Dua minggu sudah berlalu pasca pulihnya Nico dari kecelakaan maut yang hampir menewaskan dirinya. Sekarang, ia juga sudah bisa kembali memantau cafe kecilnya – Rose Cafe, sambil berkutat dengan tugas akhirnya. Mahasiswa cakep jurusan Bimbingan Konseling ini kini tengah menyelesaikan bab terakhir dari skripsinya.
Tok-tok-tok... Ketukan teratur di pintu mengalihkan sejenak perhatian Nico dari layar laptop. Ia menuruni kursi kebesarannya perlahan, dan membukakan pintu untuk sosok cantik yang tengah menanti di baliknya.
"Kenapa nggak disuruh masuk kayak biasanya, mas? Pake dibukain segala," ucap gadis itu lembut seraya berjalan perlahan memasuki ruang pribadi Nico yang berada tepat di atas cafe.
"Kamu memang pegawaiku Carissa, kalau di bawah, di hadapan orang banyak. Tapi saat berdua kayak gini, kamu itu ratuku," kata Nico seraya membantu gadis itu – Carissa, membawa nampan berisi minuman dan camilan untuknya.
"Mas Nicooo..." Carissa menutup wajahnya. Pipinya bersemu merah, sewarna tomat matang.
"Apaan sih? Udah nggak usah nutupin pipi gitu. Kamu udah selesain tugas kampusmu?" tanya Nico.
"Udah mas, tadi aku nyambi, sambil layanin pengunjung, sambil ngerjain tugas kampus juga. Kena statistik, capek aku," keluhnya seraya bergelayut manja di bahu Nico.
"Halah-halah, kumat dah manjanya. Sebentar, mas finishing tugas mas dulu, baru mas bantuin kamu ya," kata Nico seraya mulai mengetik-ngetik lagi di laptop-nya.
"Iya, mas, gampang. Masih seminggu lagi kok dikumpulinnya. Mending itu tehnya diminum dulu aja sih, nanti keburu dingin. Aku tadi bikin lumpia mini juga. Cobain deh..." kata Carissa seraya menyodorkan baki itu ke hadapan Nico.
"Iya, sayang. Makasih ya..." kata Nico seraya menggenggam tangan Carissa. Carissa mengangguk, dan membalas genggaman tangan itu seraya tersenyum.
***
Sementara itu, di bawah, di lantai utama cafe... Riana datang bersama Abhi, dan mereka disambut oleh Alit, pegawainya Nico yang lain."Weeeeee, mbak, bawa gandengan anyar ta?" goda Alit seraya menyiapkan pesanan pengunjung yang mau take away.
"Hus ngawur, nggak, iki koncoku. Nico mana?" tanya Riana seraya menggandeng Abhi ke salah satu sofa empuk yang tersedia disana.
"Di ruanganne karo Carissa. Tu anak jadi jarang kerja semenjak udah jadi pacar Mas Nico, hadeh, bikin stress..." keluh Alit seraya mengambil duduk di seberang Riana dan Abhi.
"Maksudmu Carissa-nya, tah?" tanya Riana.
"La iyo mbak, sopo maneh? Wes, pada mau pesen apa ini?" tanya Alit mengganti topik.
"Aku mau sandwich tuna aja, sama vanila latte, ya. Kamu mau apa, Bi?" tanya Riana pada Abi yang ada di sebelahnya.
"Samain aja sama kamu, sandwich tuna. Tapi minumannya, aku mau matcha ya..." ucap Abhi.
"Mau yang dingin apa anget, mas?" tanya Alit.
"Dingin aja, di luar panas banget," Abhi nyengir. Alit tertawa menanggapi candaan Abhi.
"Ya udah bentar ya, tak siapin dulu. Mari mas, mbak..." kata Alit sopan seraya berlalu dari meja yang ditempati oleh Riana dan Abhi.
"Nggak nyangka ya, dari temen seperjalanan di pesawat, sekarang kita malah jadi ketemu terus..." kata Abhi seraya menyandarkan punggungnya ke bantalan sofa empuk di belakangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MENTARI UNTUK MUARA
RomanceRiana Mentari, usianya 21 tahun. Orangnya easy going, slengean, dan nggak ada yang tau kalau dia menyimpan luka masa lalu yang begitu parah, sehingga ia selalu punya kecenderungan untuk menyakiti dirinya sendiri. Pekerjaannya sebagai seorang penyany...