Tidak terbayang oleh ku, kehidupan yang selama ini aku impikan berakhir seperti ini. Mimpi yang ku rajut, yang ku bina hancur semua. Bagai kaset usang mengalun di otak, bayangan kita bersama, bayangan tentang hidup semati bersamamu. Hanya saja, bayangan itu terhempas jauh, jauh hingga engga rasanya aku menggapaimu. Aku menangis sambil memohon kepada sang Pencipta. Apakah ini sebuah mimpi? Apa ini sebuah lelucon yang Mas Gama ciptakan. Apakah ini, apakah ini..
"Mei. Bisakah kita berbicara lagi? " Suara seseorang di balik pintu. Ya dia Mas Gama suami sekaligus orang yang membuat diriku hancur.
Aku mengusap air mataku, membereskan mukena yang aku pakai, entah berapa lama aku mengurung diri dikamar. Sebisa mungkin aku harus bisa tegar. Memantapkan hatiku untuk kali ini . Bersandiwara seakan semuanya baik- baik saja, walau relung hati ini remuk sejadi- jadinya.
Aku membuka pintu kamarku, terlihatlah Mas Gama. Dia adalah lelaki yang aku cintai saat ini, lelaki yang berani memantapkan hatinya untuk menikahiku, menjadikanku sebagai istri disampingnya, bahkan dia adalah obat dari trauma masa laluku yang kelam tentang laki- laki.
"Ada yang bisa aku bantu, Mas? "
Dia menatapku dengan sorot mata yang sendu, seakan merasa bersalah akan semua ini. Dia mulai menggandeng tanganku, menuntunku untuk duduk bersamanya. Mas Gama menatapku dengan sorot mata indahnya, yang membuatku semakin tidak bisa membendung semua dihatiku.
"Mas minta sama kamu. Tolong Terima keputusan Mas kali ini. Mei" Ucap Mas Gama, sambil meremas tanganku. Pertahanan ku kian hancur sudah, aku sudah tidak kuat kali ini. Apakah aku tidak pantas untuk bersedih? Ataukah aku yang bodoh disini, dibutakan karena sikapnya sampai aku lupa, aku yang terus dibodohi.
"Apakah aku pantas, Mas. Untuk melarangmu? " Ucapku, sontak membuat Mas Gama melepaskan genggaman tanganku, dan menatapku aneh.
"Kamu tidak marah? " Ucapnya bagai orang bodoh. Jelas aku sangat sakit disini.
Sebisa mungkin aku tenang, berfikir agar bisa lari dalam situasi saat ini, berlari memasuki kamar, meluapkan emosi disana. "Aku cuma mau nanya? Tapi, apakah aku pantas untuk bertanya" Ucapku.
"Kamu berhak Mei. Kamu istriku" Ucapnya, seolah aku adalah istrinya, padahal selama ini status suami-istri hanya formalitas saja.
"Kenapa Mas menikahiku, jika pada akhirnya aku yang harus mengalah disini? "
Ucapan itu sontak membuat Mas Gama bungkam. Lihatlah ekpresinya, dia bahkan tidak bisa menjawab pertanyaan mudah bukan? Aku semakin yakin, jika aku hanya wanita bodoh. Bahkan aku mengira ini semua hanya lelucon semata. Dan, apakah kamu lupa Mas janjimu dihadapan ibuku? Cih. Bahkan aku masih berharap padanya.
Suara azan ashar menggema, kali ini aku terselamatkan dari suasana canggung yang amat kurasakan. "Mas aku ke kamar dulu mau sholat" Pamit ku, pada Mas Gama. Dia seakan ingin menahan ku, tapi diurungkan ya.
Aku segera mengambil Wudhu dan melaksanakan kewajibanku sebagai muslim, mungkin dengan ini aku bisa lebih tenang sejenak dari permasalahan yang tengah aku hadapi sekarang.
----------------
Semenjak, obrolan siang itu. Mas Gama tidak ada dirumah. Bukankah setiap hari Mas Gama tidak dirumah? Bukankah dia cuma seorang suami dihadapan keluarganya saja. Cih, aku sampai lupa akan itu. Aku tetap melanjutkan kewajibanku sebagai istri, dengan memasak, alih- alih masakan ini hanya untukku sendiri. Karena Mas Gama selama ini tidak pernah memakan masakanku. Bukan karena dia ga minat, hanya saja dia akan pulang larut malam , esoknya berkerja, dan bahkan semenjak aku diboyong kesini Mas Gama tidur diruang kerjanya, hingga 3 bulan lamanya. Bahkan dia belum pernah menyentuhku sama sekali. Jika kalian bertanya, pernahkan aku bertanya pada Mas Gama, jawabanya pasti, dia bekerja karena untuk menafkahi ku. Apakah aku pantas menuntut? Aku bukanlah wanita seperti itu, makanya aku bodoh kan? Wanita yang gampang ditindas.
Suara ketukan pintu menganggetkanku. Tumben pikirku siapa yang datang, apakah itu Mas Gama. Aku mendekat ke arah pintu, membukanya benar saja dia Mas Gama. Dia tersenyum seakan tidak terjadi apa- apa diantara kita.
"Wah, kamu masak ya. Wangi banget"
Aku hanya bisa ngebatin bukankah tiap hari aku, memasak? Bahkan dia pura-pura lupa. Apakah ini dari rencana Mas Gama meminta restu dariku? Cih, brengsek sekali dia.
"Iya Mas" Ucapku meraih tanganya dan menciumnya layaknya seorang istri, diapun membalas mencium kening ku.
Lepas itu, Mas Gama menghiraukanku dan langsung ke meja makan. Melihat Mas Gama yang sepertinya antusias membuatku geli sendiri, apakah ini yang dirasakan istri-istri diluar sana. Tapi, seketika sekelebat bayangan tadi siang membuat senyumku memudar. Aku harus ingat, Mas Gama itu hanya bersandiwara untuk mendapat restu dari ku.
Aku menyendokan hidangan yang aku masak tadi kedalam piring, bukankah ini tugas seorang istri? Ah benar, sekarang rasanya aku menjadi seorang istri, bukan lagi seorang wibu yang menghayal suami tidak nyatanya.
"Ini Mas, maaf jika aku hanya bisa masak makanan seperti ini, "
Dengan lembut Mas Gama menyambut piring ku, dia tersenyum lembut kepadaku. Membuat hatiku berdetak tak beraturan seperti merasakan cinta yang begitu membara. Aku melihatnya, dia menyantap makanan ku, dalam hati aku merasa haru. Apakah ini rasanya jadi seorang istri?
"Aku tak menyangka kamu pintar memasak, Mei. Ini sangat enak, " Pujinya, jangan membuat aku baper Mas.
"Makasih, Mas" Ucapku, sambil menahan malu.
"Mas mau ngomong serius sama kamu" Ucapnya, kini dia menggenggam tanganku erat. Hatiku sekarang tak karuan apakah ini soal pembahasan tadi siang, apakah aku bisa kuat sekarang?
"Soal tadi siang.. " Belum sempat aku mengucapkan sebuah kecupan hangat kini mendarat di bibirku.
Aku seketika membeku, apakah aku sedang bermimpi sekarang?
"Bolehkah, Mas menunaikan kewajiban seorang suami memberi nafkah batin kepadamu? "
Tenggorokan ku seakan kering, nafasku tercekat, apalagi dadaku yang kini bergemuruh tampa henti. Aku tidak bisa berkata-kata saat ini, duniaku bagai dimabuk asmara dengan pria tampan yang berstatus sebagai suami dihadapanku. Dia dengan cepat membawaku kedalam pelukanya. Hangat rasanya. Sekali lagi, apakah ini yang dirasakan seorang istri?
"Maafkan aku yang selama ini mengabaikanmu, Mas minta maaf Mei. Mas janji ga akan mengabaikanmu kali ini" Ucapnya dengan mempererat pelukanya.
Aku tidak bisa berkata- kata apakah ini awal dari kebahagiaanku. Apakah ucapan tadi siang hanya untuk mengetes diriku? Aku dituntunya masuk kedalam kamarku, tidak sekarang kamar kita berdua. Walau selama ini aku hanya tidur sendiri, karena Mas Gama sering ketiduran diruang kerjanya.
Dia sekarang menatapku lembut, mendekatkan ku dalam pelukanya, tangan satunya membuka jilbab ku dengan perlahan hingga sekarang Mas Gama melihat rambut pendek ala wolfcut yang ujungnya berwarna biru. Dia berbisik, "Akhirnya, aku bisa melihat rambut cantik istriku, kamu sangat cantik bila seperti ini" , dia menatap wajahku lagi, kali ini dia mengecup dengan lembut bibirku, aku hanya bisa menutup mataku. Merasakan sensasi yang tak pernah aku rasakan sepanjang hidupku.
Hingga suara telpon berdering, membuat Mas Gama mengalihkan padanganya, dan dia menjauh dariku. Lalu dengan cepat dia menganggkatnya, ekpresinya yang semakin terukir jika dia sangat khawatir. Dia berbalik menatapku.
"Maafkan aku Mei. Tiara sedang membutuhkanku saat ini" Ucapnya. Sambil meninggalkanku yang masih berdiri dan mematung disini.
Aku hanya bisa meratapi keadaan, bahkan aku istrinya bukan prioritas utamanya. Bahkan Mas Gama baru saja merusak kedua kalinya, malam pertama kita. Ternyata kamu pandai sekali membuat janji, belum lewat satu jam sekarang kamu mengingkarinya. Dan Tiara, wanita yang aku temui tadi siang, ternyata dia benar-benar selingkuhan Mas Gama dan soal Mas Gama meminta restu untuk poligami ternyata itu bukan lelucon semata.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta dan Ego
RomanceMeiyla mengira pernikahannya dengan Gama akan baik- baik saja. Tapi, nyatanya pernikahan itu hanya sebuah neraka yang Meiyla tidak duga-duga. Gama telah mengkhianatinya, bahkan berselingkuh dan meminta berpoligami dengan perempuan bernama Tiara. Aka...