Mohon untuk memberikan vote dan follow akun author....
Sabrina
Kehilangan bayi dalam kandunganku sangat membuat mental terganggu. Aku merasa menjadi ibu yang buruk bahkan berkali-kali ada keinginan untuk mati karena terus merasa bersalah. Bahkan aku sempat kehilangan ingatanku dan tidak mengingat semua orang termasuk Stefan suamiku sendiri. Apalagi hinaan dan cacian orang-orang kepadaku yang begitu banyak semakin membuatku ingin segera mati saja.
Sambil terus menangis aku berjalan tak tahu arah dan tujuan. Aku tidak peduli lagi dengan semuanya dan hanya ingin mati. Tampaknya keinginan ini sebentar lagi akan terwujud karena sekarang aku sudah berada di tepi jurang dan ini merupakan tempat yang sama saat aku berniat mati beberapa waktu yang lalu karena kesalahpahamanku dengan Stefan.
Sambil memejamkan mata aku mulai melangkah namun Stefan mencegahku. Wajahnya sangat cemas dan lelah yang membuatku tak tega. Tapi aku ingin lepas dari rasa sakit ini.. rasa sakit yang membuat mentalku semakin memburuk.
"Aku mohon jangan tinggalin aku sabrina!"
"Stefan semua orang membenciku.. aku juga membunuh anakku.. aku sangat jahat" ucapku dengan air mata yang mengalir deras.
"Itu semua bukan kesalahan kamu..."
"Aku tetap mau mati" balasku masih teguh pendirian.
"Aku cinta kamu, gak bisakah aku dijadikan alasan buat kamu tetap bertahan hidup?"
Tatapan matanya, kehangatan dekapannya dan kata-kata cintanya tanpa sadar membuatku mulai luluh. Aku mulai berjalan mendekati Stefan dan Stefan mulai tersenyum. Namun sesuatu membuatku hampir terjatuh dan semuanya kembali gelap.
Saat membuka mata tanpa sadar aku sudah berada dalam dekapan Stefan. Aku mencintainya.. aku berharap kami bisa selamanya bersama. Meskipun seisi dunia membenciku asalkan ada Stefan itu sudah lebih dari cukup.
"Aku cinta kamu Sabrina.. aku gak akan pernah lepasin kamu lagi!!"
Ucapannya membuatku tersenyum dan aku mulai mengusap air mata Stefan yang mulai mengering. Aku mencium puncak kepalanya dan kami berpelukan dengan erat.
..........................
"Sabrina seseorang mencarimu..."
Setelah insiden di tepi jurang kini aku kembali ke rumah sakit dan menjalani perawatan lagi. Tapi Stefan bilang seseorang tengah mencariku namun entah siapa...
"Siapa yang mencariku?" Balasku penasaran.
"Prisilia..."
Aku hanya diam tidak menjawab perkataan Stefan. Selama ini aku tidak pernah mengatakan pada Stefan siapa orang yang telah membocorkan pernikahan rahasia kami. Aku hanya diam dan tidak berkomentar apa-apa tapi aku tahu yang melakukan semua ini adalah Prisilia. Seminggu sebelum keguguran sebenarnya aku telah bertemu dengan Prisilia. Dia berkata telah membocorkan semuanya ke media dan melakukan ini semua karena sangat membenciku.
Prisilia bilang aku sangat beruntung mendapatkan Stefan dan sangat tidak adil untuk dirinya. Prisilia diperkosa oleh seseorang dan hampir gila, berbeda dengan kondisiku yang selalu bahagia dan mendapatkan suami sebaik Stefan. Tapi kenapa malah aku yang dibenci padahal aku tidak melakukan kesalahan apapun pada dirinya. Dia bilang nasibku sangat bagus, apakah dia tidak tahu jika selama ini aku hidup sebatang kara sejak kecil dan hanya memiliki Stefan sebagai tempat berlindung?
"Suruh dia masuk...." ucapku mencoba tenang.
Setibanya dia di ruang inap, Prisilia menangis tersedu-sedu namun tentu saja aku tidak akan merasa kasihan padanya. Dia yang menyebabkan kekacauan ini sampai aku harus keguguran padahal aku tidak pernah berbuat jahat padanya. Aku menganggapnya teman tapi balasan yang Prisilia berikan sangat menyakitkan.
"Sabrina bisakah kita bicara berdua?"
"Aku tidak mau.. kalau kamu mau bicara biarkan Stefan mendengar semuanya!"
"Aku minta maaf atas semuanya.. karena sudah membocorkan pernikahanmu ke media dan membuatmu harus tertimpa musibah.."
Stefan yang mendengar semua ini tampak kaget dan memandangku untuk meminta penjelasan. Namun aku hanya diam tidak bergeming dan hanya menghela nafas panjang. Sejujurnya aku sangat marah pada Prisilia hingga ingin memakinya namun aku sama sekali tidak memiliki tenaga dan lelah dengan semuanya.
"Prisilia apakah kamu pernah menganggapku teman?"
"Tentu saja Sabrina aku menganggapmu sebagai seorang teman..."
"Seorang teman tidak akan menghancurkan temannya yang lain.. aku gak mau menyalahkanmu atas musibahku.. aku memaafkanmu tapi aku mohon jangan pernah lagi muncul dihadapanku karena itu sangat menyakitkan!!"
Prisilia menangis tersedu-sedu mendengar perkataanku. Setelah itu dia pergi dan mengucapkan salam perpisahan. Aku tidak membalasnya dan hanya terdiam. Sudah bagus aku tak memakinya dan masih bisa mengendalikan emosi.
"Sabrina kamu benar-benar sudah dewasa sekarang, aku sangat bangga padamu..."
Aku hanya tersenyum mendengar perkataan Stefan dan akhirnya kami berpelukan lagi. Semoga apapun yang menimpa rumah tangga kami, kami bisa mengatasinya sesulit apapun.
............................
Sejak kecil aku sudah mengenal Stefan... dia memutuskan untuk menikah denganku karena hidupku yang sudah sebatang kara. Dia juga rela menjadi guruku di sekolah agar bisa menjadi sosok pelindung.....
Itu adalah kalimat pembuka dari novel yang berhasil aku tulis. Selang beberapa hari kemudian novelku sudah dirilis dan langsung sold out di hari kedua setelah perilisan. Bahkan kini kabarnya mulai banyak yang mendukungku setelah membaca novel, tak jarang juga aku menerima permintaan maaf dari semua pihak. Begitupula dengan Stefan, dia bisa kembali bekerja di SMA Pelita Dunia dan semua guru-guru berbondong-bondong meminta maaf serta berkunjung ke rumah sakit tempatku di rawat saat ini.
Pak Richard benar semua hinaan dan cacian akan menghilang jika aku telah merilis novel. Apalagi yang aku tulis merupakan kisah asliku dan ku tulis dengan sejujur mungkin. Aku merasa lega akhirnya semua masalah ini selesai dan kini aku tidak akan lagi mendapatkan ancaman dan hinaan dari semua orang.
Kini semua media baik di TV maupun di internet meminta maaf dan memberitakan kisah yang sebenarnya sesuai apa yang ku tulis di novel. Aku merasa lega dan mengucapkan banyak terimakasih pada Pak Richard karena beliau banyak membantuku. Karena semua masalah telah selesai, kondisiku pun akhirnya semakin membaik dan kami sudah pulang ke rumah.
Saat ini kami tengah berpelukan dan menikmati malam penuh bintang. Dalam dekapan Stefan aku merasa tenang dan mengantuk. Apalagi usapan lembutnya di punggung ini membuatku merasa aman. Aku ingin terus seperti ini baik hari ini, esok dan seterusnya.
Aku baru ingat hari ini adalah hari ulang tahun Stefan ke 27 tahun. Beruntung aku sudah membeli hadiah untuknya dari honor menulis novel. Dengan wajah ceria aku segera mengambil hadiah dan memberikannya pada Stefan.
"Selamat ulang tahun suamiku sayang..."
Setelah mencium kedua pipinya aku membuka hadiah berupa jam tangan dan memasangkan hadiah tersebut pada tangan Stefan. Dia tampak terharu dan tersenyum bahagia. Setelah itu Stefan membawaku dalam pangkuannya dan mulai mencium bibirku serta memelukku dengan erat.
Ciumannya begitu lembut dan membuatku sangat tersentuh. Aku membalasnya sambil mengelus rambut hitamnya namun ciumannya segera ku lepaskan karena aku mulai kehabisan nafas.
"Sabrina terimakasih telah memilihku.."
Aku tidak membalas ucapannya dan kembali mencium bibirnya duluan. Ku rasakan Stefan mulai menggendong tubuhku dan dia berjalan menuju kamar kami sambil terus mencium bibirku. Setibanya di kamar Stefan mulai menciumi seluruh wajahku dengan lembut. Tak mau kalah aku pun mencium kedua telapak tangan Stefan yang besar.
"Aku cinta kamu pak tua.." ucapku sambil terkikik.
"Aku juga cinta kamu gadis nakal..."
Sambil tertawa kami pun kembali berciuman namun bedanya ciuman kami kali ini begitu menggebu dan bergairah. Tampaknya malam ini akan menjadi malam yang panjang untuk kami berdua.
Bersambung......