Pak Lurah memang tipe orang yang suka acara kumpul-kumpul sepertinya karena beberapa bulan sekali selalu mengadakan acara kumpulan entah itu bapak-bapak, ibu-ibu atau pemuda-pemudi. Sudah sejak habis isya tadi Rafa menjemputnya untuk ikut acara kumpulan muda-mudi karena memang yang diundang yang sudah cukup dewasa seperti Binar. Berkumpul di balai desa, dia melihat ada banyak kursi yang disediakan membuat Binar menebak jika ini skala yang cukup besar bukan cuma satu RW. Setiap orang yang Binar sapa sebenarnya tidak benar-benar dia tau kecuali Rafa menjelaskan pada Binar. Untungnya, Rafa sudah tinggal disini lagi karena jika dia pergi bersama Kava, lihat anak itu sudah duduk tanpa repot-repot menyapa orang yang tidak dikenalnya. Kava orang yang diam dan cuek berbanding terbalik dengan Rafa yang sepertinya mengenal satu dunia karena tiba-tiba saja akrab.
Duduk di kursi sembari mengawasi orang berlalu lalang untuk mencari tempat duduk. Kanan kursinya ada Rafa sedangkan kiri kursinya ada Kava dilanjut Salma, Janni dan Pandu. Mendengarkan kata sambutan dari Pak Lurah serta agenda yang dilakukan malam hari ini hingga sambutan dari ketua acara kumpul muda-mudi. Binar menyimak dengan seksama sesekali menahan untuk menguap karena tidak sopan.
Dari sepenangkapan Binar tadi, acara kumpul muda-mudi ini lakakukan untuk mengenal muda-mudi satu sama lain disetiap RW. Sehingga nantinya dapat bekerja sama dan lebih produktif dalam menjalankan proker yang dibuat demi kemajuan bersama. Tidak hanya itu, acara kumpul ini juga terkait dengan lomba yang diadakan oleh kantor kecamatan untuk kategori desa adiwiyata, desa produktif dan videografi desa. Untuk itu Pak Lurah memberikan kesempatan pada muda-mudi untuk terlibat secara aktif dalam lomba yang diselenggarakan oleh kecamatan.
Setelah sambutan selesai, mereka diberikan snack dan minum teh hangat serta dapat berdiskusi atau berkenalan dengan sesama muda-mudi RW lain. Siapa tau ada ide untuk lomba yang disampaikan oleh Pak Lurah tadi. Pandu sudah pergi dengan ketua muda-mudi lain ke sudut balai desa. Salma dan Janni pergi ke toilet karena Salma takut untuk ke toilet sendiri mengingat sejak kecil ada saja cerita horor di balai desa. Rafa tentu saja mengobrol dengan teman baru yang dikenal melalui sapaan itu. Tersisa Binar dan Kava yang duduk diem-dieman tanpa sepatah katapun yang keluar. Binar menahan kantuk tapi mulutnya masih saja mengunyah kacang telur sedang Kava diam-diam mengambil jatah makan Pandu.
"Nar, kamu mau tahu baksonya ngga? Nek ngga mau buat aku aja sini."
"Mau kok aku."
"Nek gelem kok ra gek di maem? Mending nggo aku, Nar."
(Kalo mau kok ngga di makan? Mending buat aku, Nar)
"Gahhh, koe wes njipuk jatah e Pandu masa kurang, sih."
(Ngga, kamu udah ngambil jatahnya Pandu masa masih kurang, sih)
"Wes, mending nggo aku, Nar." Binar memeluk kardus snacknya agar tidak direbut oleh Kava.
(Udah, mending buat aku, Nar)
Kava mengendus kekcewa karena tidak jadi mendapatkan tahu baksonya Binar dan memilih untuk mencari sasaran lainnya. Kava meninggalkan Binar yang menatapnya tidak percaya. "Mau kemana?"
"Cari mangsa, napa?"
"Masa aku ditinggalin."
"Dih, udah gede masih takut ditinggalin. Ngga ada yang nyulik aku jamin. Nyulik kamu tuh malah ngabisin makan doang."
Binar menatap Kava kesal lantaran benar-benar pergi meninggalkannya sendirian meskipun yang dikatakan Kava benar. Dia duduk sembari menikmati kacang telurnya yang masih belum habis sembari melihat bahwa semua orang sedang berdiskusi serius dan beberapa memilih Tiktokan. Penting hadir saja sih dari pada nanti ditanyain Pak Lurah.
"Boleh duduk disini?"
Binar mendongak menatap Sena yang sedang menunjuk kursi disampingnya. Otomatis kepala Binar mengangguk karena memang mau apa juga dia melarang. Dia kan ngga punya alesan. Binar menatap Sena yang memberikan tahu bakso miliknya untuk Binar yang tentu saja ditolak. Kenapa ini?
"Eh, inikan punyamu. Kok kamu malah kasih ke aku?" Binar mencoba mengembalikan tahu bakso ke dus Sena.
"Ngga apa, Binar. Tadikan kamu mau tahu bakso kan?" Binar mengangguk lalu menggeleng.
Sena tertawa melihat ke plin plannya Binar, "Jadi mau apa engga?"
Binar menggeleng dengan mantap dan yakin, "Engga, aku udah punya, nih." tunjuk Binar ke tahu bakso miliknya.
"Aku juga mau ngasih ini ke kamu. Rezeki ngga boleh ditolak kan, ini cepet ambil."
"No, Sena, no. Lihat, punyaku masih ada dan baru kemakan kacang telurnya."
Sena menaruh tahu baksonya ke dus milik Binar dan menahan tangan Binar yang hendak menoknya.
"Makanan ngga boleh di oper-oper. Di makan, ya?"
Spontan kepala Binar mengangguk menjawab kemauan Sena. Setelah beberapa menit Binar baru sadar dengan apa yang dilakukannya. Matanya langsung menoleh kembali ke arah Sena yang kini sedang tersenyum kemenangan.
"Kalau gitu kamu mau sesuatu dari punyaku ngga?" Binar menunjukan isi dusnya pada Sena yang tentu saja Sena menggeleng.
Binar menjadi tidak enak pada Sena yang sepertinya mendengar keributannya dengan Kava. Lagi pula mana tau dia kalo Sena datang dan suara keributannya menggelegar hingga terdengar oleh orang lain. Sial sekali atau untung ya ini?
"Kamu juga dateng?" Basa-basi Binar sangat jelek.
Sena mengangguk, "Tadi diajak pemuda yang lain. Kamu sendiri tumben ikut."
"Dipaksa Rafa ikut, sebelumnya ngga terlalu kenal orang lain jadi ngga mau berangkat. Tapi sekarang malah ditinggal sendirian. Mendingan tadi tidur aja di rumah."
"Jangan dong, kamu jarang banget kelihatan kalo lagi kumpul muda-mudi gini."
Binar mengangguk membenarkan. "Ngga terlalu kenal sama muda-mudinya."
"Kalo gitu besok pas ada acara lagi bareng aja biar ngga sendirian." ajak Sena membuat Binar terheran tapi tetap saja kepalanya mengangguk.
"Gimana kerjaan kamu, Nar?"
"Ngga gimana-gimana sih. Sejauh ini lancar aja. Kamu sendiri kerja dimana dan gimana?"
"Kerja kantoran dan ya, biasa aja."
"Biasa aja gimana, yang jelas lah."
Sena terkekeh melihat wajah kesal Binar mendengan jawabannya yang memang tidak memuaskan Binar atau mungkin orang lain yang menanyakan hal yang sama.
"Ya kayak orang kantoran pada umumnya aja, Nar. Mukamu ituloh gemes banget kalo lagi cemberut."
Helloooo! Binar mengalihkan wajahnya yang terasa panas. Seingatnya dulu Sena tidak seperti ini atau memang dia saja yan tidak tau. Tapi dulu dia ngga gini, seberapa jauh dunia mengubah crushnya?
Binar membuka lempernya untuk di makan. Suapan pertama langsung membuat mata Binar menyala dengan senang.
"Ini enak banget, mau cobain ngga?" Binar menyodorkan lemper ke Sena yang langsung digigit dengan tersenyum.
"Iya, enak. Makasih, ya, Nar."
Sialan, Binar lupa siapa orang yang duduk di sampingnya ini. Dia terbiasa berbagi makanan pada temannya malah terbawa sampai saat ini. Binar jadi canggung hingga menundukan kepalanya menatap lemper bekas gigitan Sena.
"Kok ngga dihabisin? Katanya enak, aku ngga rabies kok."
Binar langsung menggeleng, "Bukan gitu maksudnya."
Sena terkekeh melihat Binar langsung melahap lempernya sekali makan hingga memenuhi mulutnya. Sena memberikan air mineral gelas yang sudah dibukanya tentu saja Binar mengambilnya untuk membantu menelan lemper yang terasa seret di tenggorokannya. Binar menatap Sena yang tersenyum ke arahnya.
"Makasih." Sena mengangguk.
Mereka lanjut mengobrol ringan mengenai agenda dan kegiatan seputar pemuda-pemudi yang ada di masing-masing RW. Tak lupa Binar memberi tahu jika ada acara wayangan dan bisa disaksikan secara gratis. Tak lupa juga memberi tahu Sena mengenai perkembangan Serena meskipun Binar tau jika Sena bukan ayah Serena. Tapi mungkin lewat Sena, Binar bisa memberi tahu pada orang tua Serena mengenai perkembangan anak manis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
RASA : Cinta yang Belum Usai
ChickLitSelama 25 tahun hidup, Binar sama sekali belum sekalipun pacaran meskipun pernah dekat dengan beberapa orang namun hanya berujung hts. Bukan tanpa alasan, Binar ingin merasakan debaran cinta yang dikatakan oleh temannya. Seolah kupu-kupu keluar terb...