Tiga puluh dua

127 17 17
                                    

Hyei berlari, lalu masuk ke kamarnya. Dia bersandar di balik pintu. Napasnya memburu seakan-akan dia baru saja lari maraton. Jantungnya berdebar kencang. Sesaat setelahnya, dia berjalan menuju meja rias dan bercermin di sana.

Perlahan Hyei melepas piyamanya hingga piyama itu jatuh mengenaskan di lantai. Hyei menyentuh bibirnya mengingat kembali ciuman Hoseok barusan, lalu tangan Hyei menyentuh dadanya.

"Sshh ... aaah ... Appa." Mata Hyei terpejam membayangkan sentuhan Hoseok barusan.

Telapak tangan Hoseok yang halus dan lembut menciptakan desiran aneh yang menggila dalam diri Hyei. Dia menegang, karena itulah dia mencari alasan untuk melarikan diri. Dia sudah berjanji pada dirinya bahwa dia hanya akan menyerahkan mahkotanya di malam pertama pernikahan mereka. Dia takut sentuhan Hoseok akan membuatnya terkapar kelelahan di detik itu juga. Jika itu terjadi, harapannya hanya akan sia-sia. Terlebih dia belum tahu apa Hoseok akan mencintainya atau tidak, juga reaksi tubuhnya yang ketakutan tiap kali Hoseok ingin bercinta dengannya, dia harus belajar mengatasi itu semua.

Hyei melangkah menuju pembaringan, lalu mencoba menyamankan posisi sebelum terlelap menjemput mimpi.

***

"Pagi," sapa Hyei saat Hoseok keluar dari kamar tidurnya. Wangi citrus mint yang segar menyapa hidung gadis itu. Hoseok tampak bugar dengan balutan kaos grey dan celana pendek warna hitam.

"Pagi," balas Hoseok serta mengikuti Hyei melangkah menuju dapur.

"Cuaca sedang dingin, kau mau minum apa? Coklat hangat atau coffee," tanya Hyei yang sedang mengambil beberapa bahan makanan dari dalam kulkas.

"Bagaimana kalau minum susu? Fresh from the oven." Hoseok menutup pintu kulkas dan memerangkap Hyei di dalam kungkungannya.

"Masih pagi, jangan berulah." Hyei mendorong tubuh Hoseok. "Aku harus masak agar kau bisa sarapan sebelum bekerja."

Hoseok mencomot kacang bawang dari dalam toples yang dibawa Hyei, lalu memakannya. "Minum susumu kurasa sudah cukup!"

"Begitukah?" Hyei menatap Hoseok dengan tatapan nakal. Satu tangan dia lingkarkan di leher pria itu hingga sapuan napasnya menyapa wajah Hoseok. "Apa kau masih belum puas bermain dengan sabun?"

Hoseok mendorong Hyei hingga punggungnya menabrak pintu kulkas.  "Lainkali, jangan biarkan aku main sendiri. Setidaknya kau bisa membantuku," ucap Hoseok setengah berbisik. Dia menyusupkan jemari di rambut Hyei kemudian sedikit menarik ke belakang kepala gadis itu. Hoseok pun mendaratkan kecupan di leher sang gadis.

"Appa ... hhh ...," desah Hyei dengan mata terpejam. Lehernya sedikit nyeri saat Hoseok menyesapnya. Nyeri yang mengalirkan rasa nikmat ke sekujur tubuhnya. Wangi lembut vanilla di tubuh Hyei membuat Hoseok terbius, selalu terpancing ingin bermesraan dengan gadisnya.

"Semalam kau membuatku hampir mati karena harus menuntaskan semuanya sendiri," ucap Hoseok. Tangannya menyusup masuk ke dalam baju gadis itu. "Bukankah itu terlalu kejam, Hyei?" Hoseok berhasil melepas kait bra gadis itu, tapi saat dia akan menyentuh payudara sang gadis, Hyei menahannya.

"Jangan, Appa ...," ucap Hyei memelas.

Hoseok pun menatap gadisnya memastikan gadis itu tak bergetar ketakutan. "Kenapa? Apa aku menakutimu lagi?"

Hyei menggeleng.

"Lalu?"

"Itu, pancinya terbakar," ucap Hyei pelan dan sensual.

Hoseok terkesiap, lalu menoleh ke arah kompor. Benar saja api sudah melobangi panci dan berkobar-kobar di atas kompor.

"Ash, sial!" Hoseok segera berlari menyalakan alarm kebakaran yang seketika membuka alat pemadam kebakaran di plafon dapur. Air pun menyembur dari sana dan berputar-putar menyiram apa saja yang ada di bawahnya.

Love Wild DaddyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang