanjian dengan Yohan, aku akan aman dari dewa kematian lain. Rupanya tidak.

Aku bangkit duduk diranjang dan meraih kunci hitam milik almarhum Tatsuo, benda itu menyelamatkanku dengan fungsinya untuk membuka pintu manapun. Jika tidak ada benda itu, tentunya aku dan Rido akan mati bersama penumpang lain di pesawat.

Aku sudah mengecek dan memang ada berita kecelakaan pesawat yang menewaskan seluruh penumpangnya. Lalu aku juga ada melihat berita tentang orang yang 'dibunuh' Rido namun berita itu diberitakan sebagai berita bunuh diri. Hanya aku yang tahu kebenarannya bahwa orang itu 'diperintahkan' oleh Rido untuk menabrakan dirinya sendiri pada kereta api. Rido menyebutkan soal whisper of death yang kuasumsikan sebagai kekuatan milik shinigami yang didapatkannya setelah mengoleksi esensi dari orang-orang pemilik mata shinigami yang dibunuhnya.

Aku mengambil kunci hitam yang satu lagi, yang kudapatkan dari anak kecil misterius yang sering muncul dalam mimpiku saat aku sedang sekarat dahulu. Sampai detik ini aku tidak tahu siapa anak kecil itu dan hubungannya dengan Yohan. Aku bodohnya lupa menanyakan soal anak itu pada Yohan tiap kali bertemu. Benar-benar bebal diriku ini!

Kedua bentuk kunci hitam itu benar-benar serupa tetapi apakah fungsinya sama? Kunci yang kudapat dari anak kecil itu selalu membuatku mimpi aneh soal pintu besi yang membawaku ke suatu tempat. Waktu itu anak kecil itu membawaku menemui Tatsuo...via mimpi? Apakah fungsi kunci itu membuatku menjadi semacam dream walker?

Sayangnya aku tak sempat mengonfirmasikan hal tersebut kepada pria itu. Mana sempat? Pria itu menculikku dan hendak menyiksa dan membunuhku. Tentunya mengonfirmasi hal itu adalah hal terakhir dalam pikiranku.

Aku penasaran siapa yang memberi Tatsuo kunci hitam miliknya itu. Kunci itu sungguh bermanfaat untuknya sebagai pembunuh serial, tak heran dia selalu lolos dari kejaran polisi dan bahkan memiliki alibi, berkat kunci itu dia bisa kemanapun tempat jauh maupun dekat tanpa terlihat dan tak ada yang bisa membuktikan keberadaannya di TKP jika detik selanjutnya dia bisa berada ditempat lain dikota yang lebih jauh. Aku heran siapa yang memberikan kunci tersebut kepada orang seperti dia. Seakan yang memberi tak peduli bahwa Tatsuo itu pembunuh dan kunci itu hanya akan membuat dia semakin menjadi-jadi.

Aku mendesah sembari menggenggam erat kunci milik almarhum Tatsuo tersebut yang sekarang bisa dibilang sudah menjadi milikku. Aku menggenggam kedua kunci hitam di kedua tanganku dan berpikir aku harus menandai kedua kunci itu untuk bisa membedakannya.

Das wird dir gefallen

          

Tiba-tiba saja Mama mengetuk kamarku dan langsung main masuk kamar. Aku panik sampai menjatuhkan kedua kunci itu saat hendak menyembunyikannya ke laci, malah keduanya jatuh ke lantai dan sialnya aku jadi tak bisa membedakan kedua kunci tersebut.

Mama memandangiku dengan agak heran. "Kau sedang apa?"

Aku pura-pura merapikan seprei ranjangku dengan kedua tanganku seperti orang bodoh. "Beres-beres ranjang, Ma."

Mama hanya tersenyum kecil seakan dia tahu bahwa aku berbohong namun tak menyindirku. "Ayo, kebawah, Papa ada bawa pulang kue-kue enak untukmu."

Aku tidak nafsu makan. "Buat nanti saja, Ma. Eva belum lapar." ujarku.

"Lagi diet kah?" tanya Mama dengan senyum usil.

Aku tidak menjawab dan kembali berbaring diatas ranjang sambil sengaja memasang tampang cemberut. "Iya, Eva gemuk! Makanya jangan ditawarin kue dulu!" ujarku dengan sarkas.

"Jika Kak Amuro-mu yang menawarkan kue tersebut, apakah kau akan menolak?" goda Mama lagi.

"Iih, Mama berisik! Aku mau tidur saja!" seruku dengan tidak senang. Gara-gara diri sendiri dulu sengaja menggoda Amuro didepan Mama sekarang jadi bahan olokan terus.

Mama tertawa namun pergi meninggalkanku.

Begitu Mama pergi, aku melompat dan meraih kedua kunci hitam yang terjatuh dilantai. Aku mendesah. Aku mengambil dua buah tali pita berbeda warna dari kotak perhiasanku dan menjematkannya pada masing-masing lubang pada kunci. Nanti aku akan mengetes lagi kuncinya dan pita itu untuk membedakannya.

Sebuah pesan masuk membuat smartphone dimeja bergetar. Aku melihat itu pesan masuk dari Conan lagi yang masih saja menanyaiku soal Rido. Dasar detektif! Dia benar-benar tak bisa menahan rasa penasarannya. Aku tak ingin Conan melibatkan diri dengan Rido. Rido terlalu berbahaya dan dia bisa melihat nama asli Conan nantinya. Dahulu saja dia hampir menyebutkan nama asli Ai didepan Ayumi namun aku berhasil menghentikannya sebelum dia menyebutkan total nama Shiho Miyano. Aku tak tahu apakah Ai menyadarinya. Jika iya, anak itu pasti panik sekali.

Aduh, aku merasa takut lagi saat teringat kejadian dengan dewa kematian yang memergokiku dengan Rido. Aku bahkan tak tahu nama dewa kematian yang baru itu. Tetapi, ini jelas tak bisa dibiarkan begitu saja.

Aku pun membuka kontak nama Kaito dan mengirimkan pesan singkat yang memintanya untuk menemaniku menemui Akako jika dia sempat. Jantungku berdebur keras antara berharap dia tak sempat sehingga aku bisa menunda menemui Akako dan keteganganku yang berharap bisa menyelesaikan menemui Akako tanpa menunda lagi. Memang sudah tak bisa ditunda lagi. Aku harus meminta tolong pada gadis penyihir itu. Semoga saja dia bisa membantuku agar aku tak lagi mudah ditemukan oleh shinigami. Hanya saja soal Yohan...apakah aku bisa juga menghindarinya?

Aku menoleh menatap benang perjanjianku dengan Yohan yang saat ini normal berwarna hijau. Apakah bisa jika Akako memutuskan benang ini untukku? Dan apakah bisa dia menyembunyikanku dari semua dewa kematian? Dan apakah dia bersedia membantu nantinya? Aku takut~

Kaito membalas cepat pesan dariku. Dia bersedia menemaniku menemui Akako. Dia menyuruhku menemuinya di taman dekat rumahku. Jantungku semakin berdebur keras setelah membaca pesannya.

Aduh, aku takut untuk menemui Akako, rasanya belum siap mental. Namun aku harus melakukan ini. Aku membulatkan tekad. Aku mengganti pakaian dengan baju berhodie supaya saat aku keluar nanti aku bisa menutupi wajahku. Aku membuka laci dimana aku menyimpan kedua kunci hitam ajaib tersebut. Aku memutuskan membawa keduanya. Aku tak tahu apa yang akan terjadi saat aku bertemu Akako nanti, tetapi jika aku harus lari, maka kunci ini akan berguna. Aku memasukkan kedua kunci ke dalam saku bajuku.

walking on a dreamWo Geschichten leben. Entdecke jetzt