Jangan lupa Vote & Comment, ya!
Selamat Membaca 🐰.
.
.
.
Di dalam segala hal yang ada di alam semesta ini, sesungguhnya kita bisa melihat banyak keajaiban.
Jangan tanya kapan, tapi keajaiban pasti akan datang menghampiri orang yang selalu melakukan yang terbaik untuk dirinya sendiri maupun orang lain.
Namun, sebuah pepatah pernah mengatakan bahwa, tidak ada kesaksian yang cukup untuk membangun keajaiban, kecuali kesaksian dari jenis seperti itu, bahwa kepalsuannya akan lebih ajaib daripada fakta yang berusaha membangunnya.
Pernah kah kalian merasa, keajaiban itu tidak pernah berpihak kepada kalian, barang sekalipun? Itu hal yang dirasakan oleh Miu kini. Ia sedang berbaring di atas brankar rumah sakit sambil memandang jauh di luar jendela kamar yang terbuka.
Keajaiban? Keajaiban seperti apa yang pernah di terima dalam hidup mereka?
Omong kosong.
Kejaiban itu tidak ada!
Jari lentiknya meraba perut rata itu dengan putus asa, ditambah air mata nya tidak berhenti mengalir sejak 2 jam yang lalu setelah ia terbebas dari efek bius.
Menyakitkan.
Bukan tentang bekas jahitan, melainkan hatinya saat ini. Kalau orang bilang sakit hati rasanya ada ribuan jarum yang menusuk jantungmu, Miu tidak bisa setuju. Jantungnya tidak hanya terluka, tapi remuk seperti tertimpa beton yang beratnya ribuan kilogram.
Ia berharap semua omong kosong ini hanya mimpi buruk namun ia baru menyadari bahwa dunia tidak sebaik itu.
Ya, Miu setuju. Dunia ini kerap kali mengajaknya bercanda. Bukan hanya anak yang diambil, melainkan Ibu yang ia sayangi. Semua di ambil darinya tanpa persetujuan.
Mengingat semua hal itu, menambah sakit pada hati dan kepalanya hingga muncul satu pertanyaan bodoh.
Kenapa ia tidak mati saja?
Dunia membuatnya begitu menderita, apakah karena mengingingkan dia sadar betapa dunia begitu membencinya? Dimulai dari mengambil semua yang ia miliki, perlahan lahan tapi pasti tanpa menyisakan apapun.
"Hikss hik---hiksss" Isak tangis kembali memenuhi ruangan sebanyak 4x setiap setengah jam berturut-turut. Ia menutup wajah memakai kedua tangannya agar tidak seorangpun mendengarnya dari luar.
"Kenapa--hiks hidupku seperti ini---hiksss? Hiksss kenapa--hik hik hiksssss"
"Aku mau menyerah saja! Ini terlalu menyakitkan untukku----hikssss hikssss hik--hiksss".
TOK TOK TOK
.
"Miu, boleh saya masuk?" Terdengar suara Win dari luar pintu.
Miu enggan menjawab, sehingga Win menyimpulkannya seperti masuk saja.
.
CEKLEK
BLAM
.
Win mendekati ranjang Miu dengan hati-hati bersama keranjang buah di tangannya.
"Bisa tolong tinggalkan saya sendiri? S-Saya hikss-- sedang tidak menerima siapapun"
Win menaruh keranjang buah di atas meja samping ranjang lalu mengulurkan sapu tangan miliknya yang ia keluarkan dari saku celana kepada Miu.
"Saya tidak akan lama disini"
Miu melihat sapu tangan itu kemudian ia terima dan pakai untuk menghapus air mata sebagai bentuk menghormati.
Melihat wajah Miu yang dirundung kesedihan, Win dipaksa untuk mengingat masa kelam yang pernah ia alami dulu.
Ya, Win sudah mengetahui segala hal yang sudah terjadi pada Miu karena Gupi bercerita padanya barusan di depan pintu kamar Miu dengan wajah sembab dan dahi yang berdarah. Sepertinya ia kena 'senam olahraga' oleh kemarahan Istrinya sendiri. Yah, anggap saja itu hal yang pantas anak nakal itu dapatkan.
"Tuan, hiks---hik hikss s-saya--"
Win duduk di kursi, tepat samping ranjang Miu. Tangan kanannya terulur untuk mengusap kepala dan bahu Miu yang rapuh.
"Saya sudah tahu semuanya. Saya mengerti bagaimana perasaanmu sekarang karena saya pernah berada di dalam posisimu. Suami-suami bodoh itu memang sangat keterlaluan. Tidak mengerti perasaan kita"
Miu tidak menjawab. Ia memalingkan wajah ke arah berlawanan seraya kembali menghapus air mata.
"S--Saya tidak hiksss m-mengerti maksud anda, Tuan Win"
Win mengukir senyum tipis pada wajah manisnya.
"Saya pria carrier, sama sepertimu, dan pernah keguguran. Karena hal itu, rahim saya terpaksa diangkat sebab kondisinya sudah sangat parah saat itu"
Deg
Miu shock. Ia kembali melihat ke arah Win.
"K-Kenapa anda mengatakan hal itu pada saya--hiksss?"
"Entahlah. Saya hanya ingin bercerita?"
"K-Kenapa anda bisa----" Miu tidak berani melanjutkan namun menjadi penasaran.
"Keguguran? Itu karena saya pernah ditembak oleh musuh. Disini 3x dan disini 2x" Menunjuk perut dan tulang rusuk.
"D-Ditembak? Kenapa a-anda bisa kena tembak? Mengapa mereka memiliki senjata? Bukankah itu illegal?"
"Oh, kenapa kamu terkejut? Bukannya kamu dan saya dalam dunia yang sama? Dalam dunia kami, itu resiko yang wajar. Punya musuh, saling menembak dan mati" Tersenyum.
Miu merinding melihat Win bercerita hal menyeramkan dengan wajah ceria.
"Kita d-dalam dunia yang sama? M-Maksudnya?"
"Kamu tidak tahu kalau kami, termasuk anggota keluarga suamimu, adalah seorang mafia?"
DEG
Hati Miu mencelos.
Jujur, selama ini Miu melihat banyak kejanggalan terjadi pada keluarga tersebut, seperti mereka punya banyak penjaga bersenjata, aneka pistol dan pisau, serta kemewahan luar biasa. Ia mengira itu semua wajar karena Alex memiliki banyak perusahaan, Ploy memiliki butik terkenal, dan Gupi mewarisi kekayaan orang tuanya. Miu masih menganggap semua nya wajar sampai 5 menit yang lalu.
"Tapi tenang saja, kami bukan penjahat dan kami sudah mulai meninggalkan hal tersebut"
"Sebenarnya bukan kami, tapi Anak nakal itu. Dia berani ambil resiko, meninggalkan semuanya demi melindungi kamu. Dia punya banyak musuh, begitupun juga dengan saya dan Suami. Tapi, dia itu ingin kamu aman dan rela melepaskan semua kekuasaannya disana"
"Saya yakin dia tidak pernah memberitahumu hal ini, benar?" Melihat ekspresi Miu yang tidak berhenti terkejut dan mendapat gelengan lemah.
"Sudah saya duga. Anak itu tidak ingin membuatmu mendapat banyak pikiran"
"Dia ingin kamu selalu bahagia dan tidak takut pada apapun karena dia akan selalu melindungimu"Miu tidak dapat berkata apa-apa. Otaknya masih mencerna semua ucapan Win.
"Maaf, saya tidak mengerti maksud dari ucapan Tuan Win. Jika Tuan disini hanya ingin membelanya, maka saya tidak dapat membantu anda dan ingin anda segera keluar dari sini"