"Jun! Kau ini niat ikut tidak?!" teriak seorang pria paruh baya berkepala plontos, di sisi lapangan basket. Sesekali dia mengibas tangannya seakan menyalurkan emosi.
Disisi lain Juna yang merasa namanya terpanggil hanya meringis, merutuki kesalahannya tadi. Dia gagal memasukan bola pada ring di atas sana dan lagi-lagi dia mendapat sungutan dari pelatih basketnya karena gagal melakukan Dribble ke sesamanya. Pada akhirnya tim Juna kalah.
Alih-alih merasa malu dan kesal, dia malah menunduk dan tidak memedulikan ocehan dan kritikan dari pelatihnya. Matanya hanya fokus menatap ke arah para gadis-gadis pemandu sorak, dalam bahasa gaul sekarang bisa disebut Cheerleader Girls atau CG.
Salah satu dari gadis itu berhasil membuat Juna memutuskan untuk ikut ekskul basket walaupun bukan keinginannya. Dia menyukai dunia bela diri, selain basket juga dia ikut ekstrakulikuler silat. Walaupun mengikuti kedua eksul dia lebih berfokus pada pencak silat. Basket hanya menjadi batu loncatan agar dia bisa terus melihat wanita yang ia sukai sejak kejadian mabuk Stella dua tahun yang lalu.
Ciri khas gadis-gadis pemandu sorak adalah cantik, tinggi, dan kebanyakan dari mereka fokus mempercantik diri, tentunya gadis-gadis memandu sorak terlihat percaya diri. Namun, berbeda dari gadis itu. Dia seperti gadis dengan kepintaran yang tinggi, berkacamata dan berambut sebahu. Dia seperti murid sekolahan yang ambis terhadap nilai. Dia berbeda dari gadis pemandu sorak pada umumnya.
Sepertinya itulah alasan kenapa Juna menyukai gadis itu. Namun, sudah dua tahun dia memperhatikan dia belum ada keberanian untuk mendekatinya. Padahal jika dipikirkan Juna lebih tampan dari pada anggota basket yang lain.
"Heh, Jun kamu dengerin tidak?!"
Juna tersentak, ketika pak Qomar menaikkan nada bicaranya."Sa-saya dengar, Pak ..." Juna menunduk.
"Kalau kamu mau serius, dengan basket. Kamu harus latihan lebih keras lagi, jangan malu-malui sekolah kita!" tegas pak Qomar.
"Iya, Pak." Juna mengangguk.
Pak Qomar lantas meninggalkan Juna sendiri. Perhatian Juna tidak lantas berpindah, dia tetap mencuri pandang kepada salah satu gadis di kumpulan para gadis cantik. Entah, sejujurnya wanita itu tidak terlalu cantik, dia biasa saja, tapi berhasil membuat Juna penasaran dan ingin sekali mendekatinya.
Apakah dia akan berhasil mendapatkan hati gadis itu?
Salis Nirwana, nama yang indah. Bukan hanya namanya Juna ingin mengetahui tentang gadis yang pernah memberinya air minum saat Juna mabuk kendaraan.
Dari kejauhan Juna melihat segerombolan grup pemandu sorak beristirahat, lalu mereka membawa air mineral masing-masing mendapatkan satu, saat semua temannya pergi dari lapangan. Salis seperti kelipungan mencari sesuatu.
"Ver? Habis air minumnya?" teriaknya pada sahabat yang Juna ketahui bernama Hanavera.
Hanavera selalu Salis sebut Vera, dia hendak akan keluar lapangan, tetapi mendengar teriakan Salis Vera berbalik.
"Masa habis?" Dia kembali menghampiri Salis.
"Kosong, Ver!"
"Yah, pasti ada yang bawa dua tuh, siapa sih?!" Vera ikut kesal. "Punya gue udah habis." Dia menunjukkan kemasan gelas plastik ke arah Salis.
Salis mengembuskan napas kasar. "Udah, deh gak apa-apa. Gue gak terlalu haus juga."
"Jangan so kuat, deh. Tunggu di sini gue beliin, deh," tawar Vera.
"Eh, janganlah Lo juga pasti capek!" tolak Salis.
"Sssttt, jangan gitu ini sebagai alasan biar gue bisa nyamperin Delva ke kantin, pliss Lo harus tunggu di sini, yah." Vera malah berlari tanpa mendengar balasan Salis.
"Eh, lo-" Salis menggaruk kepalanya yang tak gatal. "Ada-ada aja tuh, kalau lagi jatuh cinta." Salis menurut saja, lalu duduk di sisi lapangan.
SMA Cakraswara adalah sekolah swasta elite, memiliki beberapa lapangan. Lapangan Voli, basket, dan terdapat kolam renang juga. Tak ayal siswa di sini bisa ikut ektra kurikuler kesukaan mereka dengan bebas. Makanya banyak langganan anak-anak orang kaya tidak akan ragu menyekolahkan anaknya di sekolah ini, selain dijamin masuk universitas ternama, sebagian bahkan bisa berkuliah di universitas luar negri.
"Lo haus 'kan?"
Seseorang mengasongkan sebotol air minum di depan wajah Salis, lantas Salis menatap orang yang telah menawarkannya air minum. Lelaki itu Juna.
"Enggak, makasih. Gue nunggu temen gue beliin air minum," tolak Salis.
"Yakin mau nungguin?" Juna ikut duduk di samping Salis. "Si Vera itu semangat banget buat dapetin si Delva, bisa-bisa dia lupa ngasih Lo minum." Juna kembali menyodorkan tumblernya yang masih belum diterima Salis.
"Jangan nolak terus, gue yakin Lo pasti haus banget," ucap Juna sekali lagi.
Tenggorokannya yang sudah kering sejak tadi, mau tak mau Salis menerima botol minum milik Juna, lalu meneguk habis isi botol tersebut. Dia mendesau saat kerongkongannya dibanjiri air, lalu memberikan kembali botol minum yang telah kosong itu ke pemiliknya.
"Makasih, minumannya," ucap Salis.
Juna tersenyum merekah. "Jadi, gue udah balas Budi."
Salis mengernyit menatap Juna."Maksudnya?"
Juna mengembuskan napas pelan. Sejujurnya Juna tidak bisa menjelaskan hal itu dikarenakan saat itu adalah kejadian yang tak terduga, Salis mungkin tidak mengetahui jika itu Juna atau bukan. Bahkan bisa jadi dia lupa kejadian dua tahun yang lalu.
"Lo pasti bakal lupa, Lo pernah ngasih gue air minum juga," ungkap Juna.
Salis mengubah posisinya menghadap Juna. "Pernah? Kapan?"
Melihat wajah Salis yang sedekat ini membuat degup jantung Juna berdetak dengan kencang. Sekilas dia terpaku pada mata Salis, lalu Juna menggeleng, melempar pandangannya dari Salis.
"Lo inget-inget aja, gue gak mau cerita. Takutnya disebut mengada-ngada." Juna tertawa pelan.
"Gue gak yakin, gue bahkan baru sekarang ngobrol sama Lo," tutur Salis.
"Kalau gitu mulai sekarang kita harus akrab," ucap Juna.
"Hah?" tanya Salis melongo, masih tidak bisa mengerti ucapan Juna barusan.
"Emang Lo gak mau kenalan sama cowok ganteng kayak gue?" Juna mengguar surainya yang basah karena keringat.
Salis menutup mulutnya dan tertawa pecah, pria di sampingnya ini ternyata sangat percaya diri sekali. Salis tahu Juna, dia cukup terkenal karena membuat grup yang beranggotakan tiga orang.
Fungsi grup itu adalah peberantas pembullian di sekolah. Makanya terkadang guru-guru memberikan apresiasi terhadap tiga sekawan itu karena berani membela kebaikan.
Juna menyunggingkan senyum, dia cukup senang melihat tawa Salis. Sepertinya cukup mudah untuk dekat dengannya, Salis adalah orang yang mudah akrab juga.
•••
Akhirnya kita bertemu lagi di cerita baruku, pengikut setiaku? Kamu mampir gak, nih? ( ◜‿◝ )♡
Mohon kritik dan sarannya, hujatan pun bolehlah, yah. Saking pengennya di komen
Salamku,
A. Amarawardhani
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Kasih Remaja
Teen FictionSpin-off Cermin Terbalik 2 Ini semua salahmu, semua salah Stella jeruk. Itulah alasan kenapa aku bertemu denganmu. walaupun singkat, aku kesulitan untuk melupakanmu. Hingga takdir mempertemukan kita. Namun, aku baru sadar bahwa kita mungkin hanya di...