Happy Weekend.
Kalau suka jangan lupa untuk vote, komen dan share yaa..
Koreksi juga kalau ada typo.
|🥞 Happy Reading 🥞|
Aku memastikan gaun yang aku kenakan sudah senada dengan milik Mas Arda. Saat ini aku sudah selesai berdandan, tinggal memakai gaun menunggu kedatangan Mas Arda.
Klik ..
Suara apartemen yang terbuka kode pintunya membuatku menatap siapa yang datang. Dibalik pintu itu ternyata Mas Arda, yang sangat jarang mau membuka sendiri. Katanya waktu itu, terlalu lancang karena bukan tempatnya. Tapi lihat ini, suatu perubahan yang baik, bukan?
“Maaf, saya kira kamu masih bersiap-siap. Jadi, langsung masuk.” Ucapnya sembari berjalan mendekat menuju sofa.
“Tinggal pakai gaun aja, nungguin Mas Arda.”
“Kenapa?” Tanyanya menatapku dengan heran.
“Seperti biasa biar senada sama kamu.” Agak geli juga jawabanku barusan. Tapi melihat langsung itu merupakan opsi yang tepat, karena setiap mengirimkan pesan selalu tidak mendapatkan jawaban yang sesuai dengan keinginanku.
“Setelan saya selalu sama.” Justru itu, dia akan bertekad setelah menyandang status sebagai istrinya, ia akan memasukkan beberapa warna pakaian yang berbeda. Mas Arda selalu memakai jas, lalu dipadukan kemeja hitam atau kemeja putih.
Pernah pakai batik tapi selalu tertutup dengan jasnya. Entahlah kenapa selalu memakai jas, apa tidak gerah? Ini bumi lagi panas-panasnya. Aku saja rasanya mau telanjang.
“Tunggu apalagi, Zilda?” Mas Arda mengembalikanku dari lamunan. Entah kenapa saat memanggil namaku, rasanya suara dia sangat seksi. Sangat pas saja dengan nada baritonnya.
Aku segera bergegas kembali ke kamar. Berhubung pakaian Mas Arda sama seperti hari lain, aku memutuskan untuk memakai gaun brokat bertali spaghetti selutut dengan warna peach.
“Yuk, Mas.” Ajakku.
Kami berangkat dan jangan harap ada pujian bahwa aku cantik. Aku tidak memerlukan pujian itu, semua mata tahu bahwa ini cantik. Mas Arda pernah memuji tapi jarang. Bisa dihitung pakai jari.
🥞🥞🥞
Setelah menempuh perjalanan yang cukup panjang, karena hari Minggu, ramainya jalan raya yang dipadati para pemotor membuat kami sedikit terlambat.
“Mas Arda, gandeng aku.” Jujur saja seharusnya dia berinisiatif, bukan malah aku mengingatkan seperti ini.
“Hm.” Dehamnya, meraih pinggangku. Kami berjalan beriringan.
Saat memasuki ballroom, sangat banyak yang berseliweran dan lihat antrian untuk bersalaman dengan sang pengantin sudah mulai panjang.
“Mas, kita salaman juga?” Tanyaku, membayangkan aku yang ada di altar sana berdiri menampilkan senyum sepanjang malam sudah membuatku terbayang betapa melelahkan.
“Seharusnya begitu. Kita cari makan dulu, ayo.” Ajaknya yang masih memeluk pinggangku.
Kami makan, lebih tepatnya aku yang makan. Mas Arda hanya mengambil minuman, dia tidak makan katanya sudah kenyang. Alhasil aku sendiri yang makan.
“Mas, satenya enak. Aaakk dulu,” Kataku menyodorkan sate yang mau tidak mau Mas Arda menerimanya.
“Gimana rasanya?”
“Biasa saja.” Aku mendengkus, memang salah minta penilaian dari dirinya.
“Loh, Arda bukan ya?” Seorang perempuan datang menghampiri kami.
“Mitha?” Tanya Mas Arda memastikan, ia bangkit dari duduknya. Aku melihat interaksi keduanya sembari makan.
“Yaampun, apa kabar? Wah siapa ini yang dibawa?” Tanya seorang bernama Mitha.
Mau tidak mau aku bangkit untuk bersalaman. “Halo saya Zilda,” Ucapku disambut baik, dan aku kembali duduk.
Lapar perlu dituntaskan. Urusan perempuan lain yang mengenal Mas Arda belakangan.
“Siapa, Da? Adik kamu?” Sumpah aku hampir tersedak saat ia berasumsi aku adalah adiknya.
Mas Arda terkekeh, “Dia tunangan saya.”
Aku merona saat diakui didepan perempuan ini, itu artinya dia bukan siapa-siapa. Aku pikir akan seperti cerita di novel. Bertemu kenangan masa lalu.
“Wah, sekalinya dapat langsung status bertunangan. Selamat ya, tinggal skidapapap aja ini, mah.” Tuturnya. Kali ini aku benar-benar tersedak, Mas Arda segera menyodorkan minumannya. Padahal kalau dipikir minumanku ada disebelahku tepat.
Setelah mereda, aku meringis. “Maaf ya, kalian lanjut lagi ngobrolnya.”
Mitha hanya tersenyum geli, dan Mas Arda berdeham. “Zilda lucu agak imut juga, tipe kamu banget nggak sih, Da?” Tanyanya membuatku menatap Mas Arda, ingin tahu juga apa jawabannya.
Mas Arda melirikku sejenak, “Iya.”
Yaampun, entah seperti apa sekarang wajahku yang benar-benar kepanasan. Reaksi Mitha tertawa kencang saat mendengar jawaban Mas Arda.
Ini benar-benar tidak aman untuk jantung dan wajahku yang gampang merona, apa perempuan didepannya ini tidak bisa berhenti menggoda? Ia takut dilambungkan dengan jawaban Mas Arda lalu dihempas ke dasar paling bawah.
“Sudah jangan menggoda, saya.” Ucap Mas Arda menghentikan kegilaan perempuan itu.
Mitha menghentikan tawanya, “Ini langka. Mungkin ini juga pacar sekaligus orang pertama, kan? Kamu, kan nggak pernah pacaran, si rajin semasa kuliah.” Cibirnya.
Dari perkataan Mitha, sekarang aku tahu siapa dia—teman kuliah Mas Arda.
“Saya pemilih, sekalinya dapat udah mau jadi calon istri.” Aku menatap Mas Arda penuh rasa heran, ini beneran Mas Arda yang biasanya bersikap dingin dan penuh wibawa?
“Selamat deh, jangan lupa diundang. Kalau gitu aku duluan ya, kalian lanjut menikmatinya. Semoga bisa ketemu di lain waktu. Bye-bye.” Pamitnya.
Aku menghembuskan napas lega, akhirnya perempuan ini mengakhiri sesi interogasinya.
Mas Arda kembali duduk. Aku meringis padahal mereka mengobrol cukup lama, kenapa tidak kepikiran mengajak duduk, sih?
Aku menatap Mas Arda, dengan senyum geli aku iseng aja, “Jadi aku ini yang pertama?” Tanyaku menggodanya.
“Yang terakhir juga,” Jawabnya cepat dan tahu bagaimana reaksiku? Mau salto pokoknya.
Aku akan menandai hari baik ini, sikap Mas Arda hari ini sangat diluar dugaan. Bagaimana tidak? Dia membuatku melambung.
Akan aku catat, ini adalah kemajuan dua langkah ke depan.
Aku kembali menyodorkan sate di depan mulutnya. Dan mas Arda mau-mau saja menerima. Aku tersenyum, rasanya hampir mendekati gila.
Berharap Mas Arda full undangan pernikahan, rejeki mendapatkan sisi lain dari Mas Arda.
***
TBCGimana part ini? Aku yang nulis ikut senyam-senyum sama tingkah Mas Arda 😭
KAMU SEDANG MEMBACA
Kode Peka
RomanceOn Going!!!! ‼️Cerita terdapat unsur DEWASA , dibawah umur nggak usah mampir‼️ "MAS ARDA SAYANG ZILDA GAK SIH?! AKU CAPEK NUNGGUINNYA." Seruku, masa bodoh kalau pun hujan gerimis dari mulutku mengenai wajah pria tampan ini. "Ya," kata Mas Arda datar...