1. Sore yang Ramai dan Rumah Galih

2 0 0
                                    

Rais berjalan mendekati kasir suatu minimarket seraya membawa beberapa jajanan tanpa bantuan keranjang. Pemuda asal Bandung itu tidak suka hal ribet. Selama masih bisa dilakukan dengan tangan, mengapa tidak? Begitu pikirnya. Suatu keberuntungan juga sore ini tak ada antrian yang mengharuskan dirinya berlama-lama di tempat bersuhu dingin itu.

Selesai membayar dan mengantongi belanjaan, ia bergegas keluar. Menghampiri sosok gadis yang tengah asik menunggu di bangku depan minimarket seraya asik memainkan ponsel. Wajahnya tampak serius hingga tak berkutik maupun teralihkan. Dari penampilan yang terlihat, mereka baru saja pulang dari sekolah dan tampak sengaja mampir ke sini.

"Nih, eskrim kamu," celetuk Rais seraya mengarahkan eskrim core dengan rasa coklat yang menggugah selera.

Gadis itu mengadah dan tersenyum tipis. Ia meraih eskrim yang sudah terbuka. Hal kecil yang Rais lakukan berhasil membawa sensasi geli dan hangat dalam dirinya.

"Makasih, kak." Cuaca sore ini begitu panas. Sang mentari tampaknya masih ingin menyinari dunia tanpa berniat bergiliran dengan rembulan. Membawa terik yang membuat keringat bercucuran.

"Abis ini mau langsung pulang apa jalan-jalan?" Meski sudah berpacaran hampir setengah tahun dengan Arun, pemuda itu masih selalu bertanya tentang aktivitas selanjutnya saat bersama. Rais belum berani mengajak Arun pergi tanpa izin dan persetujuan Arun. Pasalnya ia tau orang tua si gadis sangat menjaga anak semata wayangnya itu.

Arun tertegun dan tampak berpikir. Ia meraih ponsel yang ia letakkan di meja. Menyalakan layarnya dengan wallpaper foto tangan bergandengan dan melirik ke arah jam.

"Kayaknya pulang aja. Udah mau malem juga," jawab Arun sebagai keputusan akhir. Rais mengangguk paham. Ia menyetujui hal itu karena ia juga tidak ada rencana lokasi untuk mengajak kekasihnya berjalan-jalan.

"Kalau gitu abisin eskrim nya."

"Eh, kak. Ada yang mau aku tanyain," celetuk Arun yang membuat rasa penasaran Rais tergoncang. Ia selalu suka dengan sifat kekasihnya ini. Gadis ini selalu punya banyak kejutan. Salah satunya, selalu berbicara random dan bisa mengungkapkan apa yang ada dalam pikirannya. Rasa ingin tau nya cukup tinggi, membuat siapapun kewalahan jika berurusan dengannya. Namun, Rais suka dengan ini. Ia tak mempersalahkan sifat Arun, justru mendukungnya.

"Tadi aku gak sengaja nguping dari anak kelas soal rumor kak Januar yang katanya pacaran sama bu Rike, itu bener?" tanya Arun polos.

Kalau boleh jujur saat ini Rais ingin tertawa dengan keras. Oh, bagaimana bisa rumor tanpa dasar itu tersebar? Siapakah gerangan yang berani menyuarakannya?

"Engga, ngaco kamu," ucap Rais yang sebisa mungkin menahan tawanya.

Sejujurnya Arun mendengar berita itu dari beberapa hari lalu. Namun, tampaknya hal itu semakin menjadi semenjak sore kemarin. Awalnya Arun juga menganggap rumor itu tak masuk akal dan hanya rumor belaka. Namun rumor itu semakin menguat sore tadi kala teman-teman kelasnya membahas.

"Loh, masa gak kakak gak denger rumor itu?" Arun masih kekeh.

"Engga ada, Run. Kita semua lagi sibuk bahas buat ujian."

Perlu diakui, ucapan Rais adakah kejujuran. Di masa akhir sekolah ini mereka sibuk mempersiapkan diri guna meraih nilai ujian yang sempurna. Ranah mereka bukan lagi membahas hal tidak penting. Taruhannya adalah masa depan. Tidak serius dalam belajar, masa depan yang buyar.

"Masa cuma nyebar di kalangan adek kelas?" Arun bergumam. Ia masih dilanda penasaran luar biasa. Rasanya jawaban Rais kurang memenuhi rasa keingintahuannya.

"Lagian, Januar udah pacaran sama Vara anak taekwondo," celetuk Rais asal. Tampaknya Rais harus segera meminta maaf pada Januar setelah ini. Karena sudah dipastikan jika kawan baiknya itu tau, habis sudah Rais.

With(out) You Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang