"Gunwook, katakan saja apa yang sebenarnya terjadi. Jangan menambahkan dan mengurangi. Kakak percaya padamu."
"I-Iya, Kak," Gunwook mengangguk paham.
Hanbin menggenggam tangan Gunwook dan memberikan senyum terhangatnya. Adiknya sukses menerima keberanian yang Ia berikan, dan keduanya pun siap menghadapi sang wakil kepala sekolah untuk menyelesaikan semua ini.
Belum sempat Hanbin mengetuk pintu ruangan, keduanya disusul oleh pihak yang berlawanan dengan mereka. Mata Gunwook menatap tajam pada Jaeho, sedangkan yang ditatap hanya tersenyum remeh padanya.
"Selamat siang," Hanbin tersenyum dan menundukkan tubuhnya, memberikan salam hangat yang sopan pada Jaeho dan seorang wanita yang mereka tebak sebagai ibunya.
Sang ibu mendecih, "Berhenti bersikap sok bertata krama. Urus saja adik pencurimu itu."
Mendengar hal itu, Hanbin hanya mampu meremat celananya, berusaha menahan dirinya agar tak sampai tertelan amarahnya sendiri. Ia membukakan pintu dan mempersilahkan Jaeho dan ibunya masuk terlebih dahulu.
"Gunwook," undang Hanbin sesaat sebelum keduanya masuk.
Gunwook menoleh pada sang kakak, dan mendengarkan kalimat yang keluar dari mulut Hanbin, "Tak perlu marah dan emosi. Kita tak bersalah di sini. Paham?"
"Iya, Kak. Aku tidak akan marah. Janji," Gunwook tersenyum dan mengangguk setelah memamerkan jari kelingkingnya.
Hanbin menepuk bahu adiknya, dan pada akhirnya mengajak keduanya masuk ke dalam ruangan tersebut.
Pintu dibuka, dan aroma pekat yang dimiliki oleh minyak orang tua khas menyambut kedatangan mereka pertama kali.
"Ah? Nyonya Lee, selamat datang. Silahkan duduk," guru lain yang ada di sana menyambut hangat kedatangan sang komite sekolah tersebut. Tentu saja Hanbin tak mendapat perlakuan serupa.
"Ramai juga," gumam Hanbin. Bagaimana tidak, selain Pak Choi selaku wakil kepala sekolah, ada empat guru yang ikut campur dalam pertemuan kali ini. Mereka berbincang sendiri dengan Nyonya Lee, tak mempedulikan eksistensi Hanbin di sana.
Pak Choi berdehem, "Kalian minggir. Biarkan Gunwook dan walinya duduk."
Keempatnya saling pandang dan berdecak. Mau tidak mau, mereka mematuhi apa yang dikatakan Pak Choi. Hanbin hanya memberikan senyumnya, lantas mengajak adiknya duduk di tempat yang tersedia.
"Jadi... bisa jelaskan masalah yang terjadi?" Pak Choi berujar sembari bersandar di kursinya.
"Dia mencuri kartu kredit putraku. Dia harus dikeluarkan dari sini," Nyonya Lee menjawab dengan lantangnya.
Pak Choi menggeleng, "Maaf, saya tidak bertanya pada anda. Saya bertanya pada Gunwook dan Jaeho."
Nyonya Lee menatap tidak percaya pada pria tersebut. Ia mendengus, lantas menyenggol bahu Jaeho, memerintahkan sang putra untuk menjawab.
"Aku kehilangan kartu kreditku saat jam istirahat. Aku mencarinya, tapi aku tidak menemukannya. Di manapun. Lalu, aku menemukannya di tas Gunwook," jelas Jaeho, "Dia mencurinya."
"Dengar, 'kan?" Nyonya Lee mendekap kedua tangannya, "Sekarang, cepat keluarkan surat putusan—"
"Nyonya Lee, Nyonya Lee. Bisakah anda lebih menghormati yang lain?" potong Pak Choi, "Kita bahkan belum mendengar pembelaan dari mereka."
Nyonya Lee tertawa, "Untuk apa? Apakah suara mereka penting? Untuk apa mendengarkan penjelasan pencuri?"
"Saya tidak mencuri," Gunwook menyanggah tuduhan.
"Setelah menemukan kartu kredit putraku di dalam tasmu?" sinis wanita itu yang kini menatap Gunwook, "Lagipula, mana ada pencuri yang mau mengaku. Sudahlah. Saya sibuk. Keluarkan surat putusan, dan semuanya selesai."
"Benar itu," salah seorang guru mendukung ungkapan wanita tersebut, "Kami juga tidak mau mendidik pencuri."
"Betul! Pencuri tidak pantas untuk dididik!" guru lainnya mengangguki juga.
Pak Choi memukul meja kerjanya, "Diam!"
"Tidak ada yang memberi keputusan sebelum Pak Bang memberikan tanggapannya!" seru Pak Choi. Ia berdecak sebal, lantas menyesap kopinya, "Baiklah. Gunwook, silahkan."
"Terima kasih, Pak Choi," Gunwook tersenyum pada gurunya sesaat, sebelum Ia menatap Jaeho, "Saya bersumpah tidak mencuri apapun."
"Pagi itu, saya datang dan tidak memiliki niatan untuk bertemu Jaeho. Namun, saat saya lewat di depan kelasnya, dia tiba-tiba memukul saya. Di situ saya tidak membalas, dan saya langsung pergi. Sesampainya di kelas, saya pun tidak melakukan apapun selama kelas Pak Lee. Hingga istirahat tiba, Junghoon membawa saya ke ruang kesehatan."
"Kak Hanbin berniat menjemput saya karena saya sakit, dan ketika saya akan mengambil tas... kekacauan terjadi," finalnya mengakhiri penjelasan.
"Sudah jelas, 'kan? Ia mencurinya saat Ia berkelahi dengan putraku," Nyonya Lee menaikkan sebelah kakinya.
"Daripada berkelahi mungkin lebih tepat saat putra anda menghajar adik saya tanpa alasan," Hanbin tersenyum pada Nyonya Lee.
"Hei! Jaga bicaramu!" wanita itu berseru sembari menunjuk Hanbin, "Bocah sepertimu tidak usah mengurusi masalahku!"
"Saya walinya Park Gunwook, saya berhak angkat suara," jawab Hanbin dengan tenang.
"Hahahaha," Nyonya Lee tertawa. Ia mendekat ke Hanbin dan menatap remeh padanya, "Lihatlah dirimu anak muda. Kasihan sekali di usia beliamu sudah harus mengurusi kenakalan adikmu."
"Lagipula, di mana orang tua kalian?" tanyanya dengan kekehan, "Mengapa tidak datang?"
"Atau... tidak ada?"
"Maaf, ini bukan pembahasan utama kita," Hanbin menghentikan kalimat wanita itu, "Mari kembali ke topik utama."
"Sepertinya benar," Nyonya Lee tertawa, "Pantas saja kelakuan kalian seperti ini—"
'BRAK!'
Seisi ruangan dibuat terkejut mendengar suara yang menggelegar secara tiba-tiba. Gunwook pun sama, matanya membulat melihat apa yang terjadi di hadapannya. Meja dengan penutup kaca yang ada di hadapan mereka hancur seketika, akibat sebuah tangan yang menghajarnya dengan sangat amat kuat.
"Ah, maaf," Hanbin terkekeh kecil. Ia mengambil tisu, membersihkan darah yang ada di tangan kanannya, "Tadi saya melihat semut ada di meja."
"G-Gila.." lirih seorang guru di sana.
Pak Choi hanya mendesah lelah. Ia pun menatap pada dua siswanya yang sedang berada dalam perseteruan, "Kalian punya bukti? Apapun?"
"Saya punya," Jaeho berdiri, "Saya punya saksi. Ia mengaku melihat Gunwook melakukan pencuriannya."
Gunwook pun mengernyitkan keningnya. Bagaimana bisa seseorang melihatnya melakukan pencurian di saat Ia bahkan tidak melakukan pencurian?
"Siapa?"
"Haku Shota. Teman kelasku," jawab Jaeho. Gunwook mengulum bibirnya, sepertinya Ia pernah mengetahui sesuatu tentang nama itu.
"Pak Hong, panggilkan siswa itu," perintah sang wakil kepala sekolah.