16 - The Son of A Whore

1.4K 208 23
                                    

Dibawah langit malam, bulan bersinar terang, meski tanpa bintang yang kalah sinarnya oleh lampu-lampu gedung yang sering kali menjadi indikasi kota maju, meski kadang, justru terlihat mendekati terbelakangan.

Seorang pria duduk di pembatas gedung, di bawah kakinya adalah jalanan besar penuh jiwa-jiwa haus pengakuan. Dengan mobil dan motor seharga makanan jutaan orang itu, apa lagi yang mereka inginkan selain atensi?

Bukan hal baik mempertanyakan bagaimana orang menjalani hidup. Tapi jika itu menyangkut kuasa dan harta, maka tidak akan ada tangan yang bersih. Sekalipun bagi seorang dengan wajah paling luhur.

Alunan musik dari petikan gitar terbawa oleh sapuan angin, menjangkau sudut-sudut kecil yang terlupakan. Petikan gitar dari jemari ramping sesekali terhenti oleh perasaan mencekik di hatinya. Pada sisi koin yang berbeda, mata safir jernih itu menatap teduh, teramat teduh untuk seorang yang telah merenggut ratusan nyawa hingga yang tercermin hanya kemunafikan belaka.

"Staje luntana da stu core"
(Kau begitu jauh dari hati ini)

"A te volo cu'o penziero"
(Aku datang kepadamu dalam anganku)

"Niente voglio e niente spero"
(Aku tidak berharap dan menginginkan apapun)

"Ca tenerte sempe a fianco a me"
(Selain selalu menjagamu tetap di sisiku)

"Si' sicura 'e chist'ammore"
(Apa kau yakin dengan cinta ini)

"Comm'i' so' sicuro 'e te..."
(Seyakin aku mencintaimu...)

Sajak-sajak itu ia lantunkan dengan suara dalam, lembut penuh damba, penuh rasa rindu, dan borok penyesalan yang begitu besar.

"Oje vita, oje vita mia..."
(Oh hidup, oh hidupku...)

"Oje core 'e chistu core..."
(Oh perasaan dari hati ini...)

"Si' stata 'o primmo ammore..."
(Kau adalah cinta pertama...)

"E 'o primmo e ll'ùrdemo sarraje pe'me"
(Dan pertama dan terakhirmu akan menjadi milikku)

Pria itu menarik napas berat, setelah belasan tahun lamanya, ia selalu berjalan dengan hati kosong, berlari dari hasil yang harus ia tuai dan pertanggungjawabkan, seperti seorang pengecut sejati. Matanya terpejam sejenak, air mata lolos dari kelopak mata kirinya. Jemarinya terus memetik lantunan nada yang sama.

"Quand 'a notte nun te veco"
(Sudah seberapa banyak malam aku tidak melihatmu)

"Nun te sento 'int'a sti bbracce"
(Tidak merasakanmu dalam dekapanku)

"Nun te vasco chesta faccia"
(Tidak mencium wajahmu)

"Nun t'astregno forte 'mbraccio a me"
(Tidak memelukmu erat di lenganku)

"Ma, scetánnome 'a sti suonne"
(Tetapi, terbangun dari mimpi ini)

"Mme faje chiagnere pe' te..."
(Kau membuatku menangis untukmu...)

Dulu, suara inilah yang mampu meluluhkan hati hancur seorang gadis paling cantik. Setangkai mawar yang terbuang dan dikerubungi lalat busuk. Dulu, dulu sekali, mata safir ini yang membawa seorang gadis berani melangkahkan kaki keluar dari kegelapan dan ketidakadilan. Bagaimanapun, ia hanyalah seorang ayah yang menginginkan hidup untuk anak dan istrinya, sekalipun harus merenggut nyawa anak dan istri orang lain.

Jauh dalam hatinya ia tahu, meski otak dan jiwanya masih terus menyangkal.

Kesalahan berbesarnya adalah... jatuh cinta.

BITTER AND SALTY [HIATUS]Where stories live. Discover now