TIGA BELAS [DANSA]

11.7K 772 33
                                    

Pada pukul 01:00 dini hari. Lengkara sedang memanjat jendela kamarnya sendiri melalui sela-sela tiang dinding, yang memiliki desain tidak rata. Yang membuatnya dengan mudah, untuk memanjat tiang dinding tersebut.

Saat ia berhasil membuka jendela kamarnya, dirinya mulai memasuki area kamar miliknya.

Namun, ia tiba-tiba di kejutkan, oleh keberadaan seorang perempuan, yang sedang duduk di tempat tidur nya.

"Kenapa kak Tata disini!" Lengkara terkejut dengan kehadiran Hanasta di kamarnya.

Hanasta menatap tajam ke arah Lengkara "Harusnya kakak yang tanya! Kenapa kamu keluar rumah tanpa izin? Masuk ke kamar sendiri udah kaya pencuri!"

"Kak Tata yang masuk kamar orang lain tanpa izin! Kakak dapet kunci kamarku dari mana?" Pria itu mengalihkan pandangan nya, berusaha menghindari pandangan tajam, milik Hanasta.

"Kamu di cariin bunda! tapi kamu ga ada di kamar, kalo bunda tau kamu ga ada dikamar! entah bunda bisa semarah apa sama kamu."

"Aku gak mau denger apapun buat sekarang! Kara minta, supaya, kakak secepatnya keluar dari kamar Kara!"

"Lengkara!" Hanasta mulai manaikan intonasi suaranya.

"Kak Tata. Aku capek, aku banyak beban pikiran," keluh Lengkara.

"Kara gak kangen sama Kakak?" Kini Hanasta langsung mengubah topik pembicaraan.

"Hah?" jawab Lengkara dengan ekspresi bingung yang sangat jelas ada di wajahnya.

"Kamu kaya sengaja, jaga jarak sama kakak?"

Lengkara menjawab dengan sangat tertekan, "Kakak yang jaga jarak, dari Kara!"

"Pas kakak pergi kamu gak nangis kan?"

"Bukan gak nangis! tapi aku gak pernah punya kebiasaan nangis di depan orang lain, beda sama Kak Sabumi," lirihnya.

"Bukannya kamu dulu, sering nangis di depan Kakak?" Hanasta mulai menggoda Lengkara.

"Kakak, bukan orang lain!"

"Jadi?"

"Kak Tata!" Lengkara memanggil namanya dengan penuh kekesalan.

Hanasta kini berjalan keluar menuju balkon milik Lengkara, ia saat ini hanya memakai piama panjang berwana Khaki.

Lengkara mengikuti Hanasta menuju balkon, ia mulai memandang gadis itu, gadis dengan wajah serius, memiliki tubuh tidak terlalu tinggi, dan berbadan mungil namun terlihat dewasa secara bersamaan.

Angin malam mulai menerpa wajah Hanasta, rambutnya mulai berantakan karena hembusan angin.

Lengkara mulai memecahkan keheningan di antara mereka "Kenapa keluar ke balkon?"

"Kan kamu yang nyuruh kakak keluar dari kamar kamu?" Hanasta menaikan alisnya, dengan memasang wajah yang menggoda.

"Maksud Kara, keluar dari kamar ini, dan balik ke kamar Kakak."

Kini Hanasta mulai berbalik untuk bersiap memasuki kamar kembali, "Oh okey, Kakak bakalan pergi!"

Lengkara menahan tangan Hanasta yang ingin pergi, "Kak Tata!"

"Kenapa kamu nyoba buat ngelanggar peraturan?" Pembahasan Hanasta kembali ke topik awal.

"Dunia Kara terlalu pengap Kak! semua harus ngikutin aturan."

Hanasta mencoba memberikan pengertian kepada Lengkara "Aturan di buat untuk di taati Lengkara, bukan untuk di langgar!"

"Tapi Kara ... capek Kak!"

          

"Kamu sabar okey? nanti bakalan ada waktunya , dimana kamu bisa lepas dari aturan itu, kaya kamu yang berusaha buat studio musik di rumah ini. Meskipun seluruh keluarga ngelarang kamu, tapi kamu tetap aja ngelakuin itu. Dan untuk masa depan kamu, kamu sendiri yang bakalan mutusin itu, entah itu jadi seorang Seniman atau Pebisnis yang nerusin bisnis Keluarga, kaya Kak Sabumi."

"Aku sama sekali gak pengen jadi kaya kak Sabumi, kecuali mengenai satu hal, dimana aku ingin sekali, menggantikan posisi kak Sabumi," ucapannya dalam hati.

"Gimana sekolah kamu?" Hanasta mencoba untuk mengobrol lebih dekat dengan Lengkara.

"Kara di paksa sama guru buat mainin drama, meranin tokoh utamanya, saat acara ulang tahun sekolah?"

"Hah kenapa bisa ada drama?"

Hanasta mulai bingung, pasalnya pada novel itu sendiri, Lengkara hanya fokus untuk penampilan grub band nya saja pada ulang tahun sekolah, dan ini menjadi titik balik, dimana Lengkara akan dilirik oleh banyak orang-orang penting dalam dunia seni, karena suaranya yang memiliki ciri khas dan penampilan grub band nya yang luar biasa.

"Ga tau juga, tahun-tahun sebelumnya acara ulang tahun sekolah sebatas acara musik atau hiburan lainya, entah kenapa tiba-tiba bisa ada drama. Mungkin permintaan anak donatur supaya dia jadi pusat perhatian?"

"Siapa?"

"Reynata Kalandra!"

"Keluarga Kalandra?"

"Kakak kenal?" Kini Lengkara mulai berbalik menghadap Hanasta.

"Kalo keluarganya Kalandra yang termasuk keluarga yang mempunyai nama besar, apalagi menjadi Donatur. Kemungkinan, itu keluarga Kalandra, keluarga yang sama, dengan keluarga teman kakakmu, Jeyden Kalandra!"

"Kakak masih inget sama, Kak Jeyden?"

"Inget, kenapa emangnya?"

"Ga usah di inget! dia selalu sinis ke Kak Tata!" jawab Lengkara dengan nada ketus.

"Kakak yang di sinisin, kenapa kamu yang gak suka?"

"Kara gak suka! kalo ada orang yang mandang Kak Tata dengan cara itu!" ungkap nya.

"Kenapa?" kini Hanasta fokus melihat ekspresi wajah Lengkara.

"Kak Tata, bisa gak usah banyak tanya!".Lengkara sangat kesal, dengan pertanyaan Hanasta, pasalnya sudah sangat jelas, bahwa dirinya memiliki peran penting di kehidupan Lengkara.

"Oh sorry kalo kebanyakan ngomong." Hanasta langsung menolehkan pandangannya ke depan dengan ekspresi yang penuh dengan keluhan.

"Kak Tata, bukan gitu!" Lengkara langsung panik melihat ekspresi Hanasta.

"Ha ha ha ..." Hanasta mulai tertawa lepas.

Lengkara terdiam saat suara tawa mulai memasuki gendang telinganya, matanya tidak pernah teralihkan saat menyaksikan Hanasta yang sedang tertawa dengan begitu lepasnya.

Kini Hanasta telah berhenti tertawa, entah mengapa saat ia melihat ekspresi cemas yang terpasang di wajah Lengkara, ia tidak bisa menahan tawanya. "Jadi gimana kelanjutannya ceritanya?"

Kini, Lengkara langsung berubah menjadi serius, saat mengetahui bahwa Hanasta sedang mengerjainya.

"Selain karena Kara di paksa buat nampilin drama panggung, itu juga karena Kara gak ada bakat di bidang itu, dan patner yang bakalan jadi pemeran protagonis wanitanya, dia ga bisa latihan kecuali H-2 sebelum acara, karena cedera kakinya, dan masalahnya ada di adegan dansa nya. Kara gak bisa dansa sama sekali."

Hanasta langsung menawarkan bantuan "Kakak bakalan bantuin kamu buat latihan!"

"Hah?" Lengkara sedang memastikan kembali pendengaran nya.

ENIGMA! Menjadi Mantan Pacar Kakak Protagonis! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang