BAB 22 : Kesempatan Terakhir

2.5K 142 6
                                    

Tombol yang kesel ama Kejora 👉































"Oh iya, Tante dapet salam dari Tante Stella."

"Keke!"

"Ups!"

Tari mengernyitkan dahi. Fokusnya tertuju pada Dylan yang tampak waswas. "Why?"

"Tante, maksud aku--" Kejora berusaha menjelaskan.

Tapi langsung dipatahkan oleh Tari. "Tante tahu kok, semalem kamu ngikutin Om Dylan, 'kan? Pak Jamal yang bilang," katanya, santai. "Dan kamu, Mas ..." Kembali menatap Dylan, "aku nggak marah selagi tujuanmu baik."

"Stella ... bilang ke kamu?" tanya Dylan.

"He-em," angguk Tari. "Sebenernya kita bisa belajar berdua soal parenting. Kan kita udah pernah bahas ini. Tapi kayaknya kamu nggak nyaman ngobrol sama aku, makanya kamu libatin orang lain. But, it's okay." Kedua bahunya mengedik.

"Yang, nggak gitu," sanggah Dylan. "Kamu tahu 'kan, akhir-akhir ini komunikasi kita lagi nggak baik."

"Papi, ayo!" sela Charlotte.

Dylan melirik ke belakang. "Mandi sendiri ya? Papi mau ngomong bentar sama Mami."

"Udah, urusin dulu anaknya. Nanti kita bahas berdua," tukas Tari lalu beranjak ke kamar sebelah --menyiapkan baju seragam si bungsu. Sementara Dylan menyusulnya dengan Charlotte yang nemplok di punggung.

"Yang, aku nggak ada maksud apa-apa. Jangan bikin aku makin nggak tenang dong."

"Adek bawa bekal nggak?" tawar Tari.

"Iya, Mi." Charlotte mengangguk begitu turun dari punggung sang papi. "Tapi agak banyak ya, Mi? Mau aku bagiin ke El sama Jema, bestie aku." Terbit cengiran lucu di wajah imutnya, buat Tari yang semula kesal mendadak tertawa geli. Charlotte dan Max seperti pelipur ditengah kondisi rumah tangganya yang rumit.

"Siap, Tuan Putri." Tari memberi salam hormat. "Sekarang Adek mandi sendiri. Nanti kalau udah selesai, langsung ke meja makan. Mami mau nyiapin bekal dulu."

"Okay, Mami."

Tanpa memedulikan Dylan, Tari melenggang keluar. Benar kata suaminya; belakangan ini komunikasi mereka memang memburuk. Dan seharusnya sebagai kepala rumah tangga, Dylan memperbaiki, bukan malah mencari orang lain untuk diajak diskusi. Jujur, Tari merasa seolah tidak dianggap. Walaupun niat Dylan baik, tapi dibutuhkan Maxwell itu mereka. Tari dan Dylan. Orang tuanya. Bukan psikolog.

Memang semua itu tidak lepas dari tangan sang ahli, tapi peran orang tua jauh lebih penting.

"Rik, nanti tolong jemput Charlotte ya?" ujar Tari, setibanya di dapur dan melihat Rika tengah membantu Simbok memasak.

Rika mengangguk patuh. "Baik, Bu."

"Terus langsung bawa ke klinik," lanjut Tari, dipatuhi Rika lewat anggukkan. Well, setelah berita rumah tangganya naik akibat cuitan Oliv di Twitter, banyak youtuber dan acara talkshow yang menghubunginya, meminta ibu dua anak itu klarifikasi. Namun, Tari tolak secara halus. Bukan tidak mau atau keberatan, hanya saja, ia merasa tidak perlu klarifikasi karena;

Ring A Bell [TAMAT]Where stories live. Discover now