"Aku serius, kamu tidak perlu memaksakan diri. Kita bisa pergi lain kali."
"Sudahlah. Kalau sendirian di rumah aku justru akan kepikiran. Lagi pula, kita sudah sampai di sini."
Athalla menatap Naya dengan cemas. Gadis itu jelas masih terguncang, tapi ia tetap memaksakan diri untuk memenuhi janjinya pada Athalla.
"Ayolah, kenapa wajahmu malah seperti itu? Bukannya kita mau senang-senang di sini?"
"Baiklah. Tapi kalau kamu mau pulang bilang saja, ya."
Naya menjawabnya dengan anggukan. Ia berlari ke kandang gajah. Gemas sendiri melihat gajah yang sedang makan.
Dengan semangat ia menyuruh Athalla untuk berfoto di depan kandang-kandang hewan. Tertawa saat Athalla berpose lucu atau sok keren. Athalla mengajak bergantian. Naya yang tidak pandai berpose awalnya menolak, tapi akhirnya ia mau berfoto karena Athalla terus membujuk. Athalla tertawa gemas melihat pose Naya yang kaku dan itu-itu saja. Meskipun begitu, ia tidak bisa berhenti menatap foto itu.
"Tuh, kan. Aku jelek kalau di foto." Naya cemberut ketika melihat-lihat foto yang tadi mereka ambil. Ia mendudukkan dirinya di sebuah bangku yang sejuk karena ada pohon rindang di sampingnya.
"Menurutmu saja. Cantik, kok." Athalla meluruskan kakinya yang pegal karena berjalan cukup lama. Lelaki itu meneguk air minum yang ia bawa dari rumah.
"Iya, ya. Buktinya Erik sampai mengambil fotoku diam-diam."
Air yang baru saja masuk ke tenggorokan Athalla seketika keluar lagi karena perkataan Naya.
"Aku bingung apa yang dia lihat dariku sampai segitunya. Kenapa aku bisa menarik perhatian seorang psikopat?"
"Seram, ya? Kamu pasti takut," ucap Athalla masih dengan batuk kecil karena tersedak.
"Sejujurnya, aku jadi merasa ada yang mengintaiku." Naya menyeruput minuman kaleng di tangannya.
"Usahakan jangan pergi sendirian, ya. Aku tidak ingin menakut-nakuti, tapi orang sepertinya sering kali berbuat nekat."
"Benar. Aku jadi semakin curiga dia yang membunuh Malaika. Tapi, kenapa kita tidak menemukan apa-apa, ya? Bukankah psikopat biasa mengambil sesuatu dari korbannya sebagai trofi?"
"Atau mungkin saja semua perkiraan kita meleset. Dia mungkin psikopat yang suka menguntit dan mengambil foto orang diam-diam karena terobsesi, tapi tidak sampai tahap bisa membunuh."
Gadis itu mengembus napasnya dalam. Ekspresi lelah tampak jelas di wajahnya. Padahal, ia pikir bisa segera mendapatkan titik terang. Kalau seperti ini mereka kembali lagi ke titik nol, alias harus memikirkan ulang siapa pembunuhnya. Ia meletakkan kepalanya di atas kedua tangannya yang terlipat. Mencoba memikirkan siapa saja yang bisa terlibat dalam pembunuhan ini selain Erik.
"Di mana Malaika tinggal? Apa tetangganya tidak ada yang mencurigakan?"
"Dia tinggal di panti asuhan. Setahuku, anak-anak panti menyayanginya karena dia sudah seperti sosok kakak untuk mereka." Naya menegakkan kepalanya. Seolah teringat akan sesuatu. "Eh ... atau ada, ya?"
"Siapa? Siapa?"
Naya mendesis tidak yakin. "Sebenarnya, aku tidak tahu orang itu tidak menyukai Malaika atau memang sifatnya seperti itu. Malaika pernah cerita di panti asuhan itu ada seorang pengurus yang galak dan terlalu ketat soal peraturan. Malaika memang sering melanggar peraturan sih, jadi sering dimarahi, tapi aku tidak pernah berpikir dia bisa sampai membunuh, apalagi menghilangkan bukti."
Athalla memperhatikan penjelasan Naya dengan serius. Ia mengangguk paham. "Memang sih tidak semua orang bisa sedetail itu. Akan sulit jika tidak terbiasa. Tapi, siapa tahu dia memang sudah merencanakannya sejak lama. Apa di panti asuhan itu tidak ada kasus lain?"
KAMU SEDANG MEMBACA
When the Starlight Has Come (Revisi)
RomanceUsaha seorang gadis mencari pembunuh sahabatnya dengan bantuan anak baru.