Sesampainya didesa Kedungsari, Aryo langsung dibawa ke rumah neneknya. Nenek Kiyah sudah cukup tua, usianya sudah delapan puluh tahun lebih. Rumah dengan bentuk cukup modern itu memiliki tiga kamar tidur, ruang keluarga dan satu ruang tamu. Tapi banyak ruangan yang kosong kecuali kamar nenek Kiyah yang terisi lincak atau dipan berkasur kapuk. Ruang tamu dibiarkan kosong melompong. Lantainya juga baru plesteran pasir dan semen.
Aryo memang memiliki rencana yang besar untuk pembangunan rumah neneknya namun belum kesampaian.
Nenek Kiyah tidak tahu secara jelas peristiwa yang menimpa keluarga Arimbi. Dia hanya tau ibunya Arimbi gantung diri setelah tau anaknya jatuh dijurang.
" Kamu pulang lagi untuk menengok calon bojomu ya, le " ujar nenek Kiyah. Aryo hanya mengangguk pasrah.
Mata Aryo melongok keluar jendela. Dilihatnya dua orang tetangganya mondar mandir disekitar rumah nenek Kiyah.
Ia segera tahu bahwa rumah ini sekarang mendapat penjagaan ekstra dari orang orangnya kadus Nardi. Itu membuatnya tak bisa berkutik.
Padahal jika bisa, ingin rasanya Aryo melarikan diri agar terhindar dari konsekwensi akibat perbuatannya. Kabur kemanapun.
Malam hari, angin terasa lebih dingin memeluk pohon dan semua dedaunan. Malam juga berlalu sangat sunyi dan mencekam.
Tiba-tiba ia melihat ada celah untuk melarikan diri, Aryo segera menyelinap dibalik batu besar di belakang rumah neneknya. Kedua tetangga yang mendapat tugas jaga dirumah nenek sedang asyik ngobrol dan ngopi di dekat kandang sapi.
Ia lantas menuruni tebing yang sebenarnya cukup curam, tanpa penerangan apapun kecuali cahaya redup bulan yang bersinar tanpa tertutup mendung. Tebing itu cukup curam dan licin dan belum pernah dilalui orang sebelumnya maka tak jarang Aryo jatuh terperosok.
Aryo bisa sampai diperbatasan dengan dusun Nglampar, tepatnya disebuah ladang luas yang sedang ditanami cabai dan tomat. Dia berjalan mengendap-endap.
Harapannya akan sampai di Rumbitu pagi-pagi sekali dan langsung kabur dengan menaiki bus Djangkar Bumi jurusan Wonosari- Yogyakarta. Lalu melanjutkan perjalanan ke Jakarta atau Sumatera. Yang penting pergi sejauh-jauhnya dari Kedungsari.
Tetapi baru sampai dipertengahan ladang, dua orang menyergapnya. Dua orang tersebut tak lain Slamet dan Bardi yang memang ditugaskan kadus Nardi menjaga perbatasan itu. Keduanya memiting, dan memukul Aryo.
Kentongan titir ditabuh berkali-kali. Maka dalam waktu sekejap, warga kedua desa berdatangan
" Maling maling .. " begitu teriak banyak warga. Tak ayal lagi Aryo mendapat pukulan dan tendangan secara bertubi-tubi.
" Ampun pak, ampun. Saya bukan maling " Aryo menghiba. Wajahnya mulai babak belur.
" Pantesan dua karung Lombok siap jual punya saya ilang " keluh pemilik ladang. Massa pun terus menghajar Aryo tanpa ampun. Beruntung kadus Nardi cepat datang dan menyelamatkan nyawanya.
" Ini hanya salah faham bapak-bapak, ibu. Ini masalah keluarga " ujar kadus Nardi seraya membawa Aryo menuju balai desa Kedungsari, diikuti banyak warga. Wajah Aryo Memerah dan matanya juga mulai bengkak akibat pukulan massa. Awalnya Aryo memberontak, tapi beberapa warga berhasil memitingnya dan menaikan diatas motor.Sesampainya dibalai desa, ternyata sudah banyak warga yang menunggu. Sambil membawa pentungan dan batu mereka seperti hendak menghukum Aryo Wicaksono. Nyali Aryo langsung ciut.
" Sudah jelas bersalah tapi malah mau kabur " ujar salah satu warga geram.
" Iya betul "
" Bunuh saja "
" Timpuk batu saja "
" Gebuk gebuk " warga terus mencerca dengan kemarahan yang sudah sangat memuncak. Kadus Nardi terlihat kewalahan menenangkan warganya.Tetapi, entah siapa yang melempar, tiba-tiba sebuah batu melayang kearah Aryo. Kena.
Kepalanya mengucur darah segar. Kemudian disusul timpukan batu-batu lainnya. Tak hanya itu, badan Aryo juga digebuk ramai-ramai menggunakan pentungan kayu. Suasana sungguh sangat tak terkendali. Kadus Nardi malah sempat pingsan sampai kemudian ditolong warga lainya.
KAMU SEDANG MEMBACA
RINDU SALJU PADA GERIMIS PAGI
General FictionKisah kelam terjadi di tahun 1984 jauh disebuah pelosok desa dipuncak gunung api purba Wilisan. Desa Kedungsari, namanya. Seorang gadis bernama Arimbi diperkosa 7 pemuda tetangganya. Sidang adat memutuskan mengundi 1 pemuda diantara 7 pemerkosa unt...