FFWB || 26. Pulang

2K 205 4
                                    

"Kangen..."

Diandra terkekeh pelan. Tangan kanannya menepuk-nepuk pelan punggung kekar berbalut kemeja abu-abu. Menghidui aroma yang menyapa indera penciumannya. Tak hanya pria ini, ia pun merasa rindu. Perpisahan yang ia pikir hanya sehari ternyata merambat hingga lima hari.

"Hariku udah terbiasa lihat kamu, rasanya ada yang kurang waktu aku nggak lihat kamu lebih dari sehari."

Gava mengecup lama dahi kekasihnya, menyalurkan rasa rindu yang meluap-luap. Kalau bukan karena ada kasus penggelapan dana, dia tidak akan berjauhan dengan Diandra selama ini. Memanggil Diandra untuk mendampingi pun tidak bisa, pekerjaan di pusat membutuhkan sekretarisnya untuk memantau.

Berpindah dari dahi, bibir Gava berlabuh pada pipi Diandra secara bergantian. Tak lupa dagu dan hidung perempuan itu juga ia sapa. Sebelum bibirnya kembali beraksi, ia menatap tepat pada netra kekasihnya. "Boleh?" pintanya.

Tanpa jawaban, Diandra memejamkan matanya. Tanda bahwa dia menyetujui apa yang akan Gava lakukan. Ketika bibir mereka baru saja menyatu, suara dehaman terdengar. Reflek keduanya langsung berjauhan.

"Ada anak dibawah umur yang melihat, Pak."

Teguran tersebut berasal dari Ibram. Manager yang Gava bawa dari pusat untuk membantunya. Ibram sendiri menyusul saat hari kedua, dimana Gava merasa tidak bisa menghandle semua sendiri.

Jika Diandra terlihat kikuk dan malu, Gava malah terlihat kesal dengan teguran barusan. Pria yang memiliki usia lebih tua darinya itu memang agak jahil. Tipe bapak-bapak jokes receh ngeselin.

"Kamu kalau nggak ada yang jemput naik taksi aja, jangan numpang." Gava berujar sinis penuh peringatan.

"Nggak lah Pak, wong saya dijemput anak istri kok." Dengan wajah sombongnya, Ibram terlihat mengejek atasannya sendiri. Walaupun atasannya dijemput oleh pacar, tetap saja statusnya lebih jelas.

"Ayo, Di. Jangan urusin bapak-bapak kurang belaian ini."

Diandra mengulum bibirnya menyaksikan perdebatan kecil barusan. Sekedar informasi, Gava memang sering berbicara dengan gaya bahasa jauh dari kata formal --bahkan menggunakan lo-gue dikantor namun hanya pada seperantara ataupun lebih muda. Jika lebih tua, walaupun jabatan dibawahnya pun akan Gava hormati. Asal orang itu juga menghormati dirinya.

Kali ini Gava tidak menyetir sendiri. Barusan ada perdebatan kecil antara Gava dan Diandra. Gava kekeh ingin menyetir sendiri, Diandra kekeh mereka diantar supir. Memang siapa yang tidak lelah setelah perjalanan panjang, langsung menyetir di jalanan macet ibu kota.

"Kamu jadi nginep di apartemen aku kan?"

Sejak tiga hari lalu, Gava sudah merengek agar Diandra mau menginap di tempat Gava saat Oris itu pulang nanti. Ingin membayar semua rasa rindu katanya. Padahal setiap malam mereka selalu melakukan panggilan video walau akhirnya sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Mereka sama-sama sibuk, namun tetap menjaga komunikasi.

"He'em, tapi nanti malem makan diluar ya?"

"Mau makan dimana memangnya?"

"Tempat langgananku."

Gava mengangguk saja. Kepalanya ia sandarkan pada bahu Diandra. Biarlah kali ini Diandra menjadi sandarannya. Jauh dari perempuan ini memberi efek buruk pada dirinya. Energinya seolah cepat habis, bekerja terasa lebih melelahkan ketimbang saat bersama Diandra.

Terkadang, saat dia tengah pusing, dia akan memanggil Diandra agar ke ruangannya. Memaksa sekretarisnya bekerja di ruangannya, alasannya tentu karena dia ingin memandang paras cantik sekretaris sekaligus kekasihnya ini. Cukup melihat Diandra, penatnya seolah berkurang.

          

"Apa aku ambil satu sekretaris lagi ya? Biar kamu jadi asisten pribadi aku aja. Jadi kalau kemana-mana kamu bisa ikut."

"Sekretaris kamu sudah dua, Gava."

"Memang. Tapi Adel belum bisa diandalkan sepenuhnya."

"Padahal kemarin aku sudah menyarankan agar Adel menemani mu disana, agar ada yang mengurus keperluan juga mengatur jadwalmu."

"Untuk apa?" Suara Gava terdengar tak senang. "Aku kan maunya kamu, lagipula aku bisa mengurus diri sendiri. Aku hanya butuh kamu disana agar tetap semangat."

Diandra hanya berdecak kecil. Kerap mendengar ucapan manis Gava nyatanya tak membuat dirinya kebal. Ayolah, dia hanya perempuan biasa, perempuan pada umumnya. Yang akan terbawa perasaan saat diperlukan begitu baik. Apalagi mendengar kalimat-kalimat manis pria.

"Tidur saja, masih lama."

"Aku mengantuk, tapi aku juga rindu mengobrol denganmu."

Nafas Diandra tercekat ketika kepala Gava bergerak, berganti posisi dengan wajah menghadap pada lehernya. Memberikan kecupan singkat disisi leher jenjang Diandra. Kenapa pria ini suka sekali bertindak sesuka hati?

"Sini kepalamu," menjauh dari Gava, perempuan itu menarik kepala Gava agar tiduran di pahanya. Posisi ini terasa lebih aman daripada tadi. "Tidurlah, biar aku pijat kepalamu."

Tidak terdengar protesan dari Gava saat jemari Diandra bergerak di kepala pria itu. Rasa nyaman yang diberi Diandra sungguh membuatnya terbuai. Keadaan lelah juga sangat mendukung matanya untuk terpejam. Tak bisa mengelak lagi, badannya memang butuh istirahat yang benar-benar istirahat. Selama disana tidurnya tak lebih dari tiga jam saja.

🍁🍁🍁

T

ayangan serial Korea di televisi menyita fokus Diandra. Sesekali tangannya bergerak, mengusap lembut kepala yang berada di pangkuannya. Sedangkan tangan kanannya mencomot cemilan yang dibelinya saat perjalanan tadi.

Setibanya di apartemen Gava, Diandra menyuruh pria itu membersihkan tubuh dulu baru lanjut istirahat. Disinilah mereka sekarang, Diandra duduk bersandar di kepala ranjang, sedangkan Gava tidur dengan bantalan paha kekasihnya. Diandra pun tak berniat melakukan apapun selain menonton serial Korea. Biarlah Gava puas istirahat. Dia tahu jika istirahat Gava sangat kurang belakangan ini. Padahal jika di kantor, bosnya ini sering bersikap semaunya. Seperti tidur siang ataupun bermain game.

Posisi mereka tidak berganti hingga tiga jam kemudian. Tangan Diandra sudah tidak sibuk mengusap kepala Gava ataupun memegang camilan. Kini ada tisu di tangan wanita itu. Kedua matanya sangat fokus pada laya televisi. Hidung merahnya sesekali mengeluarkan cairan yang langsung ia usap dengan tisu.

Drama Korea ini sudah ia tonton sejak minggu lalu. Namun baru lima episode saja. Akhirnya sekarang dia punya kesempatan untuk melanjutkan.

Gerakan di pahanya tak mengalihkan fokus Diandra yang kini menangis tersedu. Sial, dia memang terlalu perasa ketika menonton drama begini. Hati mungilnya gampang tersentuh. Apalagi saat melihat karakter favoritnya menangis. Air matanya tiba-tiba saja sudah ikut turun.

"Kamu kenapa nangis, Di?"

Pertanyaan itu membuat Diandra terkejut. Terlebih saat Gava bergerak cepat, berganti posisi menjadi duduk. Pria itu menatapnya khawatir. Wajah khas bangun tidurnya sangat kental. Terlihat linglung namun cukup menggemaskan dimatanya.

"Hey, kenapa sayang? Kok bisa nangis gini."

Alih-alih menjawab, tangis Diandra malah semakin keras. Bukan tanpa alasan, scene yang tengah ia lihat jadi terlewatkan karena mendapat gangguan dari Gava.

Kental dengan raut wajah bingung, Gava menarik Diandra kedalam pelukannya. Sang perempuan pun tidak menolak. Ia menempelkan kepalanya di dada Gava. Telinganya jadi salah fokus saat mendengar detak jantung Gava yang keras. Akan tetapi mata yang fokus ke layar televisi membuat ia mengabaikan hal tersebut.

Sengaja, Diandra pun membalas pelukan tersebut agar tidak terlepas. Sedikit lagi, episode ini akan selesai. Sampai saat itu, lebih baik ia berada dalam dekapan Gava agar kegiatannya tidak terganggu.

🍁🍁🍁🍁

To be continue

Lama banget ya? Hehe. Padahal abis part kemarin aku langsung nulis ini tau. Tapi stuck waktu baru dapet dikit. Gatau kenapa sekarang kalau nulis malah jadi ngantuk. Giliran dapet bacaan bagus gabisa berhenti. Maaf ya kawan.

Say hi dulu sama Gava. Kali aja kalian lupa sama visualnya wkwk. Soalnya aku males kasih gambar-gambar hehe.

Jangan lupa vote sama komen banyak-banyak ya!

See you...

Falling for Weird BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang