06. List Kebahagiaan

34 17 19
                                    

Hari ini adalah hari yang cukup berat bagi Argantara. Dia harus melakukan cek-up rutin di rumah sakit untuk terapi kontrol terkait dengan penyakitnya. Argantara menatap langit yang mendung dari jendela kamarnya dengan perasaan yang tercampur aduk. Argantara merasa gelisah karena selama ini dia menyembunyikan kondisinya dari teman-temannya, tetapi tidak termasuk Revatalia, teman kecil karena sudah ketahuan.

Saat mengetahui bahwa dia membutuhkan waktu tiga hari untuk pemulihan setelah cek-up, Argantara merasa semakin khawatir. "Bagaimana jika hasil cek up tidak sesuai harapan?" batinnya sambil menggenggam kuat-kuat ujung selimutnya. Penyakit yang telah menggerogoti tubuhnya selama ini membuatnya merasa rapuh dan takut akan masa depan yang tidak pasti.

Dengan langkah berat, Argantara keluar dari kamar menuju ruang keluarga. Di sana, ibunya sudah menunggu dengan wajah penuh kekhawatiran. Mereka berdua saling bertatapan, tanpa perlu berkata apa-apa, mereka bisa merasakan kegelisahan yang sama.

Setelah sarapan, Argantara bersiap-siap untuk pergi ke rumah sakit. Dia mengenakan jaket tebal dan memastikan membawa semua dokumen medis yang diperlukan. Di luar, udara terasa dingin dan angin bertiup pelan, seolah-olah alam pun ikut merasakan ketegangan yang ada dalam hati Argantara.

Sesampainya di rumah sakit, Argantara disambut oleh seorang perawat yang ramah. Dia segera diarahkan ke ruang tunggu untuk melakukan pemeriksaan. Waktu terasa berjalan sangat lambat bagi Argantara, setiap detik terasa seperti abad yang panjang.

Akhirnya, giliran Argantara dipanggil untuk bertemu dengan dokter. Hasil pemeriksaan tidak begitu memuaskan, tapi juga tidak terlalu buruk. Argantara diberikan resep obat dan jadwal terapi kontrol yang harus diikuti dengan ketat.

Setelah selesai di rumah sakit, Argantara pulang dengan perasaan campur aduk. Di dalam hatinya, dia merasa lega karena tidak ada hal yang terlalu serius, tapi juga masih ada kekhawatiran akan masa depannya yang tidak pasti.

Ketika tiba di rumah, Argantara langsung menuju kamarnya. Dia ingin sendiri sejenak untuk merenungkan semua yang telah terjadi hari ini. Namun, sebelum itu, ada satu hal yang harus dia lakukan.

Dengan gemetar, Argantara mengambil ponselnya dan mencari nomor teman kecilnya, Revatalia. Dia membutuhkan dukungan dan pengertian dari seseorang yang dia percayai. Dengan perasaan ragu, Argantara mengetik pesan singkat untuk meminta izin tiga hari tidak masuk untuk masa pemulihan.

Pikirannya terasa berat, dipenuhi dengan pertanyaan dan keraguan. Dia telah mengetik pesan untuk Revatalia, meminta izin untuk absen selama tiga hari, tapi sekarang ragu-ragu untuk mengirimkannya."Apakah dia benar-benar tidak ingin diganggu?" gumam Argantara pada dirinya sendiri, memikirkan berbagai kemungkinan. Dia dan Revatalia telah bersahabat selama bertahun-tahun, tapi kali ini, Argantara merasa seperti ada jarak yang tak terduga di antara mereka.

Dengan gemetar, Argantara mencoba untuk menenangkan pikirannya yang kacau. Dia mencoba memahami situasi dari sudut pandang Revatalia, mencoba membayangkan apa yang mungkin dipikirkannya. Namun, semakin banyak Argantara berpikir, semakin bingung dia menjadi."Bagaimana jika dia kesal karena aku terus-terusan meminta izin padanya?" bisik Argantara pada dirinya sendiri, kekhawatiran memenuhi hatinya.

Dia tidak ingin merusak hubungan persahabatan yang telah terjalin begitu lama hanya karena kesalahpahaman.Tapi di sisi lain, Argantara juga merasa butuh dukungan dari Revatalia. Dia tidak yakin apakah dia bisa melalui masa pemulihan ini tanpa seseorang yang dapat dia percayai untuk berbicara.

Setelah berjam-jam lamanya berjuang dengan dirinya sendiri, Argantara akhirnya mengambil keputusan. Dia akan memberi waktu kepada Revatalia selama dua hari tanpa mengganggunya.

Revatalia sedang mencari keberadaan Argantara di sekolah karena tidak melihatnya hari ini. Meskipun teman-temannya, Jefan dan Angga, memberitahunya bahwa Arga tidak masuk karena izin tiga hari untuk pergi bersama keluarganya, Revatalia tetap merasa khawatir. Temannya Angga dan Jefan heran karena adik Arga tidak ikut bersama keluarganya.

Revatalia mulai memikirkan kemungkinan lain tentang keadaan Argantara. Tanpa sadar, ia keceplosan berbicara tentang kemungkinan Arga sedang berada di rumah sakit. Mungkin ada sesuatu yang membuatnya khawatir akan kondisi kesehatan Argantara

Setelah Angga dan Jefan penasaran dengan apa yang telah diucapkan oleh Revatalia, Angga pun bertanya, "Rev, apa yang baru saja kau katakan? Apakah kau tahu di mana Argantara berada? Tadi kau menyebutkan rumah sakit, apa yang terjadi?"

Revatalia sedikit terkejut dengan pertanyaan Angga, tetapi ia menjawab dengan hati-hati, "Maaf, itu hanya kecurigaan saya. Saya tidak punya informasi pasti tentang keberadaan Argantara. Saya hanya khawatir karena ia tidak datang ke sekolah dan pikiran saya melayang ke kemungkinan terburuk."

Dia kemudian menjelaskan lebih lanjut, "Saya berharap saya salah dan Argantara baik-baik saja. Mungkin dia benar-benar pergi bersama keluarganya seperti yang kalian katakan."

Setelah Angga menegaskan kecurigaannya, Revatalia merasa terpaksa untuk memberitahu mereka apa yang diketahuinya, dengan syarat bahwa mereka tidak boleh memberitahukan kepada siapa pun. Setelah sebuah keheningan yang tegang, Angga bertanya lagi, "Kenapa kamu diam? Apa yang kamu tahu tentang Arga?"

Revatalia merasa cemas, tetapi akhirnya ia berbicara dengan hati-hati, "Ya, sebenarnya ada sesuatu yang saya ketahui tentang Arga. Saya khawatir bahwa dia mungkin sedang berada di rumah sakit untuk menjalani terapi."

Angga dan Jefan terdiam, lalu Revatalia melanjutkan, "Arga menderita penyakit serius, yaitu gagal ginjal dan leukimia. Saya mengetahuinya kemarin sore ketika secara tidak sengaja menabraknya di depan perpustakaan. Saat buku yang dibawanya jatuh, saya menemukan foto masa kecilnya bersama saya, dan di belakang foto itu tertulis tentang penyakitnya yang disembunyikan dari teman-temannya dan saya sebagai teman masa kecilnya."

Angga dan Jefan terkejut mendengar berita itu, lalu Angga berkata, "Baiklah, kami akan menjaga rahasia ini. Kami tidak akan memberitahukan kepada siapa pun tentang keadaan Arga." Jefan mengangguk setuju.

Revatalia merasa lega bahwa dia telah berbagi rahasia itu dengan mereka, dan dia berharap bahwa Arga akan segera pulih dan kembali ke sekolah.

pada saat sedang mengobrol dengan teman Arga, hati Revatalia dari tadi terus khawatir tentang keadaan Arga tentang kesehataannya ia pun langsung mengechat Arga melalui Telegram karena disini belum ada whatsapp.

Revatalia memulai memesan kepada Argantara.

Revatalia duduk dengan gelisah, merenungkan mengapa Argantara belum memberikan balasan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Revatalia duduk dengan gelisah, merenungkan mengapa Argantara belum memberikan balasan. Pikirannya dipenuhi dengan kekhawatiran dan ketidakpastian tentang apa yang mungkin terjadi padanya. Mungkin saja Argantara sedang sibuk atau menghadapi masalah yang tidak bisa diungkapkannya. Namun, ketika tidak ada balasan dari Argantara, kecemasan Revatalia semakin bertambah.

"Apakah aku terlalu keras padanya?" pikirnya dalam hati, merasa bersalah atas tindakannya menyuruh Argantara untuk tidak mengganggunya selama dua hari. Meskipun itu demi keselamatan mereka berdua, Revatalia mulai meragukan keputusannya.

Sambil menatap layar ponselnya yang kosong tanpa pesan dari Argantara, Revatalia berharap dan mendoakan agar Argantara baik-baik saja. Tetapi ketidakpastian yang menyelimuti hatinya membuatnya semakin gelisah. Ia hanya berharap agar Argantara segera memberikan kabar untuk menghilangkan kekhawatiran yang menyiksanya.

ARGANTAREVA (ARGANTARA & REVANATALIA) End Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang