Kurang lebih satu tahun yang lalu ....
Pikiran Jasver sangat kacau.
Janin yang ada di perut Nerissa telah tiada karena kecerobohan wanita itu sendiri. Meski tak mencintai atau pun menaruh perasaan apapun pada Nerissa, tapi Jasver yang seorang manusia memiliki hati nurani.
Perasaannya sakit saat mengetahui hal tersebut membuatnya menyendiri sejenak agar ia tenang dan mampu menghadapi Nerissa yang pastinya juga sama terlukanya. Akan membantu wanita itu melewati masa-masa sulit tersebut bersama. Bahkan mengesampingkan fakta tentang Nerissa yang menyebabkan Aquinsha kecelakaan, bahkan wanita itu juga yang membuat Aquinsha hampir tertembak.
Jasver tak ingin membahas itu sejenak karena akan membuat Nerissa untuk tenang lebih dulu, kemudian mengajak wanita itu bicara baik-baik.
Tapi, semua rencana menjadi wacana.
Nerissa yang menuduhnya jika ia dari menemui Aquinsha, seakan-akan ia manusia tak punya hati tak berduka atas kehilangan anaknya. Tentu saja ia marah. Ditambah Nerissa yang menyalahkan Aquinsha atas kematian anak mereka. Padahal salah Nerissa sendiri yang berlari menaiki tangga.
Terjadi percekcokan apalagi saat Jasver bertanya sekali lagi tentang perbuatan wanita itu yang ingin mencelakai Aquinshaa.
Dengan terang-terangan wanita itu kembali mengaku, seperti halnya malam itu. Bahkan dengan berteriak mengatakan agar Aquinsha mati.
Puncaknya saat Nerissa menuduhnya yang menyebabkan anak mereka mati. Di depan ibu dan nenek wanita itu, menuduhnya jika ia yang mendorong dari tangga.
Tentu saja Jasver tak tinggal diam dituduh demikian. Jasver menepis tuduhan Nerissa, tapi ibu dan nenek mertuanya sama sekali tak percaya. Tentu saja mereka lebih mempercayai ucapan Nerissa. Bahkan Mamanya pun mempercaya wanita itu. Mama marah padanya. Apalagi saat Nerissa mengancam akan membawa hal tersebut ke ranah hukum karena ia yang menginginkan perpisahan. Pun ancaman tentang kerja sama antara Sajiwa dan Janitra yang membuatnya semakin pusing.
Jasver terdesak. Pun anggota keluarganya yang lebih membela Nerissa daripada dirinya. Lebih mempercayai wanita itu.
Hingga ia dihubungi Om Ganesh.
Benar-benar terkejut karena hubungannya dengan Om Ganesh selama ini begitu dingin karena ia pernah menjalin hubungan dengan Aquinsha.
Tiba di rumah Om Ganesh, ia segera diarahkan ke ruang kerja pria itu. Menunggu beberapa saat dan tak berapa lama Om Ganesh masuk. Pria itu tanpa ekspresi, tapi ia segera berdiri dan menyapa dengan sopan. Meski hubungan mereka tidaklah terlalu baik, tapi tetap saja Om Ganesh adalah omnya, adik dari Papa.
Om Ganesh adalah tipikal orang yang santai, ramah dan murah senyum. Itulah anggapannya sebelum pria itu mengeluarkan taring saat mengetahui jika ia menjalain hubungan dengan Aquinsha. Om Ganesh marah besar, memukulnya seakan ingin membunuhnya. Atau memang itu keinginan pria itu. Kalau saja saat itu tak ada Papa, mungkin ia tinggal nama.
Setelah itu ia pun mengubah pandangannya terhadap Om Ganesh, terutama sikap pria itu.
Om Ganesh memang tenang di permukaan, tapi jika orang tercinta dan tersayang 'disentuh'---meski hanya secuil, pria itu akan berubah layaknya manusia berhati dingin. Tak mengenal siapapun orang itu, meski orang terdekat.
"Ada apa Om memanggil saya?" tanya Jasver tak ingin basa-basi.
"Kamu tau Nerissa yang membuat Aquinsha kecelakaan?" Tak ada ekspresi di wajah Om Ganesh, matanya lurus tertuju padanya.
Meski Jasver ingin menutupi hal tersebut, tentu saja ia tak bisa. Tau jika pria di hadapannya ini tau segala hal. Apapun itu. Jadi, ia yang memang awalnya ingin membicarakan hal tersebut, tentu tidak menutupi. Bahkan mengatakan jika Nerissa juga yang menyuruh orang untuk menembak Aquinsha, meski ia tau Om Ganesh telah tau.
Pria itu tak bereaksi. Mereka diam beberapa saat. "Om dengar kamu mau berpisah dengan dia, tapi dia mengancammu, menuduhmu menjadi penyebab kematian anak kalian?" Jasver mengangguk. Sudah ia bilang sebelumnya jika pria ini tau segalanya, padahal masalah tersebut hanya keluarga inti saja yang tau. "Dan ayah mertuamu ikut menekan kamu juga untuk pembatalan kerja sama?" Lagi-lagi Jasver mengangguk.
"Om akan membantu kamu."
"Syaratnya?"
Om Ganesh menyeringai. Tentu saja Jasver sangat tau omnya yang satu ini. Menawarkan sesuatu, tapi ada syarat dan kesepakatan.
Jadi, Jasver dan Ganesh bekerja sama. Ganesh menyuruh Jasver untuk mempertahankan pernikahannya dulu dengan Nerissa agar bisa mendapatkan bukti tentang kejahatan wanita itu.
Jasver bersikap biasa saja di hadapan Nerissa dan keluarganya. Tak lagi mengutarakan keinginan untuk berpisah, pun Nerissa yang tak lagi mengancamnya akan memenjarakannya.
Baik pihak Jasver maupun pihak Nerissa tak lagi ribut tentang permasalahan mereka dan menganggap jika semuanya telah membaik. Hanya satu orang yang menyadari sikap mengalah dan diamnya Jasver.
Sharga.
Pria itu yang selalu mencari celah keburukan Jasver, melontarkan kata demi kata yang membuat Jasver mendidih.
"Nerissa berani mengancam lo, menuduh, padahal bukan salah lo. Dan dia yang menyebabkan Aquinsha kecelakaan. Apa lo pikir dengan diamnya lo, dia bakal diam juga?" Nada bicara Sharga sangat memprovokasi.
"Lo lebih baik diam. Lo gak tau apapun!" desis Jasver menatap tajam Sharga yang sama sekali tak takut, bahkan menyeringai menatapnya. Jasver hendak berlalu, tapi perkataan pria itu mengurungkan niatnya.
"Gue tau segalanya."
Jasver tetap mempertahankan tatapan tajamnya pada Sharga yang tetap berekspresi santai.
"Apa sebenarnya tujuan lo?" Agak heran mendengar perkataan Sharga. Pria di hadapannya ini adalah kakak Nerissa, tapi pria itu mencoba memprovokasinya.
"Gue suka keributan." Sharga mengendikkan bahu cuek. Jasver pun tak mengacuhkan pria itu.
Hingga beberapa hari mencari tau bukti tentang keterlibatan Nerissa mencelakai Aquinsha, ia menemukannya. Menemukan sejumlah bukti, baik itu rekaman percakapan, pesan hingga bukti transfer sejumlah uang dengan orang yang disuruh, atau sebut saja kaki tangan wanita itu. Hal yang membuatnya agak tercengang karena Nerissa ternyata memata-matai Aquinsha. Membayar orang agar melaporkan setiap kegiatan yang dilakukan wanita itu bahkan gaya pakaian, gaya rambut serta gaya make up.
Jasver merasa ngeri.
Sejak awal ia memang merasa jika ada yang salah dengan Nerissa. Dan dengan semua bukti yang ia temukan membut dugaannya tersebut benar.
Karena Nerissa terus-menerus menempel padanya sejak mereka 'baikan', meski risih, tapi Jasver tetap berpura-pura. Jadi, ketika ada kesempatan untuk menyerahkan dan melaporkan bukti pada Ganesh, ia tak menyia-nyiakan waktu tersebut.
Hal yang membuatnya agak cemas karena Sharga mengetahui hal tersebut. "Gimana ya kalau Nerissa tau apa yang lo lakuin secara diam-diam?"
"Mending lo diam!" desis Jasver.
Sharga menyeringai. "Lo tau gue orangnya gak bisa diam."
Jasver menghantam Sharga, mendesak badan pria itu di dinding. Mengunci pergerakan Sharga. "Adik lo salah. Kalau lo membocorkan hal ini, lo akan tau akibatnya."
"Uh tatut," balas Sharga dengan ekspresi takut yang dibuat-buat. Jasver mengumpat pelan. Melepaskan pria itu. Sangat ingin melayangkan tangan pada wajah Sharga yang terlihat sangat menyebalkan.