Happy reading ❤️
41.MELUAPKAN EMOSI
"Hargailah orang yang sekarang bersama mu, sebelum ia pergi. Ntah,pergi sementara atau selamanya."
****
Adit dan Aldi terdiam sejenak, melihat situasi tadi. Sedangkan, Sarah sudah pergi bersama Arzan tentunya.
"Oma,berani banget." Gumam Adit sambil melangkah pergi meninggalkan kamar Alvaro.
"Hm," balas Aldi. Bagaimana pun juga, Arkan lah yang paling berkuasa di antara semuanya. Agra saja,yang notabe nya adalah seorang kakak,masih memiliki rasa takut terhadap Arkan.
***
Alvaro hanya duduk diam di tepi ranjang, Arkan yang melihat itu wajahnya memerah menahan amarah,bahkan urat urat di leher Arkan saja sangat terlihat. Tapi, sekuat tenaga Arkan tahan. Agar tidak lepas,ia sungguh takut kalau nanti Alvaro yang kena imbasnya.
"Sayang," panggil Arkan sangat lembut. Ia mengelus rambut Alvaro. Namun, Alvaro tetap hanya diam. Seolah olah tak merasakan, elusan yang Arkan berikan.
"Jangan ngelamun, gitu." Arkan pun membawa Alvaro ke pelukannya.
"Seperti nya,Oma benar dad," lirih Alvaro.
"Nggak," jawab Arkan tegas, "Al, permata Gabriel,ngak ada yang lain." Lanjut Arkan lagi.
"Tapi....,"
"Daddy, sangat menyayangi Al," potong Arkan cepat.
"Al,juga," lirih Alvaro pelan, beriringan tubuhnya yang ia rebahkan ke paha Arkan.
Arkan mengurai lembut rambut Alvaro yang sudah mulai panjang, "Al,mau tidur?" tanya Arkan.
"Iya, Al ngantuk. Tapi, Al mau di sini dulu." Matanya melihat ke jendela besar yang ada di kamar Arkan.
"Iya."
Tanpa menunggu lama, terdengar dengkuran halus. Arkan tersenyum tipis melihat Alvaro yang sudah tertidur. Lalu kemudian, dengan gerakan yang sangat pelan, Arkan membawa tubuh pendek Alvaro ke kasur. Agar, Alvaro tidur dengan nyaman.
***
Axel menyandarkan badan nya ke tembok, dengan satu botol Alkohol di tangan kanannya. Di lantai Apartemen Axel, terlihat pecahan kaca dan vas bunga. Kasur yang sudah miring ke kiri, tak lupa ada beberapa botol Alkohol yang sudah kosong, tergeletak di lantai.
"Sialan."satu kata.namun, tersirat kekesalan di hati Axel.
Arrrrrrrrgh
Prang
Teriak Axel frustasi, ia melempar kan botol Alkohol di tangan nya tadi ke lantai. Di sela sela jari jemari Axel, sudah mengeluarkan darah. Tapi, tak Axel perdulikan.
Axel sangat kecewa dengan sikap Oma nya yang sekarang berubah, dan Axel mengetahui kenapa daddy membenci Alice. Dua wanita yang ia sayangi setelah Bunda nya, sudah memberi goresan kekecewaan di hati Axel.
"Pokoknya, Lo harus bayar ini dengan tuntas Felix, dan bocah kecil Arzan, kenapa sangat sulit mencari datanya."
Tubuh lemah Axel meluruh ke lantai, sungguh sekarang keadaan Apartemen Axel berantakan sekali, begitu pun hatinya."Gue,pengen ketemu bunda," lirih Axel.
Tanpa pikir panjang, Axel meraih pecahan botol di dekatnya. Lalu,ia goreskan ke lengan tangan kirinya.
Darah berlomba lomba keluar, pandangan Axel mulai kabur. Telinga nya berdengung, dan bersamaan itu terdengar suara seseorang membuka pintu.
"Kenapa,gue bisa lupa. Mengunci pintu." Batin Axel
Samar samar, Axel mendengar suara langkah kaki tengah mendekati nya.
"Tuan muda," teriak Rafael. Yang kebetulan di perintahkan oleh Arkan,mengecek keberadaan putra sulungnya, Setelah apa yang terjadi. Karena, Arkan yakin Axel tidak bai baik saja sekarang.
Ternyata dugaan Arkan benar, dengan langkah terburu-buru Rafel meraih tubuh Axel, untuk memeriksa kondisi Axel. Apa masih sadar atau tidak lagi.
"Tuan muda, anda mendengar saya kan,tuan!" Rafael menepuk pelan pipi Axel. Tapi tak ada jawaban, kegelapan sudah merenggut kesadaran Axel.
Melihat Axel yang sudah tak sadar kan diri, Rafael melepaskan kemejanya yang berwarna hitam guna menahan pendarahan yang di lengan Axel, dan berharap luka sayatan itu, tak mengenai urat nadi Axel.
Beruntung Rafel memakai baju kaos pendek tadi, jadi,ia tak perlu khawatir kalau dadanya nanti akan terekspos.
Dengan susah payah, Rafael berusaha membawa Axel ke rumah sakit untuk di tanganin, dengan cara di papah.
TBC.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALVARO LOUIS [END🐻]
Teen FictionCover by: pin Alvaro Louis. seorang lelaki tampan dan juga imut. Harus merasakan pahitnya dunia. di usianya, yang baru saja 15 tahun. Yang di mana anak-anak seusia Alvaro, masih sekolah di bangku 1 SMA. Alvaro malah berhenti sekolah, bertepatan deng...