12 | Pada Akhirnya...

32 3 0
                                    

Pada akhirnya,
Pohon itu dengan kuat ku tebang.
Pohon-pohon itu menangis.
Aku tidak pernah menyangka jika pohon-pohon itu akan menangis dengan begitu sendu.
Maaf.

Jujur saja,
Sebenarnya aku sempat ingin mengurungkan diri untuk menebangnya.
Namun karena kemarau terus menerus melanda diriku sendiri,
Jadi ku paksakan saja untuk menebangnya.
Dari pada dapat menciptakan api yang akan menjadikannya lebih merugikan dan mengerikan.

Pohonnya sudah ku jadikan bangku taman,
Namun bangkunya ku putuskan untuk dibawa ke rumahku saja.
Siapa tahu mereka menyusul bangkunya ke rumahku.
Ku harap begitu.

Hari-hari berlalu lebih lambat dari biasanya.
Aku tidak tahu itu berarti lebih menyenangkan atau lebih membosankan.
Namun yang jelas,
Ini sangat berbeda.

Kabar baiknya,
Sepertinya tubuhku sudah berhasil melewati kemarau itu.
Buktinya saja sekarang sudah turun hujan, kan?
Darahku mulai membaik.
Disini juga aku bisa melukis dengan bebas,
Dengan posisi yang sama di dalamnya.

Bisakah aku bertahan sampai akhir?

Disini sungguh berbeda.
Tapi ku dengar di sana juga katanya jadi berbeda, ya?
Sepertinya memang sedang musimnya.

Untuk musim-musim berikutnya, semoga cuacanya lebih cerah, ya!

Blue WordsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang