10 | Assemblé

179 25 1
                                    

"Gunwook, katakan saja apa yang sebenarnya terjadi. Jangan menambahkan dan mengurangi. Kakak percaya padamu."

"I-Iya, Kak," Gunwook mengangguk paham.

Hanbin menggenggam tangan Gunwook dan memberikan senyum terhangatnya. Adiknya sukses menerima keberanian yang Ia berikan, dan keduanya pun siap menghadapi sang wakil kepala sekolah untuk menyelesaikan semua ini.

Belum sempat Hanbin mengetuk pintu ruangan, keduanya disusul oleh pihak yang berlawanan dengan mereka. Mata Gunwook menatap tajam pada Jaeho, sedangkan yang ditatap hanya tersenyum remeh padanya.

"Selamat siang," Hanbin tersenyum dan menundukkan tubuhnya, memberikan salam hangat yang sopan pada Jaeho dan seorang wanita yang mereka tebak sebagai ibunya.

Sang ibu mendecih, "Berhenti bersikap sok bertata krama. Urus saja adik pencurimu itu."

Mendengar hal itu, Hanbin hanya mampu meremat celananya, berusaha menahan dirinya agar tak sampai tertelan amarahnya sendiri. Ia membukakan pintu dan mempersilahkan Jaeho dan ibunya masuk terlebih dahulu.

"Gunwook," undang Hanbin sesaat sebelum keduanya masuk.

Gunwook menoleh pada sang kakak, dan mendengarkan kalimat yang keluar dari mulut Hanbin, "Tak perlu marah dan emosi. Kita tak bersalah di sini. Paham?"

"Iya, Kak. Aku tidak akan marah. Janji," Gunwook tersenyum dan mengangguk setelah memamerkan jari kelingkingnya.

Hanbin menepuk bahu adiknya, dan pada akhirnya mengajak keduanya masuk ke dalam ruangan tersebut.

Pintu dibuka, dan aroma pekat yang dimiliki oleh minyak orang tua khas menyambut kedatangan mereka pertama kali.

"Ah? Nyonya Lee, selamat datang. Silahkan duduk," guru lain yang ada di sana menyambut hangat kedatangan sang komite sekolah tersebut. Tentu saja Hanbin tak mendapat perlakuan serupa.

"Ramai juga," gumam Hanbin. Bagaimana tidak, selain Pak Choi selaku wakil kepala sekolah, ada empat guru yang ikut campur dalam pertemuan kali ini. Mereka berbincang sendiri dengan Nyonya Lee, tak mempedulikan eksistensi Hanbin di sana.

Pak Choi berdehem, "Kalian minggir. Biarkan Gunwook dan walinya duduk."

Keempatnya saling pandang dan berdecak. Mau tidak mau, mereka mematuhi apa yang dikatakan Pak Choi. Hanbin hanya memberikan senyumnya, lantas mengajak adiknya duduk di tempat yang tersedia.

"Jadi... bisa jelaskan masalah yang terjadi?" Pak Choi berujar sembari bersandar di kursinya.

"Dia mencuri kartu kredit putraku. Dia harus dikeluarkan dari sini," Nyonya Lee menjawab dengan lantangnya.

Pak Choi menggeleng, "Maaf, saya tidak bertanya pada anda. Saya bertanya pada Gunwook dan Jaeho."

Nyonya Lee menatap tidak percaya pada pria tersebut. Ia mendengus, lantas menyenggol bahu Jaeho, memerintahkan sang putra untuk menjawab.

"Aku kehilangan kartu kreditku saat jam istirahat. Aku mencarinya, tapi aku tidak menemukannya. Di manapun. Lalu, aku menemukannya di tas Gunwook," jelas Jaeho, "Dia mencurinya."

"Dengar, 'kan?" Nyonya Lee mendekap kedua tangannya, "Sekarang, cepat keluarkan surat putusan—"

"Nyonya Lee, Nyonya Lee. Bisakah anda lebih menghormati yang lain?" potong Pak Choi, "Kita bahkan belum mendengar pembelaan dari mereka."

Nyonya Lee tertawa, "Untuk apa? Apakah suara mereka penting? Untuk apa mendengarkan penjelasan pencuri?"

"Saya tidak mencuri," Gunwook menyanggah tuduhan.

Bon Voyage || ℤ𝔹𝟙-𝕂𝕖𝕡𝟙𝕖𝕣Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang