Chapter 20: Have you ever been in love?

790 95 4
                                    

SEBENARNYA kedatangan Jay ke 'tempat persembunyian' Heeseung bukanlah hanya sekedar hitungan jari. Sudah berulang kali (bahkan Jay sendiri telah hilang hitungan) ia menyambangi kediaman Heeseung. Diam-diam juga menggunakan aset milik pamannya itu untuk melarikan diri dari cengkraman keluarganya sendiri.

Itulah mengapa Heeseung begitu familiar akan sosoknya. Pun dengan Jay yang sudah begitu hafal akan dinamika yang terjadi di dalam kediaman Heeseung. Terutama dengan figur bibi Park yang merupakan satu-satunya orang kepercayaan yang pamannya selalu tempatkan di samping Heeseung jauh sebelum Jaeyun mengambil alih lima puluh persen posisi beliau saat ini.

"Benar tidak ingin makan malam dulu, tuan Jay? Saya kebetulan membuat sundubu-jjigae di dalam. Suhu perlahan sudah turun, itu akan membantu menghangatkan tubuh tuan Jay."

Di ambang pintu bibi Park mencoba menawari. Jay hanya tersenyum, menggeleng sopan. "Terimakasih untuk tawarannya, bibi Park. Saya akan sangat senang dan menyempatkan diri untuk mampir jika tadi belum sempat makan malam bersama Jaeyun dan Heeseung. Mungkin lain kali?" kilah Jay seraya terkekeh kering.

"Sayang sekali." gumam bibi Park seraya menghela napas. "Kalau begitu hati-hati di jalan, ya, tuan Jay! Anda harus bergegas sebelum malam benar-benar larut. Atau perlu saya temani?"

Jay terkekeh setelahnya. Ia pria dewasa dan juga telah mengenal lingkungan sekitar kediaman Heeseung berkat kunjungan-kunjungannya yang tak terhitung. Jay jelas bisa pergi seorang diri.

"Ah, tidak perlu repot-repot, bibi Park! Saya bisa melakukannya sendiri. Kalau begitu, saya pamit." Jay membungkuk singkat bersama seulas senyum yang ia pertahankan di wajah.

Dan seperti itulah awal di mana akhirnya Jay menyusuri jalanan setapak kecil seorang diri. Hanya hembus udara musim gugur bersama nyanyian serangga malam yang menemani langkahnya yang lebar. Jay memasukkan sepasang tangannya di dalam saku mantel milik Heeseung yang dipinjamkan padanya mengingat ia hanya datang dengan membawa diri tanpa sepotong baju atau bahkan sepeserpun uang. Terhitung nekat memang. Itulah Jay Park si tuan keras kepala.

Tak butuh waktu lama bagi Jay untuk memilih mana-mana saja yang harus dibelinya sesampainya ia di toko serba ada. Semua barang-barang yang ia perlukan seperti sudah berbentuk susunan daftar belanja di dalam otaknya. Jay sama sekali tidak membutuhkan sebuah list untuk itu.

Lalu, sebelum benar-benar berlalu ke meja kasir, Jay menyempatkan diri untuk mengambil satu kemasan kopi hitam dua ratus lima puluh gram ke dalam troli belanjaanya. Sebab, jujur saja, Jay sebenarnya lebih munyukai kopi dibanding teh atau minuman lain. Atau, lebih tepatnya, ia perlu minuman mengandung kafein itu untuk meluruskan otaknya yang terasa begitu kusut malam ini.

"Ada tambahan lagi, tuan?" tanya seorang kasir di balik komputernya pada Jay yang tengah merogoh saku mantel demi menemukan amplop berisi uang belanjaan pemberian bibi Park.

"Tidak, terimakasih. Ini saja." ujarnya dengan seulas senyum cerah andalannya yang berhasil membuat si kasir (seorang gadis remaja sekolah menengah yang mengambil part time) berdehem kikuk sebelum menyebutkan total belanjaan.

Berakhir dengan Jay yang kembali berjalan seorang diri menyusuri jalanan setapak bertemankan hembus angin musim gugur dan nyanyian serangga malam. Bedanya, kali ini Jay menenteng dua buah plastik besar berisi seluruh belanjaannya dan sebuah paper bag cokelat berisi buah-buahan yang Jay beli dan tidak mungkin dicampur dengan barang belanjaannya yang lain.

Kedua tangan Jay penuh sempurna. Mereka bahkan mulai terasa mati rasa sebab diharuskan membawa plastik besar penuh di jemari juga sebuah paper bag yang akhirnya harus Jay peluk di dekapan.

"Merepotkan sekali hanya memiliki dua tangan! Andai aku memiliki depalan seperti gurita, hidupku pasti akan sangat terasa lebih mudah!" gerutu Jay serasa menendang keras-keras pintu kayu gerbang kediaman Heeseung untuk kemudian melihatnya terbuka seukuran tubuh. Tidak begitu lebar, sebab jelas pintu kayu kediaman Heeseung cukuplah tebal nan berat.

Jaeyun's Question Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang