“Ternyata aku gak bisa apa-apa tanpa Kakak,”
-Nakula-[•••]
Hari demi hari Nakula lewati, terapi demi terapi Nakula lewati pula. Setiap harinya remaja laki-laki itu lewati begitu biasa dan lancar, kini entah kenapa semakin berat. Caranya berjalan pun sudah tidak seperti dulu.
Nakula berjalan sedikit mengangkang, dia kesulitan berjalan. Sesekali Nakula terjatuh. Di sekolah tidak sedetikpun Ceassa dan Aji meninggalkan Nakula. Bahkan ke kamar mandipun, keduanya selalu menemani. Bukan di luar, tapi di dalam. Ya keduanya menemani, takut sesekali Nakula terpeleset dan jatuh di lantai kamar mandi yang licin.
"Maaf," ucap Nakula yang duduk di closet, dia merasa malu. Karena harus ditemani Aji dan Ceassa, sedangkan keduanya hanya menggeleng tidak keberatan. Terkadang Aji dan Ceassa tidak mampu menahan air mata saat melihat kondisi Nakula. Nakula yang dulu begitu kokoh, kini sangat rapuh.
Tatapan mata teman-teman Nakula yang lain juga berbeda. Ada yang memandang dengan tatapan aneh, iba bahkan tidak sedikit yang merasa risih.
"Kamu gak usah urusin mereka."
"Ada kita di sini Kula," ucap Ceassa dan Aji bergantian. Keduanya menuntun Nakula berjalan di lorong sekolah. Sangat lamban.
"Belnya sudah berbunyi."
"Tidak masalah," jawab Ceassa
"Maaf kalian telat karena aku." Lagi-lagi Ceassa dan Aji hanya menggeleng.
Suara knop pintu membuat Pak guru yang sedang menjelaskan materi berhenti. Tidak hanya itu saja, seluruh siswa yang ada di kelas itu, yang tadinya sedang fokus mendengarkan materi pembelajaran, atensi mereka kini tertuju kepada ketiga remaja laki-laki yang baru saja masuk kelas. Kurang lebih lima belas menit ketiganya telat.
"Maaf Pak kami telat."
"Tidak apa-apa Nakula, kamu bisa duduk di bangkumu. Kalian juga Aji, Ceassa."
"Terimakasih Pak." Pak guru memulai kembali pembelajaran setelah ketiganya duduk di bangkunya masing-masing.
•
•
"Bagaimana hari ini Nakula?" tanya Dokter Angkasa yang sedang duduk di hadapan Nakula.
"Semuanya berjalan lancar dokter," jawab singkat Nakula.
"Baiklah, kita bisa mulai terapinya ya." Nakula mengangguk.
KAMU SEDANG MEMBACA
DANDELION [END]✓
Teen Fiction[END] "Jika kata adalah mantra yang mampu menembus langit maka kupinta ia tetap bersamaku. Namun sayangnya kata tidak mampu mengembalikan yang pergi" ° ° "Nana suka dandelion kak." "Kenapa? Ada bunga yang lebih cantik loh." "Dandelion itu rapuh kak...