06. the very first meet

17 1 0
                                    

06. the very first meet

"Her eyes so damn pretty."

****

Jatuh cinta pada pandangan pertama memang terdengar konyol. Mana ada orang tiba-tiba jatuh cinta padahal baru pertama kali lihat? Interaksi tidak, saling menyapa tidak, mengobrol tidak. Parahnya, orang itu orang acak yang ditemui di tempat umum. Benar-benar tidak masuk akal.

Banyak memang orang macam itu. Sampai-sampai untuk seseorang yang hard to love, itu adalah hal yang tidak akan pernah bisa terjadi dalam hidupnya. Mereka tidak bisa jatuh cinta dengan konsep love at first sight. Tapi, mereka bisa jatuh cinta dengan konsep already know tentang orang yang ia cinta.

Mudahnya, mereka mencintai orang lama.

Sabitha. Gadis itu adalah contohnya.

Ia mencintai seseorang yang telah dikenalnya lama. Tapi, meskipun telah mengenal lama, hubungan mereka tetap sebatas 'teman kecil'. Sabitha bodoh mencintai seseorang yang juga mencintai seseorang, tetapi bukan dia. Hanya ada rasa patah hati di dalamnya. Dan hanya akan menghancurkan pertemanan mereka.

Betul kata orang, laki-laki dengan perempuan tidak bisa berteman jika melibatkan perasaan. Entah perasaan laki-laki pada teman perempuannya atau perempuan pada teman laki-lakinya.

Bagaimana hal itu dapat dihindari jika sudah menyangkut masalah tentang hati dan perasaan yang tidak masuk logika ini?

Bahkan perkataan menyakitkan dari Freza saja tidak bisa ia hindari. Itu membuat hatinya sedih. Lelaki itu tidak gamblang mengatakan, ia menyukai Thalitha, tetapi siapa yang tidak sadar jika Freza mengatakan kalimat yang ditujukan agar Sabitha memperlakukan gadis itu dengan baik? Itu jelas Freza menyukai Thalitha. Freza bukan tipe cowok yang sulit untuk ditebak.

Lelaki itu diam saja ketika ia melangkah pergi sambil mengusap bekas air matanya yang terjatuh di pipi. Sabitha sedikit berharap Freza menahannya, tetapi sampai ia keluar dari lapangan indoor itu, tidak ada tangan yang menahannya atau panggilan dari lelaki itu.

Sabitha berjalan menuju tempat paling sepi, yaitu halaman belakang sekolahnya. Tempat itu tidak seseram bayangan kalian. Itu hanya taman di halaman belakang yang jarang sekali didatangi karena tempatnya memang paling belakang sekolah, lumayan jauh dari tempat siswa biasa berkumpul. Tamannya masih terawat, bahkan ada kursi di sana.

Lalu, bersamaan dengan perasaannya yang masih sedih, Sabitha duduk di kursi taman itu. Ia kembali menangis. Masalah yang harus ia hadapi mengapa sangat bertubi-tubi sekali? Bisakah step by step? Sabitha belum bisa menerima dan beradaptasi dengan situasi kacau ini.

Freza belajar dari mana kalau menerima dan beradaptasi itu hanya butuh waktu satu minggu? Padahal itu tergantung masalah yang dihadapi dan orang itu sendiri.

Sabitha menutup wajahnya karena dirasa tangisannya sudah mulai hebat. Meskipun tempat ini sepi, tapi siapa tahu ada orang lain di tempat ini. Dengan gengsi yang tinggi, gadis itu tidak mau orang lain tahu jika ia sedang menangis.

Lebih dari sepuluh menit ia menangis dan duduk sendiri di tempat sesepi ini. Bahkan bel masuk sudah berbunyi, tapi ia berusaha tidak peduli. Tapi tidak bisa. Teman-temannya pasti khawatir, ia harus kembali ke kelas.

Pada saat hendak berdiri, tiba-tiba ada sekotak tisu yang muncul dari belakangnya. Sontak ia berbalik untuk melihat siapa yang memberikan tisu tersebut.

THE HIRAETHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang